Rantai pasok global terganggu kala puluhan kota di China menjalani isolasi massal pada 2020. Agar tidak terulang, China mengimbau pekerja migran tidak mudik Imlek untuk mencegah lonjakan Covid-19.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
BEIJING, JUMAT — Pemerintah China mengimbau para perantau atau pekerja migran tidak mudik selama Imlek. Imbauan itu untuk mencegah terjadi lonjakan penularan Covid-19, yang saat ini tercatat mulai meningkat. Bahkan, sebagian warga kota di China utara kembali menjalani isolasi mandiri di rumah-rumah mereka.
Seperti dilaporkan Reuters, Jumat (15/1/2021), Pemerintah Daerah Ningbao mengirimkan edaran kepada pengelola pabrik di provinsi itu. Pemda Ningbao mengingatkan bahwa pesanan dari luar negeri sedang meningkat.
Di tengah kondisi itu, perusahaan-perusahaan akan rugi besar apabila sampai menghentikan produksi gara-gara pekerja libur panjang untuk mudik Imlek. Imbauan sejenis dikeluarkan pemda lain yang mengingatkan perusahaan untuk menjaga kelancaran rantai pasok dan mencegah penyebaran Covid-19.
Rantai pasok global sangat terganggu kala China mengisolasi massal puluhan kota pada 2020. Kondisi itu memicu banyak perusahaan menjajaki pengalihan sumber pemasok dari China ke negara-negara lain.
Sejumlah perusahaan mengikuti imbauan pemda untuk mengurangi mudik. Caranya, antara lain, dengan memangkas tunjangan hari raya untuk mencegah perantau mudik pada 2021 jelang Imlek yang akan jatuh di pekan kedua Februari 2021.
Biasanya, ratusan juta perantau atau pekerja migran dari berbagai penjuru China mudik. Ada juga perantau dari luar negeri pulang kampung untuk merayakan Imlek di kampung halaman. Sejumlah pemda menaksir, pemudik 2021 setara 60 persen dari jumlah pemudik 2019.
Sebelum pandemi Covid-19, mudik Imlek mulai terlihat pada pekan terakhir Januari. Bahkan, sebagian perantau China tetap mudik di awal masa pandemi pada 2020. Kini, jumlah pemudik akan berkurang.
Di Zhejiang, salah satu pabrik kimia melaporkan hanya 15 persen pegawai yang cuti Imlek pada 2021. Perusahaan menawarkan uang lembur lebih tinggi dan bonus 500 yuan bagi yang tetap bekerja selama libur Imlek.
Seorang pekerja di Dongguan, Wang Zhizhen, mengatakan bahwa akan tetap bekerja kalau pabrik beroperasi. Bahkan, ia siap membuang tiket kereta yang sudah dibeli untuk mudik ke Gansu. Selain karena mengejar bonus dan uang lembur, ia khawatir terinfeksi Covdi-19 selama mudik.
”Bagaimana kalau terinfeksi di perjalanan? Lalu seluruh keluarga saya sakit. Kalau pabrik tidak tutup, lebih baik saya tetap di Dongguan. Terlalu berisiko untuk pulang,” ujarnya.
Melonjak
Imbauan tidak mudik seiring dengan peningkatan jumlah kasus positif beberapa hari terakhir. Pada Kamis (14/1/2021), dilaporkan 144 pasien baru. Di seluruh China, kini ada 1.001 pasien dirawat. Sementara di China utara, sejumlah kota dengan populasi total 28 juta jiwa kembali diisolasi total.
Kondisi itu semakin meningkatkan kekhawatiran pada pengulangan isolasi hampir seluruh China pada 2020. Perekonomian China terhenti selama isolasi karena para pekerja tidak bisa kembali ke kota-kota tempat mereka bekerja. Sebab, perintah isolasi dikeluarkan selepas para pekerja mudik Imlek 2020.
Bersamaan dengan tren peningkatan kasus baru, tim pemeriksa dari Organisasi kesehatan Dunia (WHO) tiba di China. Mereka akan mengumpulkan data untuk mencari muasal pandemi Covid-19. Pada Desember 2019, pasien dengan gejala Covid-19 pertama kali dilaporkan di Wuhan. Jumlahnya melonjak pada Januari 2020 sehingga akhirnya seluruh Wuhan diisolasi total.
Ahli dari Jerman, Jepang, Amerika Serikat, Australia, Inggris, Rusia, Belanda, Qatar, dan Vietnam bergabung dalam tim yang dikirim WHO. Juru bicara Pemerintah China menyatakan, tim akan berdiskusi dengan para peneliti China. Sampai Jumat, belum diketahui apakah Beijing mengizinkan tim WHO ke lapangan dan mengumpulkan bukti.
Sepanjang 2020, Beijing berkali-kali menolak tim pemeriksa internasional untuk menyelidiki muasal Covid-19 di China. Walakin, belakangan China setuju mengizinkan tim WHO masuk negara itu.
”Pemerintah harus sangat transparan dan bekerja sama (dengan tim WHO),” kata Direktur Pusat Penelitian Penyakit Infeksi pada Chang Gung University di Taiwan, Shin Ru Shih. (AP/REUTERS)