Mesir mendorong Munich Group, yang terdiri atas Jerman, Mesir, Jordania, dan Perancis, untuk menginisiasi kembali pembicaraan damai Palestina-Israel.
Oleh
Musthafa Abd. Rahman, dari Kairo, Mesir
·3 menit baca
AFP/KHALED DESOUKI
Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry (kedua dari kanan) bersama mitranya, Wakil Perdana Menteri sekaligus Menlu Jordania Ayman Safadi (kedua dari kiri), Menlu Perancis Jean-Yves Le Drian (paling kanan), serta Menlu Jerman Heiko Maas (paling kiri) menggelar pertemuan di Kairo, Mesir, pada Senin (11/1/2021) membahas proses perdamaian di Timur Tengah.
KAIRO, KOMPAS — Mesir mulai menggerakkan Munich Group sebagai lokomotif untuk menghidupkan kembali perundingan damai Israel-Palestina yang macet total sejak tahun 2014.
Munich Group yang menghimpun Perancis, Jerman, Jordania, dan Mesir adalah koalisi Arab-Eropa sebagai gerakan kontra proposal damai Amerika Serikat yang terkenal dengan nama Deal of The Century (Transaksi Abad Ini). Proposal itu diumumkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Januari 2020.
Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi, Senin (11/1/2021) malam, di Kairo, bertemu dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) Perancis Jean-Yves Le Drian, Menlu Jerman Heiko Maas, Menlu Jordania Ayman-Safadi, dan Menlu Mesir Sameh Shoukry. Pertemuan tersebut digelar setelah menlu dari empat negara itu melakukan pertemuan di Kairo dalam upaya menghidupkan kembali perundingan damai Israel-Palestina atas dasar solusi dua negara.
Presiden El-Sisi dalam pertemuan tersebut menegaskan, terwujudnya solusi atas konflik Israel-Palestina akan mengubah peta kawasan Timur Tengah ke arah lebih baik melalui terbukanya peluang terciptanya kerja sama baru antara pemerintah dan rakyat di kawasan tersebut.
El-Sisi berharap upaya Munich Group bisa menggerakkan kembali perundingan damai Israel-Palestina atas dasar solusi dua negara.
Asal mula
Munich Group dibentuk sebagai bentuk rasa keprihatinan atas proposal Transaksi Abad Ini besutan pemerintahan Presiden Trump. Bagi sejumlah pihak, proposal itu dianggap mengancam solusi dua negara.
AFP/KHALED DESOUKI
Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry saat berbicara dalam jumpa pers bersama dengan mitranya dari Jordania, Jerman, dan Perancis setelah menggelar pertemuan yang membahas perdamaian Timur Tengah pada Senin (11/1/2021) di Kairo, Mesir.
Munich Group menggelar pertemuan pertama di kota Muenchen, Jerman, pada Februari 2020. Pertemuan kedua digelar di Amman, Jordania, pada September 2020, kemudian pertemuan ketiga dilakukan di Kairo, Mesir, Senin lalu. Selanjutnya, pertemuan keempat direncanakan digelar di Paris, Perancis, yang jadwal waktunya akan ditentukan kemudian.
Hasil
Pertemuan Munich Group mengeluarkan deklarasi yang terdiri atas beberapa butir. Di antara butir-butir tersebut, pertama, Munich Group menyerukan Israel dan Palestina segera memulai kembali perundingan damai atas dasar solusi dua negara.
Kedua, Munich Group berkomitmen atas solusi dua negara yang bisa menjamin terciptanya negara Palestina di atas tanah tahun 1967, di mana kedua belah pihak, Palestina dan Israel, mampu hidup berdampingan secara damai sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Ketiga, harus menjaga identitas kultur wilayah Palestina tahun 1967, termasuk kota Jerusalem Timur, serta pentingnya menjaga lestarinya status hukum dan sejarah kota-kota suci di Jerusalem Timur.
Keempat, Munich Group memandang penting peran AS dalam menghidupkan kembali proses perdamaian di Timur Tengah, serta kesediaan Munich Group bekerja sama dengan pemerintahan baru AS di bawah Presiden Joe Biden untuk menggerakkan perundingan damai Israel-Palestina, terutama dalam upaya mewujudkan perdamaian yang adil, menyeluruh, dan abadi di kawasan tersebut.
AFP/SAID KHATIB
Perempuan pengungsi Palestina memantau dari balik jendela saat menunggu dibukanya akses menuju Mesir dari perbatasan Rafah di Jalur Gaza, Minggu (27/9/2020).
Kelima, Munich Group meminta semua pihak tidak melakukan langkah sepihak, seperti pembangunan permukiman Yahudi, yang bisa menghambat tercapainya solusi adil, menyeluruh, dan abadi di Timur Tengah.
Keenam, Munich Group menganggap ekspansi pembangunan permukiman Yahudi serta penyitaan tanah dan bangunan milik warga Palestina adalah pelanggaran terhadap hukum internasional dan menghambat terwujudnya solusi dua negara.
Ketujuh, Munich Group mengapresiasi atas tercapainya kesepakatan pembukaan hubungan resmi Israel dengan sejumlah negara Arab. Selain itu, Munich Group juga berharap pembukaan relasi itu bisa berandil atas terwujudnya solusi terkait konflik Israel-Palestina.
Kedelapan, Munich Group mengapresiasi upaya Mesir mengakhiri perpecahan di tubuh internal Palestina dengan berusaha mewujudkan rekonsiliasi antara Faksi Fatah dan Hamas, serta mendukung digelarnya pemilu Palestina mendatang.