India Bersiap Vaksinasi Warganya, Didahului Pelatihan Tenaga Kesehatan
Badan pengawasan obat India mengotoritasi penggunaan vaksin AstraZeneca-Oxford di negara itu. India berencana memvaksin 300 juta warganya sampai Juli 2021.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
NEW DELHI, SABTU — India, negara dengan jumlah kasus Covid-19 tertinggi kedua setelah Amerika Serikat, menggelar latihan vaksinasi di seluruh negara bagian, Sabtu (2/1/2021). Latihan itu sebagai persiapan untuk salah satu program vaksinasi terbesar di dunia bagi 1,35 miliar jiwa warganya secara bertahap.
Untuk pelaksanaan program vaksinasi massal, 96.000 petugas kesehatan diikutkan dalam pelatihan. Program vaksinasi dimulai setelah Komite Ahli Subjek (SEC) pada Badan Umum Pengawasan Obat Pemerintah India (DCGI) menyetujui penggunaan darurat vaksin buatan AstraZeneca-Oxford, Jumat kemarin.
Tidak ada sumber resmi di DCGI yang berkomentar mengenai hal ini. Namun, konfirmasi datang dari Menteri Informasi dan Penyiaran Prakash Javadekar, Sabtu ini, yang menyebutkan bahwa vaksin yang dimaksud telah disetujui penggunaanya pada Jumat malam.
”Satu disetujui kemarin untuk penggunaan darurat, Covishield, yang diproduksi Institut Serum India,” katanya, mengacu nama vaksin yang dibuat di dalam negeri oleh Institut Serum India (SII).
Selain vaksin AstraZeneca-Oxford, Javadekar mengatakan, setidaknya tiga vaksin lagi tengah mengantre untuk menunggu persetujuan dari komite ahli DCGI. ”India mungkin satu-satunya negara di mana setidaknya empat vaksin sedang disiapkan,” katanya.
Komite Ahli, dikutip dari laman media India The Hindu, masih meminta data ilmiah tambahan satu calon vaksin buatan India lainnya, yaitu Covaxin, yang dikembangkan oleh perusahaan Bharat Biotech, khususnya tentang efektivitas vaksin.
Satu lagi yang tengah mengantre persetujuan untuk digunakan di India adalah vaksin buatan Pfizer-BioNTech, yang telah digunakan di Amerika Serikat dan Inggris.
Selain tiga vaksin di atas, dikutip dari laman BBC, India diketahui tengah menjalani percobaan beberapa calon vaksin dari dalam dan luar negeri.
Beberapa vaksin yang tengah diuji coba di antaranya adalah ZyCov-Di (yang dikembangkan oleh perusahaan Zydus-Cadila, Ahmedabad), Biological E (yang dikembangkan sebuah perusahaan vaksin lokal bersama Dynavax dan Baylor College of Medicine yang berbasis di AS), HCGO19 (vaksin yang dikembangkan Genova bekerja sama dengan HDT Biotech Corp di Seattle, AS), vaksin Sputnik Rusia, dan vaksin Novavax (kerja sama SII dengan perusahaan vaksin AS Novavax).
Menteri Kesehatan India Harsh Vardhan, Sabtu, mengatakan, simulasi vaksinasi diperlukan untuk membantu membangun keahlian sehingga program vaksinasi bisa dilakukan tanpa kesalahan. Dia juga menyerukan kampanye untuk melawan ”rumor yang menyesatkan” yang mungkin membuat orang takut untuk mendapatkan vaksin.
India adalah negara kedua terbesar, setelah AS, yang memiliki kasus Covid-19 terbanyak. Dikutip dari Worldometer.info, terdapat 10,305 juta kasus positif hingga Sabtu petang. Jumlah kematian akibat penyakit ini mencapai 149.218 jiwa.
Untuk tahap pertama, India menargetkan bisa memvaksin 300 juta penduduknya atau sekitar 25 persen dari total populasi hingga pertengahan 2021.
Serum Institute of India, produsen vaksin terbesar di dunia, telah menimbun hingga setidaknya 100 juta dosis vaksin Covishield dan AstraZeneca-Oxford. Untuk pelaksanaan program vaksinasi massal, sebanyak 96.000 petugas kesehatan terlatih telah disiapkan.
Mengutip keterangan laman Pemerintah India, simulasi pada Sabtu dilakukan di 285 lokasi yang tersebar di 125 distrik di seluruh India. Menurut Vardhan, lokasi-lokasi ini merepresentasikan lokasi di daerah perkotaan maupun perdesaan untuk mengamati kelebihan dan kekurangan yang harus disempurnakan pada saat proses vaksinasi itu berlangsung.
Titik kritis
Sejak September lalu, layanan kesehatan di India sudah mencapai titik kritis ketika jumlah kasus positif Covid-19 di negara ini nyaris mencapai 100.000 kasus per hari. Di Ibu Kota India, New Delhi, menurut laman DW, otoritas kesehatan terpaksa meminta rumah sakit swasta memprioritaskan 80 persen kapasitas ruang gawat darurat mereka untuk menangani pasien Covid-19.
Peringatan serupa kembali disampaikan dr Farah Husain, Kepala Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Lok Nayak, rumah sakit rujukan pasien Covid-19 terbesar di New Delhi.
Dikutip dari laman ABC, Husain mengatakan, unit gawat darurat kini nyaris tidak mampu menerima pasien lagi karena pasien Covid-19 yang datang memiliki gejala-gejala yang lebih kompleks dibandingkan dengan gelombang sebelumnya.
Rekan Husain, dokter Nandini Passi, ahli paru-paru, menyebutkan, pasien yang datang rata-rata berusia muda, antara 25-26 tahun dengan kondisi paru-paru yang sudah cukup parah.
Pola pikir pasien, khususnya yang masih tergolong usia muda dan produktif yang mengira bahwa mereka tidak akan tertular, menurut dr Passi, sebaliknya membuat mereka dibawa ke rumah sakit setelah kondisi cukup parah. Bahkan, beberapa di antaranya harus menjalani perawatan hingga satu bulan. (Reuters/AFP)