Pemilik Restoran di Hongaria Ubah Dapur Jadi Pusat Bantuan Makanan bagi Warga
Seorang pemilik restoran di Budapest, Hongaria, mengubah dapur restorannya sebagai pusat distribusi makanan bagi warga yang terkena dampak pandemi Covid-19. ”Saya tak bisa diam melihat ada orang kelaparan,” katanya.
Oleh
LUKI AULIA
·4 menit baca
Akibat pandemi Covid-19, banyak warga dunia kini menganggur karena kehilangan pekerjaan, tak terkecuali masyarakat di Hongaria. Kondisi mereka lebih sulit karena banyak yang tidak memiliki jaminan sosial sehingga tidak mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah. Mau tak mau mereka harus bergantung pada bantuan makanan dari orang lain agar tetap bisa makan.
Beruntung ada Norbert Bango dan istrinya, Vivien, pemilik restoran di Budapest, ibu kota Hongaria. Keduanya memutuskan mengubah dapur restoran milik mereka menjadi pusat bantuan makanan bagi warga yang membutuhkan sejak Maret tahun lalu.
Secara rutin, setiap satu pekan sekali, keduanya menyiapkan dan membagikan makanan hangat, seperti bakmi kuah, dan kantong plastik berisi minyak goreng, tepung, dan buah-buahan. ”Mungkin kami satu-satunya restoran di Budapest yang mau melakukan ini. Saya tidak bisa diam melihat ada orang lain yang kelaparan,” kata Vivien (35).
Restoran bernama Kis Kulacs milik Bango dan Vivien berlokasi di distrik pusat kehidupan malam kota Budapest. Keduanya membeli restoran itu dua tahun lalu. Restoran mereka terkenal karena menggelar pertunjukan musik setiap malam. Namun, sejak pandemi Covid-19, restoran itu sepi dari tamu dan wisatawan.
Kini, restoran tersebut ramai oleh orang yang mengantre bantuan makanan. Antreannya panjang, bisa sampai ratusan meter. ”Kami akan berusaha tetap membantu mereka semampu kami. Tidak tega melihat orang membawa anak-anak mereka,” kata Bango (48).
Cecilia Jakab (37), salah satunya. Ibu tiga anak itu dulu bekerja di perusahaan layanan kebersihan, tetapi kemudian diberhentikan bersama dengan 50 rekannya. ”Saya tidak bisa membayar tagihan-tagihan lagi. Untung ada Norbi dan Vivi yang memberi makanan sehingga anak-anak saya bisa makan,” ujarnya.
Pandemi Covid-19 menyebabkan resesi di Hongaria. Perekonomian Hongaria diperkirakan anjlok lebih dari 6 persen tahun lalu. Akibat kebijakan karantina pada awal-awal pandemi, ratusan ribu orang kehilangan pekerjaan. Banyak dari mereka yang kehilangan pekerjaan, lalu secara resmi masuk dalam daftar pemerintah. Data pada November lalu menunjukkan ada sedikit kenaikan tingkat pengangguran, yakni 4,5 persen.
Untuk membantu keberlangsungan hidup penganggur, Hongaria memiliki jaring pengaman sosial. Setiap bulan, setiap penganggur setidaknya menerima bantuan uang sebesar 613 dollar AS. Namun, bantuan uang itu hanya akan diberikan selama tiga bulan. Menurut Layanan Ketenagakerjaan Nasional Hongaria, separuh dari data pencari kerja yang terdaftar, yakni sekitar 140.000 orang, per Desember lalu tidak berhak menerima bantuan sosial dari pemerintah itu.
”Kami tidak menerima bantuan sosial sekarang, jadi akhirnya ke sini setiap hari saja,” kata Andras Mezo (47), yang pernah menjadi koki, tetapi tidak lagi bekerja sejak Maret lalu.
Gabriella (65) masih sedikit lebih beruntung. Ia masih bekerja sebagai tukang cuci piring meski hanya untuk beberapa jam saja. Karena jam kerjanya tak penuh, upahnya pun di bawah upah minimum. ”Itu pun saya hanya akan bekerja selama beberapa bulan saja,” ujarnya.
Pengamat politik Hongaria, Zoltan Pogatsa, mengatakan bahwa Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban mengampanyekan apa yang disebutnya sebagai ”masyarakat pekerja” dan menentang bentuk bantuan kesejahteraan apa pun. Dalam pandangan Orban, tidak ada seorang pun bisa memperoleh pendapatan atau uang tanpa bekerja. Bahkan, tidak juga bagi mereka yang sudah membayar jaminan sosial saat mereka masih bekerja.
”Dia khawatir, orang yang diberi bantuan saat krisis akan jadi ketergantungan setelah krisis berakhir,” ujarnya.
Padahal, lembaga kajian GKI dalam laporannya menyebutkan bahwa paket bantuan ekonomi pandemi Covid-19 dari pemerintah akan bisa membantu menyelamatkan lebih banyak lapangan pekerjaan, seperti yang dilakukan negara tetangga Hongaria, Austria. Selain subsidi, upah terbatas di sektor tertentu, seperti pariwisata, pemerintah juga fokus pada pembekuan pinjaman, pajak, dan jaminan sosial serta mendukung investasi bangunan prestise, seperti stadion atletik baru.
Norbert menceritakan, dirinya dan istrinya tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat ataupun daerah untuk menyediakan puluhan ribu porsi makanan dan kantong berisi bahan makanan sejak Maret lalu. ”Kami menerima bantuan dari pihak swasta atau warga lain yang mengirimkan uang dan membawa bahan makanan saja,” ujarnya.
Pemerintah daerah beralasan, mereka tidak bisa memberikan bantuan karena pemerintah pusat menghentikan pendapatan dari pajak. Padahal, sumber uang itulah yang digunakan untuk memberikan bantuan sosial, termasuk bantuan makanan. ”Pemerintah seperti tidak mau tahu dengan penderitaan rakyatnya di bawah,” kata Zoltan Swanda (44), sukarelawan di Kis Kulacs. (AFP)