Pemerintah Australia menyatakan tidak akan terburu-buru memvaksin warganya. Mereka ingin melihat hasil vaksinasi di beberapa negara yang sudah memulai program itu sebelum memutuskan menerapkannya kepada warga Australia.
Oleh
Mahdi Muhammad
·2 menit baca
CANBERRA, SELASA — Meski sempat menyatakan bahwa Australia akan menjadi yang terdepan di antara negara-negara lain dalam memperoleh vaksin, pemerintahan Perdana Menteri Scott Morrison memilih untuk tidak terburu-buru melaksanakan program vaksinasi bagi warganya. Otoritas kesehatan di Australia memilih menunggu hingga Maret mendatang untuk mulai memvaksin warganya.
”Australia tidak berada dalam situasi darurat seperti Inggris. Jadi, kami tidak perlu mengambil jalan pintas. Kami tidak harus mengambil risiko yang tidak perlu,” kata PM Morrison kepada radio lokal 3AW.
Morrison mengatakan, Pemerintah Inggris, yang memiliki masalah dengan lonjakan kasusnya per hari yang berada di atas angka 50.000, membutuhkan program vaksinasi secara cepat, yang dimulai sejak awal Desember lalu dengan vaksin Pfizer-BioNTech dan berlanjut dengan vaksin produksi AstraZeneca-Universitas Oxford. Kondisi darurat itulah yang membuat Inggris melakukan vaksinasi lebih cepat dibandingkan dengan negara lain, termasuk tetangga-tetangganya, negara Uni Eropa.
Kebijakan ketat yang dikeluarkan Pemerintah Australia membantu mencegah penularan komunitas. Namun, kini, mereka tengah berjuang untuk mencegah terjadinya penularan pada kelompok kecil warga, terutama di kota-kota besar, seperti Sydney dan Melbourne.
Sekitar 26 orang saat ini dirawat di rumah sakit nasional karena penyakit tersebut. Menurut data Worldometer.info, jumlah kasus di Australia mencapai 28.523 kasus dan 909 orang meninggal akibat penyakit ini.
Dalam pandangan Morrison, Pemerintah Inggris dan otoritasnya tidak menyelesaikan pengujian vaksin hingga usai. Dia tidak menginginkan hal yang sama terjadi di Australia. ”Mereka tidak menguji sejumlah vaksin sebelum disebarluaskan ke seluruh populasi. Itu pemahaman saya,” kata Morrison.
Selama beberapa pekan, PM Morrison menyatakan bahwa upaya vaksinasi massal di Inggris, Amerika Serikat, dan tempat lain akan memberi Australia lebih banyak data tentang keamanan vaksin daripada yang bisa dilakukan jejak klinis.
Australia—dengan populasi sekitar 25 juta orang—telah setuju untuk membeli hampir 54 juta dosis vaksin AstraZeneca-Oxford. Sebanyak 3,8 juta dosis vaksin akan dikirimkan awal tahun ini.
Selain mencapai kesepakatan dengan AstraZeneca-Oxford, Australia juga membeli 51 juta dosis vaksin Novavax dan 10 juta dosis vaksin Pfizer-BioNTech awal tahun ini. Mereka juga berinvestasi dalam vaksin domestik Universitas Queensland yang dibatalkan saat masih dalam uji coba.
Pemerintah Australia juga mengingatkan agar warga menahan diri untuk melakukan perjalanan ke luar negeri meski maskapai Qantas telah membuka penjualan tiket secara daring untuk penerbangan Juli 2021. Wakil Perdana Menteri sekaligus Menteri Transportasi Australia Michael McCormack, dikutip dari laman Sydney Morning Herald, mengatakan, pembukaan perbatasan internasional akan dilakukan jika pemerintah merasa bahwa sudah tidak ada lagi ancaman yang membahayakan kesehatan publik.
”Keputusan apakah penerbangan internasional akan dibuka kembali atau sebaliknya akan diambil oleh pemerintah federal,” katanya.
Pemerintah Australia melarang warganya bepergian ke luar negeri kecuali jika perjalanan itu dilakukan untuk tujuan bisnis atau jika ada kedukaan. Penerbangan internasional tetap akan ditutup untuk publik hingga pertengahan 2021. (AFP)