Meski dinilai terlambat, Facebook dan perusahaan teknologi pengelola media sosial lain memblokir akun Presiden Donald Trump agar orang nomor satu di AS itu tak lagi bisa menyebarkan pesan-pesan kabar bohong dan hasutan.
Oleh
Mahdi Muhammad
·5 menit baca
WASHINGTON, JUMAT — Perusahaan-perusahaan teknologi, terutama pemilik platform media sosial, ramai-ramai memblokir akun media sosial Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk mencegah orang nomor satu di ”Negeri Paman Sam” itu menyebarluaskan berita-berita bohong, klaim palsu, hingga hasutan pada pendukungnya. Facebook menjadi platform media sosial utama terakhir yang mengeluarkan larangan itu kemungkinan untuk batas waktu yang tidak ditentukan atau setidaknya selama dua pekan.
Snapchat melakukan tindakan yang sama, memblokir Trump dari platform berbagi foto-foto. Pengelola Snapchat menyatakan khawatir dengan retorika-retorika Trump yang berbahaya. Adapun Youtube memutuskan menghapus video-video yang berisi klaim palsu penipuan terkait pemilu oleh Trump.
Pemblokiran akun media sosial Trump itu dilakukan menyusul pendudukan oleh para pendukung Trump di Gedung Capitol, Rabu (6/1/2021), saat para anggota Kongres akan bersidang mengesahkan hasil pemilu yang dimenangi kandidat Demokrat, Joe Biden. Trump dituduh menghasut para pendukungnya untuk mendatangi Capitol.
Kepala Eksekutif Facebook Mark Zuckerberg, dalam pernyataannya, Kamis (7/1/2021), menyebutkan bahwa larangan satu hari yang diberlakukan terhadap akun Facebook dan Instagram milik Trump diperpanjang. Facebook menyebutkan, kedua platform tersebut digunakan Trump untuk menghasut pendukungnya melakukan pemberontakan dengan kekerasan terhadap pemerintah yang dipilih secara demokratis.
Zuckerberg menambahkan, peristiwa yang mengejutkan dalam 24 jam terakhir dengan jelas menunjukkan bahwa Trump dengan sengaja bermaksud menggunakan sisa waktunya sebagai presiden dan penguasa Gedung Putih untuk merusak transisi kekuasaan yang damai dan sah kepada penggantinya, Joe Biden.
Pengumuman tersebut dikeluarkan Facebook setelah beberapa platform media sosial arus utama lainnya mengeluarkan kebijakan serupa, terutama karena klaim palsu Trump tentang kekalahannya dari Biden. Selain itu, Trump juga dinilai menghasut massa pendukungnya dan mendorong penyerbuan ke Gedung Capitol.
”Kami percaya, risiko mengizinkan presiden untuk terus menggunakan layanan kami selama periode ini terlalu besar. Oleh karena itu, kami memperpanjang pemblokiran akun Facebook dan Instagram-nya tanpa batas waktu dan setidaknya selama dua minggu ke depan hingga transisi kekuasaan yang damai selesai,” tulis Zuckerberg di halaman Facebook-nya.
Sebelumnya, Twitter telah memblokir akun Trump selama 12 jam. Cuitan Trump dinilai sebagai pelanggaran aturan platform tentang integritas sipil dan setiap pelanggaran di masa depan ”akan mengakibatkan penangguhan permanen akun @realDonaldTrump”.
Berbeda dengan Facebook yang memilih memblokir akun Trump hingga batas waktu yang tidak ditentukan atau setidaknya selama dua pekan ke depan, Twitter memutuskan untuk tidak memperpanjang kebijakannya. Dalam pernyataannya, Kamis (7/1/2021), Twitter akan terus mengevaluasi situasi secara real-time, terus-menerus, termasuk memeriksa aktivitas di lapangan dan pernyataan yang dibuat dari Twitter” untuk menentukan apakah tindakan penegakan lebih tegas masih diperlukan.
Diapresiasi
Beberapa selebritas, termasuk mantan Ibu Negara AS Michelle Obama, mengapresiasi tindakan perusahaan teknologi itu meski menilai tindakan seperti itu seharusnya sudah dilakukan jauh hari sebelumnya. ”Sekarang waktunya bagi perusahaan Silicon Valley untuk berhenti mengaktifkan perilaku mengerikan ini dan melangkah lebih jauh dari yang telah mereka lakukan dengan secara permanen melarang pria ini dari platform mereka,” kata Michelle Obama, yang dirilis di Twitter.
Dia menambahkan, permintaannya agar berbagai platform media sosial memberlakukan kebijakan untuk mencegah teknologi digunakan para pemimpin untuk menghasut massa dan berujung pada kerusuhan, seperti yang dilakukan Trump.
Penyanyi sekaligus aktris Selena Gomez menyatakan hal serupa. ”Hari ini adalah hasil dari membiarkan orang-orang dengan kebencian di dalam hati mereka untuk menggunakan platform yang seharusnya digunakan untuk menyatukan orang. Anda semua telah mengecewakan rakyat Amerika hari ini, dan saya harap Anda akan memperbaiki keadaan ke depannya,” kata Gomez.
Sebuah kelompok aktivis yang membentuk dewan pengawasan Facebook tiruan menyesalkan bahwa jaringan sosial itu membutuhkan peristiwa kerusuhan hingga akhirnya melarang Trump. ”Situs (Facebook) ini tetap menjadi tempat berkembang biaknya ekstremisme kekerasan dan disinformasi, algoritmanya membuat orang menjadi benci,” kata kelompok yang menyebut dirinya The Real Facebook Oversight Board dan tidak memiliki hubungannya dengan platform tersebut.
Juru bicara Gedung Putih, Judd Deere, melalui surat elektronik, mengatakan bahwa sangat ironis, tetapi tidak mengherankan, ketika Presiden berbicara saat negara dalam keadaan kritis, perusahaan teknologi raksasa memilih untuk menyensor dan memblokirnya untuk melakukannya.
Terlambat
Senator AS Mark Warner, seorang Demokrat yang mewakili Virginia, mengatakan bahwa langkah Facebook, Twitter, dan Youtube untuk mengatasi ”penyalahgunaan terus-menerus atas platform mereka untuk menyebarkan perselisihan dan kekerasan” telah terlambat.
”Platform-platform ini telah berfungsi sebagai infrastruktur pengorganisasian inti untuk kekerasan, kelompok sayap kanan, dan gerakan milisi selama beberapa tahun sekarang,” kata Warner, yang juga merupakan Ketua Komite Intelijen Seleksi Senat.
Kritikan tidak hanya datang dari luar manajemen, tetapi juga dari dalam manajemen itu sendiri, termasuk orang-orang yang membangun platform tersebut. ”Tanganmu berlumuran darah, @jack dan Zuck,” cuit Chris Sacca, investor awal Facebook. Kini, Sacca menjadi salah satu pengkritik yang paling keras Zuckerberg dan Facebook.
”Selama empat tahun Anda telah merasionalisasi teror ini. Menghasut pengkhianatan dengan kekerasan bukanlah latihan kebebasan berbicara. Jika Anda bekerja di perusahaan itu, itu juga tergantung pada Anda,” kata Sacca.
Tindakan Facebook dan perusahaan teknologi besar lainnya di satu sisi mendapat apresiasi, tapi di sisi lain dinilai sebagai langkah terlambat dan oportunis. Rashad Robinson dari Kelompok Color of Change, kelompok yang mendorong perusahaan teknologi untuk berbuat lebih banyak untuk mengendalikan ujaran kebencian, menyatakan bahwa tindakan Facebook adalah ”untuk kepentingan terbaik Facebook dan cara menjilat presiden dan Kongres Demokrat yang akan datang”.
Perusahaan teknologi dan platform media sosial yang diampunya dinilai telah bertahun-tahun tidak bersuara dan bertindak atas kesalahan informasi yang berbahaya hingga retorika kekerasan yang telah disebar Trump dan pendukungnya yang berkontribusi pada tindakan anarkistis serta mencoreng wajah demokrasi AS.
Pendukung Trump yang bersemangat telah berbondong-bondong hijrah dari platform media sosial arus utama dan beralih ke Parler, Gab, dan situs media sosial yang dinilainya menjamin kebebasan berbicara, terutama yang melayani suara-suara konservatif. Beberapa di antaranya telah digunakan oleh orang-orang yang menyerbu Gedung Capitol.
Shannon McGregor, asisten profesor bidang jurnalisme dan media pada Universitas Carolina Utara, mengatakan, di masa depan akan sulit bagi platform media sosial untuk tidak melarang tokoh publik yang menghasut kekerasan.
”Dulu mereka melawan dan melawan. Tetapi, sekarang mereka telah melakukannya, sulit untuk menolaknya,” katanya.
Masih belum jelas bagaimana platform tersebut akan menangani Trump begitu dia meninggalkan jabatannya dan tidak lagi terlindung dari penegakan sebagian besar aturan oleh statusnya sebagai pemimpin dunia. (AP/AFP)