Donald Trump, Presiden AS Pertama yang Dimakzulkan Dua Kali
Kepastian pemakzulan Presiden AS Donald Trump diperoleh setelah mayoritas suara di DPR AS sepakat dengan usulan itu. Sidang pemakzulan akan digelar pada Selasa (19/1) mendatang, sehari sebelum Joe Biden dilantik.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
WASHINGTON, RABU — Donald Trump menjadi Presiden Amerika Serikat pertama dalam sejarah negara itu yang dimakzulkan dua kali. Sebanyak 10 anggota Dewan Perwakilan Rakyat AS dari kubu Republik bergabung dengan kubu Demokrat sepakat untuk memakzulkan Trump. Dasar dari langkah itu adalah tuduhan bahwa sang presiden telah menghasut pendukungnya untuk memberontak lewat aksi pendudukan dan penyerangan di Gedung Capitol pada pekan lalu.
Kepastian pemakzulan Trump diperoleh setelah pemungutan suara di DPR AS menunjukkan 232 suara sepakat dengan usulan pemakzulan, melawan 197 yang menentang. Pemimpin Fraksi Republik di Senat AS, Mitch McConnell, mengatakan, sidang pemakzulan dilakukan pada Selasa (19/1/2020), sehari sebelum Trump meninggalkan Gedung Putih. Namun, menurut McConell, proses persidangan yang baik—adil dan serius—tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat.
McConnell menolak seruan Demokrat untuk persidangan pemakzulan cepat. Ia mengatakan, tidak ada cara untuk menyimpulkannya sebelum Trump meninggalkan jabatannya. Proses pemakzulan itu tetap dapat dilakukan pasca-Trump keluar dari Gedung Putih, dengan keyakinan Senat dapat mengarah pada pemungutan suara untuk melarang Trump mencalonkan diri lagi pada pemilihan-pemilihan umum berikutnya.
Secara formal, DPR AS menuduh Trump telah menghasut pendukungnya untuk melakukan aksi pemberontakan. Dasarnya adalah pidato Trump yang disebar atau tersebar kepada massa pendukungnya. Akibatnya, massa mengamuk di Capitol dan mengganggu pengumuman resmi hasil pemilu AS yang memenangkan Joe Biden sebagai presiden terpilih.
Melalui seruannya, Trump mengulangi klaim palsu bahwa pemilu di AS curang dan mendesak para pendukungnya untuk datang ke Capitol. ”Presiden AS menghasut pemberontakan ini, pemberontakan bersenjata melawan negara kita bersama,” kata Ketua DPR Nancy Pelosi di DPR sebelum pemungutan suara. ”Dia harus turun (dari posisinya). Dia dengan jelas menghadirkan bahaya bagi bangsa yang kita semua cintai.”
Dua kali
Donald Trump menjadi Presiden AS pertama dalam sejarah negara itu yang coba dimakzulkan dua kali. Sejauh ini tidak ada presiden AS yang pernah dicopot dari jabatannya melalui pemakzulan. Selain Trump pada 2019, langkah pemakzulan pernah dilakukan terhadap Presiden Bill Clinton pada 1998 dan Andrew Johnson pada 1868 oleh DPR. Namun, mereka semua dibebaskan oleh Senat.
Selain Trump pada 2019, langkah pemakzulan pernah dilakukan terhadap Presiden Bill Clinton pada 1998 dan Andrew Johnson pada 1868 oleh DPR. Namun, mereka semua dibebaskan oleh Senat.
Pemakzulan adalah upaya hukum yang dirancang para pendiri Amerika di abad ke-18. Hal itu memungkinkan Kongres mencopot seorang presiden yang menurut konstitusi telah melakukan ”pengkhianatan, penyuapan atau kejahatan dan pelanggaran lainnya”.
Jika Trump dicopot sebelum 20 Januari, Wakil Presiden Mike Pence akan menjadi presiden dan menjalani masa jabatannya. DPR memakzulkan Trump setelah dia mengabaikan seruan pengunduran dirinya dan Pence menolak tuntutan Demokrat guna meminta ketentuan konstitusional untuk menggulingkan presiden.
DPR sebelumnya memilih untuk mendakwa Trump pada Desember 2019 atas tuduhan penyalahgunaan kekuasaan. Trump juga dinyatakan menghalangi Kongres untuk menyelidiki permintaannya agar Ukraina menelisik sepak terjang Biden dan putranya menjelang pemilihan. Kubu Demokrat menuduh Trump telah meminta campur tangan asing untuk mencoreng politik domestik AS.
Kali ini, mayoritas anggota DPR dari Republik terlihat tetap berupaya mendukung posisi Trump. Dorongan pemakzulan dinilai mereka sebagai keputusan terburu-buru. Mereka meminta Demokrat meninggalkan langkah itu demi persatuan dan pemulihan nasional.
”Memberhentikan presiden dalam jangka waktu sesingkat itu akan menjadi kesalahan,” kata Kevin McCarthy, petinggi Partai Republik di DPR. ”Itu tidak berarti presiden bebas dari kesalahan. Presiden memikul tanggung jawab atas serangan hari Rabu (6/1) di Kongres oleh massa perusuh.”
Sepuluh anggota DPR dari Republik memilih ikut memakzulkan Trump. ”Saya tidak memilih satu pihak, saya memilih kebenaran,” kata Jamie Herrera Beutler dari Partai Republik dalam mengumumkan dukungannya untuk pemakzulan. Ia mendapat tepuk tangan dari kubu Demokrat.
”Itu satu-satunya cara untuk mengalahkan rasa takut,” kata Beutler. Para pemimpin Partai Republik menyerahkan pilihan mereka sepenuhnya kepada pilihan pribadi.
Di bawah Konstitusi AS, proses pemakzulan di DPR memicu persidangan di Senat. Dukungan mayoritas sebanyak dua pertiga suara anggota Senat akan diperlukan untuk menghukum dan memberhentikan Trump. Itu artinya setidaknya 17 suara kubu Republikan di Senat yang beranggotakan total 100 orang harus bergabung dengan Demokrat.
McConnell mengatakan, tidak ada persidangan yang bisa dimulai sampai sesi sidang reguler Senat berjalan pada 19 Januari, satu hari sebelum pelantikan Biden. Sidang akan dilanjutkan di Senat, bahkan setelah Trump meninggalkan jabatannya.
McConnell mengatakan dalam sebuah memo kepada sesama anggota Partai Republik bahwa dia belum membuat keputusan akhir tentang bagaimana dia akan memberikan suara pada pemakzulan di Senat. Pemimpin Senat Demokrat, Chuck Schumer, mengaku tidak memedulikan soal waktu. Ini soal adanya pengadilan pemakzulan di Senat AS, adanya pemungutan suara untuk menghukum presiden atas kejahatan tinggi dan pelanggaran ringan. Maka, jika presiden terbukti bersalah, akan ada pemungutan suara untuk melarang dia mencalonkan diri kembali kelak.
Pengepungan Capitol telah menimbulkan kekhawatiran tentang kekerasan politik di AS, sesuatu yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. FBI telah memperingatkan protes bersenjata yang direncanakan di Washington dan 50 ibu kota negara bagian AS menjelang pelantikan Biden pada pekan depan.
Trump pada Rabu mendesak pengikutnya untuk tetap damai. ”Tidak boleh ada kekerasan, tidak ada pelanggaran hukum, dan tidak ada vandalisme dalam bentuk apa pun. Itu bukan yang saya perjuangkan dan bukan itu yang diperjuangkan oleh Amerika,” kata Trump. (AP/AFP/REUTERS)