Vaksinasi Tak Secepat Penularan, Inggris Berlakukan ”Lockdown” secara Nasional
Kecepatan langkah vaksinasi di Inggris tak sebanding dengan kecepatan penularan wabah Covid-19 di negara itu. Mulai Selasa ini, Pemerintah Inggris harus menutup wilayah (lockdown) secara nasional guna menekan penularan.
Oleh
BENNY D KOESTANTO DAN MH SAMSUL HADI
·6 menit baca
LONDON, SELASA — Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, Senin (4/1/2020), memerintahkan penguncian atau penutupan wilayah (lockdown) secara nasional di negaranya. Langkah itu diambil semata untuk menahan lonjakan kasus Covid-19 yang mengancam sistem dan fasilitas kesehatan negara itu sebelum program vaksinasi mencapai level yang diharapkan secara nasional.
Pengumuman Johnson itu disampaikan hanya beberapa jam setelah Pemerintah Inggris memuji keberhasilan negaranya menjadi negara pertama yang menyetujui dan menggunakan vaksin Covid-19 buatan AstraZeneca dan Universitas Oxford. Johnson menyebut varian baru virus korona yang lebih menular dan pertama kali diidentifikasi di Inggris semakin menyebar dengan kecepatan tinggi. Diperlukan tindakan segera untuk menghambat laju penularan.
”Saat saya berbicara dengan Anda sekalian malam ini, rumah sakit kami berada di bawah tekanan lebih dari sejak pandemi Covid-19 mulai,” kata Johnson dalam pidato yang disiarkan televisi.
Ia menegaskan, Inggris perlu berbuat lebih banyak secara komunal untuk mengendalikan persebaran varian baru virus itu. ”Maka dari itu, kita harus melakukan penguncian nasional yang cukup berat untuk menahan varian ini. Itu berarti, pemerintah sekali lagi memerintahkan Anda sekalian untuk tetap di rumah.”
Lebih dari 75.000 warga Inggris Raya meninggal akibat Covid-19 dalam 28 hari setelah terpapar virus tersebut sejak awal pandemi. Pada Senin (4/1/2021) kemarin, tercatat 58.784 kasus baru dan 407 kasus kematian terkait Covid-19.
Hingga Senin kemarin, 26.626 pasien Covid-19 memenuhi rumah sakit-rumah sakit di Inggris. Jumlah melonjak lebih dari 30 persen dibandingkan dengan sepekan sebelumnya atau melonjak 40 persen dibandingkan pada level tertinggi pada gelombang pertama penularan, tahun lalu. Para pengamat kesehatan mengingatkan, jika tidak dikendalikan, dalam 21 hari fasilitas-fasilitas kesehatan di negara itu bisa kewalahan untuk menampung pasien.
Keputusan Johnson itu diumumkan hanya berselang beberapa jam setelah kebijakan penutupan wilayah juga dilakukan di Skotlandia. Menteri Besar Skotlandia Nicola Sturgeon memberlakukan penguncian paling ketat bagi Skotlandia sejak Selasa ini. Penutupan wilayah di Inggris akan berlaku hingga pertengahan Februari, sedangkan Skotlandia akan mengevaluasi kebijakan saat ini pada akhir Januari.
Di Wales, langkah penutupan seluruh sekolah dan perguruan tinggi juga diberlakukan. Seluruh proses pembelajaran bakal dilakukan secara daring paling cepat hingga 18 Januari 2021.
Dengan pemberlakuan penutupan wilayah secara nasional, kawasan bisnis, toko, hingga tempat-tempat berkumpul, seperti restoran, di seluruh Inggris harus tetap ditutup. Sementara sekolah-sekolah dasar dan menengah akan tutup mulai Selasa (5/1/2021) ini bagi seluruh siswa, kecuali anak-anak yang masuk klasifikasi khusus dan mereka yang orangtuanya adalah para pekerja di sektor vital.
Johnson mengatakan, sehubungan dengan kebijakan tersebut, berarti semua ujian tidak mungkin digelar pada musim panas tahun ini. Itu berarti akan menjadi tahun akademik kedua secara berturut ujian nasional di Inggris tidak dapat digelar. Kondisi itu dikhawatirkan mengganggu proses pendidikan para siswa dan rencana-rencana masa depan mereka.
Target vaksinasi
Menurut Johnson, penguncian atau penutupan wilayah di seluruh Inggris diperkirakan akan berlangsung hingga Februari. Syaratnya adalah program vaksinasi berjalan sesuai rencana dan jumlah kematian dapat ditekan sesuai perkiraan. Namun, dia menekankan pihaknya akan sangat berhati-hati tentang penjadwalan ataupun target-target, seraya mengimbau semua warga untuk mematuhi aturan.
Inggris merupakan negara pertama di Barat yang menggelar vaksinasi Covid-19 bagi warganya sejak awal Desember lalu. Negara itu juga yang pertama kali menyetujui dan menggunakan vaksin Covid-19 buatan AstraZeneca-Oxford University. Vaksin baru akan melengkapi dan meningkatkan program vaksinasi bagi 56 juta warganya. Inggris telah mengamankan stok atau pesanan hingga 100 juta dosis vaksin buatan AstraZeneca-Oxford.
Vaksinasi dengan vaksin baru tersebut akan dilakukan di sejumlah kecil rumah sakit-rumah sakit dalam beberapa hari agar otoritas kesehatan setempat bisa memonitor kemujaraban vaksin itu. Petugas kesehatan mengatakan, tempat-tempat vaksinasi baru—termasuk tempat-tempat praktik dokter—akan dibuka pekan ini. Sebelumnya, lebih dari 700 tempat vaksinasi sudah beroperasi.
Saat ini sedang berlangsung operasi (vaksinasi) secara besar-besaran, kata PM Johnson. Pemerintah Inggris menargetkan, sekitar 13 juta warga Inggris dari kelompok prioritas yang harus divaksin—para penghuni panti jompo, warga berusia 70 tahun, para petugas kesehatan dan pekerja sosial, serta warga kelompok rentan—sudah divaksinasi pada pertengahan Februari 2021.
Komite Bersama Vaksinasi dan Imunisasi Inggris mengatakan, otoritas kesehatan Inggris seharusnya memberikan vaksin dosis pertama kepada sebanyak mungkin warga daripada memastikan warga mendapatkan dua dosis vaksin yang dibutuhkan. Jarak pemberian dosis pertama vaksin dan dosis kedua bervariasi, mulai dari 3 hingga 12 pekan.
Dampak ekonomi
Salah satu hal yang perlu diantisipasi akibat penutupan wilayah secara nasional di Inggris adalah dampak ekonomi bagi negara itu. Ekonomi Inggris mengalami kehancuran dengan catatan minus hampir 20 persen pada periode April-Juni 2020 ketika sebagian besar bisnis ditutup oleh penguncian pertama.
Penutupan wilayah secara nasional saat ini, meski beberapa perusahaan, seperti perusahaan konstruksi, tetap buka, diperkirakan dapat menelan biaya sekitar 10 persen dari hasil ekonomi selama mereka bertahan. Hal itu dikatakan Julian Jessop, ekonom dari Institute of Economic Affairs.
Namun, tidak seperti penutupan wilayah tahun lalu, perhelatan olahraga elite, termasuk kompetisi sepak bola Liga Premier, akan terus berlanjut. Sejauh ini, Inggris juga tetap membuka perbatasannya untuk perjalanan internasional. Namun, Pemerintah Inggris saat ini tengah mengkaji penutupan perbatasan udara seiring adanya laporan tentang varian baru virus korona dari Afrika Selatan.
Para pejabat menggarisbawahi, penyebaran Covid-19 sekarang ini lebih parah dibandingkan dengan musim semi tahun lalu terkait kemunculan varian baru virus Covid-19 di tenggara Inggris.
Tantangan Inggris dalam menghadapi pandemi Covid-19 secara langsung memang tidak ringan. Negara itu bergulat dengan jumlah kematian tertinggi keenam di dunia. Otoritas kesehatan Inggris mengatakan, cepatnya persebaran Covid-19 bisa mengakibatkan sebagian besar sistem dan fasilitas kesehatan di negara itu kewalahan dalam waktu 21 hari mendatang jika tidak segera diambil langkah tegas dan cepat untuk mengendalikannya.
Para pejabat Inggris mengungkapkan, lonjakan kasus telah didorong oleh varian baru Covid-19. Mereka mengakui, pandemi menyebar lebih cepat dari yang diperkirakan. Mereka berharap, persebaran wabah bisa ditekan melalui program vaksinasi.
Pemerintah PM Johnson sebelumnya memuji ”kemenangan” ilmiah negaranya terkait keberadaan vaksin dalam melawan pandemi. Inggris menjadi negara pertama di dunia yang mulai menyuntik warganya dengan suntikan vaksin yang dikembangkan AstraZeneca-Oxford.
Brian Pinker (82) adalah warga Inggris pertama yang menerima vaksinasi pertama dengan vaksin AstraZeneca-Oxford di luar uji klinis. ”Saya sangat senang mendapatkan vaksin Covid-19 hari ini dan sangat bangga karena vaksin itu ditemukan di Oxford,” kata pensiunan manajer pemeliharaan itu. Ia divaksin hanya beberapa ratus meter dari tempat vaksin itu dikembangkan.
Vaksinasi di Inggris seperti beradu cepat dengan jumlah penambahan kasus maupun kematian akibat Covid-19. Lebih dari 75.000 orang di Inggris meninggal dunia karena Covid-19. Sementara jumlah kasus terkonfirmasi penyakit itu di negara tersebut hingga awal pekan ini dilaporkan mencapai 2,65 juta kasus, 58.784 di antaranya adalah kasus baru yang dilaporkan pada Senin pekan ini. (AFP/REUTERS)