Otoritas Hong Kong dan China Diserukan untuk Menghormati Hak Rakyat
Menteri luar negeri empat negara mengaku prihatin mendalam dengan kondisi Hong Kong. Mereka mengatakan, pemilihan legislatif berikutnya di Hong Kong harus menyertakan kandidat yang mewakili berbagai pendapat politik.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
CANBERRA, MINGGU — Kementerian luar negeri empat negara, yakni Amerika Serikat, Australia, Inggris Raya, dan Kanada, Minggu (10/1/2021), mengeluarkan pernyataan bersama terkait krisis Hong Kong. Mereka menyerukan orotitas Hong Kong dan Beijing agar menghormati hak dan kebebasan rakyat Hong Kong.
Empat negara itu menyatakan keprihatinan serius atas penangkapan 55 aktivis prodemokrasi Hong Kong, pekan lalu. Penangkapan sejauh ini merupakan tindakan terbesar Beijing, yang dilakukan di bawah Undang-Undang Keamanan Nasional China di wilayah semi-otonom itu, lebih dari enam bulan lalu.
”Jelas bahwa UU Keamanan Nasional digunakan untuk menghapus perbedaan pendapat dan pandangan politik yang berlawanan,” demikian antara lain isi pernyataan keempat menteri luar negeri tersebut.
Pernyataan bersama empat negara itu ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) Marise Payne dari Australia, Francois-Philippe Champagne dari Kanada, Dominic Raab dari Inggris, dan Mike Pompeo dari AS.
Empat menteri luar negeri itu mengatakan, pemilihan legislatif berikutnya di Hong Kong harus menyertakan kandidat yang mewakili berbagai pendapat politik. Hanya setengah badan legislatif kota yang dipilih dengan suara terbanyak.
Kami menyerukan kepada Hong Kong dan otoritas pusat China untuk menghormati hak dan kebebasan rakyat Hong Kong yang dijamin secara hukum, tanpa takut ditangkap dan ditahan.
”Kami menyerukan kepada Hong Kong dan otoritas pusat China untuk menghormati hak dan kebebasan rakyat Hong Kong, yang dijamin secara hukum, tanpa takut ditangkap dan ditahan,” tulis mereka.
Pemerintah China dan Hong Kong mengatakan, UU Keamanan Nasional diperlukan untuk memulihkan ketertiban di Hong Kong. Pada 2019, Hong Kong diguncang aksi protes antipemerintah selama berbulan-bulan.
Aksi yang menuntut demokrasi yang lebih luas di Hong Kong itu sering disertai kekerasan akibat bentrokan antara para pengunjuk rasa dan aparat keamanan setempat.
Sebagian besar dari mereka yang ditangkap pekan lalu ikut serta dalam pemilihan umum tidak resmi untuk pemilihan legislatif di Hong Kong. Pemilu itu kemudian ditunda. Pihak berwenang menuduh aksi itu terutama digelar sebagai bagian dari rencana untuk mengambil kendali badan legislatif.
Menurut pemerintah setempat, aksi-aksi dan gerakan itu semata melumpuhkan pemerintah dan memaksa pemimpin kota itu untuk mengundurkan diri.
Sejauh ini belum ada tuntutan hukum yang ditujukan kepada 55 orang yang ditangkap itu. Sebanyak tiga orang di antaranya telah dibebaskan dengan jaminan, sambil menunggu penyelidikan lebih lanjut.
Tuntutan hukum atas mereka dapat membuat mereka tidak memenuhi syarat untuk mencalonkan diri menuju kursi legistlatif.
Negara-negara Barat menuduh Beijing menggunakan tindakan kerasnya untuk merusak kebebasan yang dijanjikan di bawah pengaturan ”Satu Negara, Dua Sistem” ketika Hong Kong sebagai bekas koloni Inggris itu dikembalikan ke China.
Washington sebelumnya telah memberi sanksi kepada beberapa pejabat China dan Hong Kong, termasuk terhadap pemimpin Hong Kong Carrie Lam. Pekan ini, Menlu Pompeo mengatakan, pemerintahan Trump akan mempertimbangkan sanksi baru sehubungan dengan penangkapan tersebut.
Namun, pernyataan keempat menlu itu tidak menyebutkan perihal sanksi. Dalam pernyataan itu disebutkan bahwa aksi penangkapan terhadap 55 orang itu adalah tindakah subversif di bawah UU Keamanan Nasional.
Para menlu juga menyebutnya sebagai ”pelanggaran yang jelas terhadap Deklarasi Bersama China-Inggris”. ”Jelas bahwa UU Keamanan Nasional digunakan untuk menghapus perbedaan pendapat dan pandangan politik yang berlawanan,” kata keempat menlu dalam pernyataannya.
Kempat menlu juga menyerukan agar Hong Kong dan Beijing menghormati hak dan kebebasan di Hong Kong. Ditegaskan bahwa pemilihan lokal yang tertunda diharapkan dapat diadakan ”dengan cara yang adil yang mencakup kandidat yang mewakili berbagai opini politik”.
Dewan Legislatif Hong Kong yang terdiri dari 70 kursi hanya dipilih setengahnya secara langsung. Dengan kondisi itu, sistem itu secara mayoritas menjamin kontrol propemerintah. Sejauh ini belum ada respons langsung dari Pemerintah China maupun Hong Kong atas pernyataan keempat menlu itu.
Secara terpisah, Pompeo mengumumkan pada hari Sabtu bahwa AS membatalkan pembatasan lamanya tentang komunikasi antara diplomat AS dan lainnya dengan sejawat mereka di Taiwan.
Taiwan adalah wilayah yang memiliki pemerintahan sendiri, tetapi menurut China harus berada di bawah kekuasaannya. Tindakan terhadap Taiwan dan Hong Kong itu tidak diragukan lagi akan membuat marah China. Beijing memandang tindakan seperti itu sebagai campur tangan asing dalam urusan internalnya.
Pemerintahan Trump, yang berada di hari-hari terakhirnya, juga mengirim Kelly Craft ke Taiwan akhir pekan ini. Craft adalah Duta Besar AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa. China dengan tajam mengkritik kunjungan yang akan datang itu, sedangkan Pemerintah Taiwan menyambut baik kunjungan itu. (AP/AFP/BEN)