Prioritas politik luar negeri Indonesia diwujudkan antara lain lewat mengundang investasi asing ke dalam negeri. Pendekatan ke negara-negara Pasifik juga digencarkan.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia terus meningkatkan kemitraan dengan negara-negara lain sebagai modal bangkit bersama dari dampak pandemi Covid-19. Diplomasi Indonesia juga penting untuk menjaga kedaulatan dan menggerakkan perekonomian di dalam negeri.
Duta Besar RI untuk Selandia Baru Tantowi Yahya menyebut bahwa pandemi berdampak banyak bagi negara dan kawasan, termasuk di Pasifik. ”Selain pandemi, negara-negara Pasifik terancam kehilangan wilayahnya karena kenaikan permukaan laut. Ini masalah serupa yang dihadapi sebagian wilayah di Indonesia. Karena itu, penting bagi Indonesia menunjukkan komitmen membantu Pasifik dan bersama-sama menghadapi pandemi dan perubahan iklim,” tuturnya di Wellington saat dihubungi, Kamis (7/1/2021).
Komitmen itu bagian dari perwujudan ”Recover Stronger”, tema Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi. Ia menyebut lima prioritas diplomasi Indonesia pada 2021. Pertama, membangun kemandirian dan ketahanan kesehatan nasional. Kedua, mendukung pemulihan ekonomi dan pembangunan hijau atau pembangunan berkelanjutan.
Prioritas ketiga, memperkuat sistem perlindungan WNI. Keempat, terus berkontribusi memajukan berbagai isu kawasan dan dunia. Kelima, menjaga kedaulatan dan integritas wilayah RI.
Pendekatan ke Pasifik juga penting bagi diplomasi kedaulatan Indonesia. Sebagian negara di Pasifik mempunyai pandangan berbeda soal kedaulatan Indonesia, khususnya dalam isu Papua. ”Dalam politik internasional, satu negara satu suara. Besar atau kecil, satu suara, sehingga negara lain berusaha mendekati Pasifik untuk mencari dukungan dalam konteks pemungutan suara di forum internasional,” kata Tantowi.
Ia mengingatkan, sebagian wilayah Indonesia, seperti Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara, berada di Pasifik. Secara demografis, sebagian penduduk Indonesia orang Polinesia dan Melanesia, dua ras utama di Pasifik, juga ada Mikronesia. Orang Melanesia ada di Papua dan NTT, Polinesia di Maluku dan Sulawesi, serta Mikronesia di Sulawesi Utara.
”Papua Niugini dengan delapan juta orang disebut negara penting di Pasifik. Mengapa Indonesia yang penduduk Melanesia, Polinesia, dan Mikronesia lebih banyak dari gabungan penduduk seluruh negara Pasifik tidak bisa disebut bagian dari Pasifik?” tutur Tantowi.
Indonesia juga bisa menjadi penghubung Pasifik dengan ASEAN atau kawasan lain. Sebagian produk Pasifik tidak bisa masuk ke Australia dan Selandia Baru. ”Ini peluang bagi Indonesia untuk menjadi penghubung produk-produk itu dengan pasar lain,” ujar Tantowi.
Investasi
Duta Besar RI untuk Korea Selatan Umar Hadi mengatakan, tema dan prioritas itu diwujudkan, antara lain, dengan membantu proses investasi perusahaan Korsel di Indonesia. Pada akhir 2020, LG Energy Solution mengumumkan investasi 9,8 miliar dollar AS di Indonesia.
Investasi itu bukan hanya besar secara kuantitas. Investasi itu juga akan mendorong ekosistem industri baru dari hulu sampai hilir.
”Melibatkan beberapa pihak. Karena itu, proses di awal butuh waktu. Pembahasan detail. Investasi-investasi Korea Selatan tercatat dengan realisasi yang besar. Kalau sudah komitmen, 90 persen akan direalisasikan,” kata Umar.
Korsel, menurut Umar, merupakan salah satu mitra yang sejak awal pandemi berkomitmen terus bersama Indonesia. Korsel berjanji membantu Indonesia mengembangkan sektor kesehatan yang dibutuhkan menghadapi pandemi dan menguatkan kerja sama ekonomi. Tahun lalu, sudah disepakati Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK-CEPA).
Kini, para pihak sedang sedang memerincikan lagi cara penerapan kesepakatan yang akan semakin meningkatkan kerja sama ekonomi Indonesia-Korea itu. ”Kerja sama ini bukan hanya untuk investor besar. UKM Indonesia juga dapat memanfaatkannya,” ujarnya.
Pemanfaatan itu antara lain mendorong komoditas ekspor lain. Kini, Indonesia mengandalkan batubara sebagai komoditas ekspor utama ke Korsel. ”Harus mulai dicari penggantinya karena di sini sudah berkomitmen untuk zero emission. Jadi, beberapa tahun lagi tidak boleh pakai pembangkit (listrik tenaga) batubara,” ujarnya.
Penggantian itu menjadi tantangan besar. Indonesia harus mencari komoditas yang nilainya setara dengan ekspor batubara. ”Ada peluang di sawit olahan. Di sini tidak terima crude palm oil. Mereka terimanya olahan. Ini juga berarti peluang investasi pada industri pengolahan di dalam negeri. Dibuat dulu produk turunan, baru diekspor ke sini,” ujarnya.
Selain soal ekonomi, sebagaimana diumumkan Retno, KBRI Seoul juga terus mengupayakan peningkatan perlindungan bagi WNI yang menjadi awak kapal ikan di Korsel. Prioritas utama diberikan kepada WNI yang bekerja di kapal-kapal ikan jarak jauh. Pelanggaran paling kerap terjadi di kapal-kapal tersebut.
Bersama Taiwan, Korsel dicatat sebagai negara terbanyak yang menjadi lokasi kasus pelanggaran hak WNI yang bekerja di kapal ikan asing.