Hambali, Teroris Asal Indonesia di Guantanamo, Segera Disidang
Setelah 14 tahun ditahan di Penjara Guantanamo, Kuba, teroris asal Indonesia, Hambali alias Riduan Isamuddin, mulai didakwa jaksa penyidik militer AS dan segera disidang.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
WASHINGTON, JUMAT —Jaksa penyidik militer Amerika Serikat telah mengajukan tuntutan resmi terhadap Hambali alias Riduan Isamuddin, pelaku teror asal Indonesia, dan dua orang lainnya atas keterlibatan mereka pada peristiwa pengeboman di Bali tahun 2002 dan di Jakarta tahun 2003.
Dua terdakwa lainnya adalah Mohammed Nazir bin Lep dan Mohammad Farik bin Amin, warga negara Malaysia, yang didakwa membantu Hambali dalam mengembangkan jaringan kelompok Jamaah Islamiyah, bagian dari kelompok teroris Al Qaeda di wilayah Asia Tenggara.
Tuntutan itu dikeluarkan Pentagon, Kamis (21/1/2021) malam atau Jumat pagi WIB, sehari setelah Joe Biden dan Kamala Harris dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden AS. Tuntutan itu diajukan setelah hampir 18 tahun ketiganya tertangkap di Thailand dan menghabiskan lebih dari 14 tahun menjalani masa tahanan di penjara militer AS di Teluk Guantanamo, Kuba.
”Tuntutan tersebut termasuk persekongkolan, pembunuhan, percobaan pembunuhan, dengan sengaja menyebabkan luka tubuh yang serius, terorisme, menyerang warga sipil, menyerang obyek sipil, perusakan properti, dan aksesori setelah fakta, semuanya melanggar hukum perang,” kata Pentagon dalam sebuah pernyataan.
Hambali alias Riduan Isamuddin alias Encep Nurjaman adalah pemimpin Jamaah Islamiyah Indonesia dan diyakini sebagai perwakilan tertinggi Al Qaeda untuk wilayah Asia Tenggara. Kelompok tersebut, dengan dukungan Al-Qaeda, meledakkan sejumlah bom di Indonesia.
Peledakan bom di klub-klub malam di Bali pada 12 Oktober 2002 menewaskan 202 orang. Adapun serangan pada 5 Agustus 2003 di Hotel JW Marriott, yang terletak di kawasan Mega Kuningan, Jakarta, menewaskan 12 orang dan puluhan lainnya luka-luka.
Pentagon tidak menjelaskan mengapa tuntutan itu baru diumumkan sekarang setelah bertahun-tahun ditunda dan dilakukan sebelum pengadilan militer dimulai.
Waktu pembacaan dakwaan, yang sebenarnya telah diajukan ketika Donald Trump masih menjabat sebagai presiden, membuat para pengacara terkejut dan tampaknya bertentangan dengan niat Presiden Biden menutup penjara tersebut. Niat untuk menutup Guantanamo kembali disuarakan Jenderal Lloyd Austrin, calon menteri pertahanan pada kabinet Biden.
Mayor James Valentine, pengacara militer yang ditunjuk untuk mewakili Hambali dan dua orang terdakwa lainnya mengatakan, dakwaan itu dikeluarkan dalam kondisi panik. ”Waktunya di sini sangat jelas, satu hari setelah pelantikan,” kata Valentine.
Dia menambahkan, pengurusan kasus ini berantakan. Valentine mengungkapkan, dirinya tidak bisa memberi tahu alasannya mengapa penuntutan dan pembacaan dakwaan dirahasiakan.
Juru bicara komisi militer, komisi yang telah nonaktif selama bertahun-tahun karena mendapat kritik keras soal perlakuan brutal terhadap para tahanan terorisme di fasilitas penahanan CIA, juga tidak segera berkomentar.
Jaksa militer pun sebenarnya sudah mengajukan tuntutan terhadap Hambali alias Riduan Isamuddin alias Encep Nurjaman dan dua tersangka lainnya pada Juni 2017. Namun, kasus itu ditolak dengan alasan yang hingga saat ini tidak diketahui publik.
Sekarang, karena otoritas persidangan Pentagon telah menyetujui dakwaan, Pemerintah AS harus menghadirkan para terdakwa di depan komisi militer di Guantanamo, Kuba. Proses ini belum bisa dipastikan kapan akan berlangsung karena kegiatan pengadilan di Guantanamo dihentikan karena pandemi.
Kasus Guantanamo yang paling menonjol, yang melibatkan lima orang yang didakwa dalam serangan teroris 11 September 2001, menggantung dalam fase praperadilan sejak dakwaan dibacakan pada Mei 2012. Belum ada tanggal proses pengadilan dilangsungkan meski mereka dituntut hukuman mati.
Mantan Presiden AS Barack Obama telah berusaha mengalihkan proses pengadilan para tahanan Guantanamo dari pengadilan militer ke pengadilan sipil. Obama juga berusaha menutup Guantanamo dan memindahkan para tahanan ke penjara di AS. Namun, upaya itu dihalangi Kongres yang melarang pemindahan siapa pun dari pangkalan itu ke AS dengan berbagai alasan.
Biden sejalan dengan Obama. Dia lebih memilih menutup pusat penahanan itu, tetapi belum mengungkapkan rencananya untuk fasilitas tersebut. Dalam kesaksian tertulis kepada Senat, Austin mengatakan, dia akan bekerja dengan orang lain di pemerintahan untuk mengembangkan ”jalan ke depan” menuju penutupan.
”Saya yakin, sudah waktunya pintu fasilitas penahanan di Guantanamo ditutup,” kata Austin. (AP/AFP)