Pendukung Trump Diperingatkan agar Tidak Bawa Senjata dalam Unjuk Rasa
Presiden AS Donald Trump, sejumlah politisi Republikan, dan banyak pendukung Trump tetap menolak mengaku kalah dalam pemilu. Karena itu, mereka mencoba berbagai hal untuk menggagalkan penetapan kemenangan Biden.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
WASHINGTON, SELASA — Pemerintah Kota Washington memperingatkan para pendukung Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Peringatan disampaikan menjelang rencana unjuk rasa pendukung Trump di ibu kota AS itu, Rabu (6/1/2021).
Unjuk rasa digelar kala Kongres AS akan secara resmi menetapkan hasil pemilu AS 2020. Serangkaian proses sejauh ini menunjukkan Trump, yang dicalonkan kembali oleh Partai Republik, kalah dan Joe Biden, kandidat Partai Demokrat, menang. Meski demikian, Trump, sejumlah politisi Republikan, dan banyak pendukung Trump tetap menolak mengaku kalah.
Karena itu, mereka terus mencoba berbagai hal untuk menggagalkan penetapan kemenangan Biden. Salah satunya lewat unjuk rasa di Washington.
Para pejabat Pemerintah Kota Washington meminta pendukung Trump tidak membawa senjata kala berunjuk rasa. ”Kami mendapat informasi bahwa beberapa orang berniat membawa senjata api ke kota kami. Hal itu tidak akan ditoleransi,” kata Kepala Kepolisian Washington Robert Contee, Senin (4/1/2021) malam waktu Washington atau Selasa pagi WIB.
Contee menyebut, unjuk rasa bisa saja lebih besar dibandingkan dengan unjuk rasa pada November dan Desember 2020. Kala itu, unjuk rasa diwarnai baku hantam aparat dan warga dengan anggota Proud Boys, kelompok ultra nasionalis.
Pemimpin kelompok itu, Henry Tarrio, ditangkap pada Senin malam. Ia dituduh merusak milik orang lain. Selain itu, Tarrio memiliki dua senjata api kala ditangkap.
Dalam pernyataan sebelum ditangkap, Tarrio menyebut bahwa banyak anggota dan simpatisan Proud Boys akan datang ke Washington. Mereka mungkin akan berbaju hitam. ”Kami akan menyusup dan menyebar di DC dalam kelompok kecil,” ujarnya.
Untuk menghadapi unjuk rasa kali ini, Pemkot Washington meminta bantuan 300 tentara anggota Garda Nasional. Mereka akan membantu pengendalian massa. Mereka akan bergabung dengan Pasukan Pengamanan Presiden AS dan Kepolisian Washington.
Hotel Harrington dan Harry’s Bar, lokasi yang kerap dipakai Proud Boys berkumpul, mengumumkan akan tutup pada Selasa dan Rabu. ”Kami tidak bisa mengendalikan keadaan di luar hotel. Kami melakukan langkah tambahan demi keamanan pengunjung, tamu, dan pekerja,” demikian pernyataan manajemen hotel.
Manuver politisi
Selain di jalan, penolakan terhadap kemenangan Biden juga akan disampaikan oleh anggota parlemen AS dari Republik. Sedikitnya 12 senator dan 140 anggota DPR dari Partai Republik menyatakan akan menolak mengesahkan kemenangan Biden di parlemen. Seperti Trump, ratusan politisi itu menuding ada kecurangan pemilu.
Tidak semua politisi Republik menentang kemenangan Biden. Sejauh ini, beberapa senator Republik secara terbuka tidak mau mendukung rekannya menolak kemenangan Biden. Salah satunya adalah Tom Cotton yang menyebut penolakan oleh parlemen akan mengambil hak warga dalam memilih presiden.
Hal itu, kata Cotton, sama saja mengakhiri pemilihan presiden secara langsung dan mengalihkannya menjadi pemilihan oleh partai mana pun yang berkuasa di kongres. ”Saya tidak bisa mendukung kongres menggagalkan kehendak pemilih,” kata Rob Portman, senator Republik yang juga tidak mau ikut menolak kemenangan Biden.
Selain Cotton dan Portman, hal senada disampaikan oleh Mike Lee, Liz Cheney, Mitt Romney, Susan Collings, dan Lisa Murkowski. ”Pemilu sudah selesai,” demikian pernyataan bersama Romney dan sejumlah rekannya di parlemen.
Kamar Dagang dan Industri AS menyebut, penolakan atas hasil pemilu akan melemahkan demokrasi AS dan ketertiban hukum. Hal itu hanya akan semakin memecah AS.
Sejumlah gubernur Republikan juga keberatan dengan penolakan yang digalang anggota parlemen dari Republik. Salah satunya adalah Gubernur Massachusetts Charlie Baker. Ia menyebut Biden menang secara adil dan benar. Sikapnya senada disampaikan Gubernur Maryland Larry Hogan.
Adapun 10 mantan Menteri Pertahanan AS, termasuk Dick Cheney dan Ashton Carter, menegaskan bahwa sudah bukan waktunya mempertanyakan keabsahan pemilu. ”Pemilu sudah selesai. Penghitungan ulang dan audit telah dilakukan. Keberatan telah diproses di pengadilan. Gubernur sudah mengesahkan hasilnya. Dewan Elektoral telah memberi suara,” demikian pernyataan bersama mereka yang dimuat di Washington Post.
Pelanggaran
Sementara di Georgia ada upaya untuk memeriksa apakah Trump melanggar hukum kala menelepon Sekretaris Negara Bagian Georgia Brad Raffensperger. Dalam pernyataan pada Senin, Trump dan sejumlah orang di Gedung Putih menelepon Raffensperger sampai 19 kali. Raffensperger baru menerima telepon ke-19.
Dalam percakapan itu, Trump dan sejumlah orang di Gedung Putih mendesak Raffensperger, sebagai penanggung jawab pemilu di Georgia, untuk mencari tambahan suara agar Trump bisa menang di Georgia. Hasil penghitungan suara, yang sudah dihitung ulang dan diperiksa, menunjukkan Biden menang di Georgia.
Selepas percakapan itu, Raffensperger mengaku telah meminta penyelidikan secara resmi untuk mencari bukti pelanggaran oleh Trump dan pihak lain terkait telepon tersebut. Permintaan disampaikan kepada Jaksa Fulton, Fani Willis, yang wilayah kerjanya termasuk Atlanta, ibu kota Georgia.
Willis menyebut, telepon oleh Trump sangat mengganggu. ”Saya akan menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Saat penyelidikan selesai, masalah ini akan disampaikan kantor kami berdasarkan fakta dan hukum,” ujarnya.
Undang-undang Georgia melarang semua upaya kecurangan pemilu, termasuk tindakan yang mendukungnya. Aturan melarang siapa pun bekerja sama, meminta, memerintahkan, atau upaya lain yang bisa membuat seseorang terlibat kecurangan pemilu. ”Sulit dipahami bahwa telepon dari presiden yang mengancam itu mendesak penyelenggara pemilu mencarikan suara untuk dirinya,” kata Lisa Kern Griffin, pengajar hukum pada Duke University School of Law dan mantan jaksa federal AS.
Sementara dosen hukum di Georgia State University, Anthony Michael Kreis, mengatakan bahwa pertanyaannya adalah apakah Trump meminta Raffensperger memalsukan surat suara atau hanya menyampaikan pendapat atas hasil pemilu. Trump mungkin berkilah hanya menyatakan pendapat.
Masalahnya, menurut Kreis, Trump menyebut angka tertentu kepada Raffensperger. Hal itu bisa dimaknai sebagai upaya Trump mengubah hasil pemilu dan mengancam Raffensperger. (AP/REUTERS)