Belajar Beradaptasi dari Moorissa Tjokro, Insinyur Tesla Asal Indonesia
Insinyur Tesla asal Indonesia, Moorissa Tjokro, berbagi kisah hidup beradaptasi dengan pandemi Covid-19. Bagi dia, berbagai adaptasi selama tahun 2020 adalah bekal untuk menjadi lebih kuat di tahun 2021.
Pandemi Covid-19 berdampak pada aktivitas orang-orang di dunia secara tidak terkecuali. Moorissa Tjokro (26), insinyur asal Indonesia untuk perusahaan Tesla di California, Amerika Serikat, turut merasakan dampak pandemi sehingga banyak rencana sepanjang tahun 2020 yang berubah.
Insinyur yang fokus pada data dan kecerdasan buatan ini menjalani penyesuaian terberat dalam hidupnya. Dia susah payah mengadaptasi gaya hidup dan pekerjaan yang lebih terpusat dari rumahnya di San Francisco. Dia juga terpaksa urung pulang bertemu keluarga di Indonesia sepanjang 2020.
Berbagai rintangan sepanjang tahun itu justru membuatnya berintrospeksi diri. Dia belajar banyak hal baru, termasuk menghargai kedisiplinan, waktu, dan kebersamaan dengan orang terkasih. Dalam keadaan pandemi pun, Moorissa tetap dapat menyelesaikan pekerjaan terbesarnya tahun ini, yakni mengevaluasi fitur Full-Self Driving untuk kendaraan Tesla.
Baca juga: Revolusi ala Tesla Menandai Era Baru Industri Otomotif
Berbagai cerita itu terangkum dalam wawancara Kompas bersama Moorissa secara daring, Sabtu (2/1/2021). Berikut kutipan wawancara bersamanya.
Banyak orang sepakat 2020 adalah tahun yang tidak mudah. Banyak hal terjadi, terutama pandemi Covid-19 yang melanda setahun belakangan ini. Bagaimana kamu memaknai situasi tahun ini?
Tahun 2020, menurutku, adalah masa yang sulit bagi banyak orang. Pandemi Covid-19 dan kebijakan karantina wilayah di AS berdampak pada tingkat pengangguran sekitar 14,7 persen. Angka itu paling tinggi sejak The Great Depression pada 1930. Millions of lives were lost too.
Baca juga: Inovasi untuk Bangkit Setelah Pandemi
Banyak kesedihan dan kegagalan yang juga saya alami sepanjang 2020. Namun, pada masa-masa paling sulit inilah saya mendapat kekuatan yang paling besar. Jadi, walaupun 2020 terasa sedih dan campur aduk, saya bersyukur atas hikmah dari tahun 2020. And I’m very hopeful for a stronger, brighter 2021.
Mari kilas balik sejenak, melihat bulan demi bulan sepanjang 2020. Di pengujung tahun, bagaimana kamu memandang 2020 secara keseluruhan?
Secara keseluruhan, 2020 adalah tahun yang unik dan tak terduga. Mulai dari pandemi di awal tahun, kasus Breonna Taylor, dan gerakan Black Lives Matter yang gempar di seluruh dunia. Ada kebakaran besar di California pada Agustus dan dinamika pemilihan presiden AS pada November. Saya enggak menyangka berbagai peristiwa itu bisa terjadi.
Banyak kesedihan dan kegagalan yang juga saya alami sepanjang 2020. Namun, pada masa-masa paling sulit inilah saya mendapat kekuatan yang paling besar.
Tahun 2020 juga seakan me-reset dunia agar kita semua, di mana saja kita berada, dan apa pun latar belakang kita, bisa menghargai lingkungan alam yang sudah memberikan segalanya. Orang-orang juga tampaknya belajar menghargai pentingnya kesetaraan di tengah isu rasial.
Baca juga: Konflik Warga Warnai Kericuhan Rasial
Saya juga belajar menghargai waktu dan kebersamaan. Terutama saat harus hidup jauh dari keluarga dan orang-orang yang kita cintai, maka kebersamaan itu menjadi lebih bermakna.
Masih ingatkah kamu dengan kehidupan sebelum pandemi? Kapan tepatnya situasi di sekitarmu berubah karena wabah ini? Lalu, kapan tepatnya kamu mulai beradaptasi?
Saya ingat awal Maret 2020, California mulai lockdown. Peraturan kantor (Tesla) pada saat itu mewajibkan karyawan untuk work from home (WFH). Dari kerja sampai kehidupan sehari-hari, saya harus langsung beradaptasi, mau enggak mau demi kebaikan komunitas dan banyak orang.
Bagaimana penyesuaian terjadi saat bepergian, bekerja, dan aktivitas lainnya? Seberapa sulit kamu menjalani itu?
Waktu saya sehari-hari memang paling banyak habis untuk bekerja. Masa-masa WFH menjadi sangat sulit karena banyak banget distraksi di rumah. Butuh waktu lama bagi saya agar bisa beradaptasi.
Saya beradaptasi dengan kedisiplinan. Saya belajar untuk tahu batas antara urusan pekerjaan dan kehidupan pribadi. Sampai sekarang pun saya masih terus belajar untuk membedakan waktu kerja dan waktu luang secara jelas.
Baca juga: Tahun 2020, Bersyukur Mampu Bertahan
Bepergian pun menjadi sulit. Enggak perlu jauh-jauh, ke toko swalayanatau taman saja sudah harus waspada dengan potensi penularan Covid-19.
Gimnasium tutup. Rutinitas renang saya pun jadi tertunda. Dalam keadaan itu, saya beradaptasi dengan lari pagi saat tidak terlalu banyak orang di luar. Saya juga melatih diri dengan high intensity interval training (HIIT) di rumah.
Bagaimana pandemi memengaruhi rencana kehidupanmu sepanjang tahun 2020? Apakah ada perubahan dari yang kamu rencanakan sejak awal?
Awal tahun 2020 saya berencana pulang (ke Indonesia) lebih sering. Saya ingin bisa meluangkan waktu untuk orangtua dan keluarga. Semua rencana itu gagal karena pandemi. Rencana menjadi pengiring pengantin (bridesmaid) untuk teman baik saya juga tertunda sampai tahun depan.
Seperti yang kamu tahu, lives happen in video calls since the past year. Saya jadi enggak pulang sama sekali selama masa pandemi ini.
Baca juga: Elon Musk, dari Usaha Rintisan hingga Kolonisasi Planet Mars
Berbicara pencapaian selama 2020, apakah banyak rencana yang tertunda? Lalu, apa pencapaian terbesarmu tahun ini?
Selama 2020, saya ingin berkontribusi sebanyak-banyaknya untuk teknologi kecerdasan buatan atau AI. Tahun ini, saya turut mengevaluasi sejumlah fitur Full-Self Driving untuk Tesla yang kini dipakai secara terbatas di beberapa negara. Saya sangat bangga karena bisa berkontribusi dan belajar dari rekan kerja di Tesla.
Bagaimana caramu berkompromi dan menyesuaikan diri dengan perubahan sepanjang tahun ini?
Perubahan rencana bagiku adalah hal wajar. Sebab, kesempatan sering kali juga datang dan pergi tanpa bisa diduga.
Caraku berkompromi adalah dengan melihat garis besar tujuanku dan target pencapaian di awal. Keputusan yang aku buat saat banyak rencana berubah harus tetap selaras dengan target pencapaian awal. Hal itu juga mesti selaras dengan prinsip hidupku.
Sebagian orang bahkan mengalami titik terendah dalam hidup saat pandemi, apa kamu mengalaminya juga? Apa yang terlintas di benakmu saat itu? Dalam situasi itu pula, hal apa yang selalu kamu syukuri di tengah pandemi?
Kesulitan dan kegagalan pasti ada saat kita ingin berkembang menjadi orang yang lebih baik atau membuat dampak yang besar. Ketika mengalami titik terendah, tentu saja saya hampir menyerah.
Baca juga: Tahun yang Berat bagi Kawula Muda
Tetapi di situ saya berusaha kembali mendengarkan kata hati, lalu mengingat lagi apa yang sebenarnya saya inginkan sejak awal. Saran saya, dengarkan kembali kata hati saat sedang bimbang. Dengarkan baik-baik dan lakukan sesuai dengan keinginan itu. Don’t give up.
Caraku berkompromi adalah dengan melihat garis besar tujuanku dan target pencapaian di awal. Keputusan yang aku buat saat banyak rencana berubah harus tetap selaras dengan target pencapaian awal.
Hal yang paling saya syukuri juga adalah dukungan serta kehadiran orangtua. Mereka selalu ”ada” dan percaya kepada saya meski mereka jauh di Indonesia.
Pada situasi titik terendah itu, bagaimana dirimu tetap menjaga harapan dan semangat?
Kembali lagi dengan kata hati yang saya bilang tadi. I need to always remind myself what I exactly wanted to pursue—dreams, calling, goals—apa pun itu harus kita kejar karena hidup itu pendek. Kita harus percaya bahwa kegagalan dan tantangan sebenarnya adalah petunjuk dan batu loncatan untuk mencapai apa yang kita harapkan.
Lalu setelah melalui berbagai hal di tahun 2020, bagaimana dirimu melihat tahun 2021? Hal apa yang kamu rencanakan di tahun depan ini terkait kehidupan, karier, dan lainnya?
Saya meyakini 2021 akan jauh lebih baik atau setidaknya kita akan lebih siap menghadapi ketakterdugaan di tahun ini. Contohnya perkembangan vaksin yang relatif cepat dan telah dirasakan warga AS per Desember 2020. Hal itu terhitung cepat apabila melihat vaksin telah ada kurang dari satu tahun penyebaran pandemi.
Baca juga: AS Mulai Gulirkan Vaksinasi Covid-19, Target 20 Juta Warga Divaksin Bulan Ini
Atas segala hal yang terjadi selama 2020, apa alasanmu untuk tetap optimistis di tahun 2021? Apa yang terus kamu harapkan segera terjadi tahun ini?
Saya percaya kalau setiap kesulitan pasti ada jalan keluarnya, sebesar apa pun kesulitan itu. Saya juga berharap semoga semua orang selalu sehat di tengah situasi pandemi.
Pandemi juga mungkin ingin memberi waktu bagi bumi untuk beristirahat sejenak dari polusi dan kelalaian yang kita buat. Sekarang mungkin waktunya menjaga lingkungan kita dari kerusakan akibat aktivitas manusia.