Aktivis Perempuan Arab Saudi Hathloul Dipenjara 6 Tahun
Arab Saudi vonis penjara perempuan aktivis HAM. Amerika Serikat memperhatikan implementasi HAM di Saudi.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
DUBAI, SENIN — Aktivis pejuang hak perempuan terkemuka di Arab Saudi, Loujain al-Hathloul, didakwa hukuman penjara selama enam tahun delapan bulan karena dianggap bersalah melakukan kegiatan terkait dengan terorisme. Hathloul dituduh hendak mengubah sistem politik Kerajaan Arab Saudi dan mengganggu keamanan nasional Saudi.
Informasi itu dikabarkan oleh harian Arab Saudi, Sabq dan al-Sharq al-Awsat, Senin (28/12/2020). Putusan pengadilan dan hukuman itu akan menjadi tantangan bagi hubungan Putra Mahkota Mohammed bin Salman dengan Presiden Amerika Serikat terpilih Joe Biden yang mengkritik catatan hak asasi manusia Arab Saudi.
Hathloul (31) yang sudah ditahan sejak 2018 itu akan mengajukan banding. Ia ditahan bersama beberapa aktivis perempuan lainnya. Menurut informasi dari adiknya, Lina, pengadilan menangguhkan 2 tahun dan 10 bulan dari hukuman 5 tahun 8 bulan, sebagian besar hukuman sudah dijalani sejak ditangkap 15 Mei 2018. Ketentuan pembebasan bersyaratnya akan menyusul kemudian.
Kedua harian itu juga menyebutkan Hathloul bisa dibebaskan pada Maret 2021 tetapi masih bisa kembali dipenjara apabila ia melakukan tindak kejahatan. Hathloul juga dilarang bepergian ke luar negeri selama 5 tahun. ”Kakak saya bukan teroris. Ia aktivis yang memperjuangkan reformasi kerajaan Saudi,” kata Lina.
Kelompok-kelompok HAM dan pihak keluarganya mengatakan Hathloul selama ini memperjuangkan hak perempuan untuk menyetir kendaraan dan mengakhiri sistem perwalian laki-laki. Pemerintah kerajaan juga dituduh telah melakukan kekerasan terhadapnya, termasuk setrum listrik, kekerasan seksual, dan berbagai bentuk penyiksaan lainnya. Namun, otoritas Saudi membantah semua tuduhan.
Hukuman Hathloul diberikan tiga pekan setelah Saudi memenjarakan Walid al-Fitaihi selama enam tahun. AS meminta Saudi membebaskan dokter berdarah AS-Saudi itu karena penahanannya, menurut para aktivis, bermotif politik. Penasihat keamanan nasional Biden, Jake Sullivan, mengatakan pemerintahan Biden akan mengangkat isu HAM dengan Saudi.
”Hukuman Hathloul hanya karena mempraktikkan hak-hak universalnya itu tidak adil. Pemerintahan Biden-Harris akan melawan pelanggaran HAM di mana pun,” tulis Sullivan di Twitter.
Para pakar HAM di PBB menilai tuduhan terhadap Hathloul itu tidak benar sehingga ia harus segera dibebaskan. Ada yang menduga hukuman terhadap Hathloul ini akan dimanfaatkan sebagai ”kartu” untuk berunding dengan pemerintahan Biden. Sejak awal Biden sudah menegaskan akan bersikap lebih tegas pada Saudi dibandingkan dengan Donald Trump yang justru mendukung MBS bahkan menjadi pelindung ketika dunia mengecam Saudi atas kasus pembunuhan wartawan Saudi, Jamal Khashoggi.
Hak perempuan
Hathloul mulai menonjol ketika mengampanyekan hak perempuan untuk menyetir kendaraan pada 2013. Pemerintah Saudi menahan perempuan-perempuan aktivis karena dicurigai hendak menganggu kepentingan Saudi dan mencari dukungan dari luar negeri.
Kelompok HAM Saudi ALQST yang berbasis di London, Inggris, mengatakan ada aktivis perempuan lain, yakni Mayaa al-Zahrani, yang juga didakwa dan juga dihukum penjara enam tahun. Tak hanya itu. Lembaga Human Rights Watch menyebutkan Nassimah al-Saadah juga dipidana penjara 5 tahun, akhir November lalu.
Tuntutan terhadap Hathloul yang hukuman maksimalnya bisa sampai 20 tahun penjara adalah berencana mengubah sistem politik Saudi, menuntut mengubah sistem perwalian laki-laki, melamar pekerjaan di PBB, dan berkomunikasi dengan kelompok HAM internasional dan aktivis-aktivis Saudi. Ia juga dituntut karena berkomunikasi dengan diplomat-diplomat asing dan media internasional.
Awal bulan ini, Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan menjelaskan Hathloul dituduh berkomunikasi dengan negara-negara ”tidak bersahabat” dan memberikan informasi-informasi rahasia. Namun, pihak keluarganya menegaskan tidak ada bukti untuk tuduhan itu.
Hathloul pertama kali ditahan tahun 2014 semasa pemerintahan Raja Abdullah. Ia ditahan selama 70 hari setelah merekam video langsung dirinya sedang menyetir mobil sendiri dari Uni Emirat Arab ke Arab Saudi. Ini bentuk protes larangan menyetir untuk perempuan Saudi. Ia juga menentang keras sistem perwalian laki-laki yang melarang perempuan bepergian ke luar negeri tanpa didampingi ayah, suami, atau adik kakak laki-laki. Pihak kerajaan kemudian melonggarkan sistem perwalian itu tahun lalu dan mengizinkan perempuan mengajukan paspor serta bepergian dengan bebas.
Perjuangan Hathloul membuahkan berbagai penghargaan HAM. Ia juga masuk dalam nominasi penghargaan Nobel Perdamaian. Ia ditangkap pada 2018 segera setelah menghadiri pertemuan terkait PBB di Geneva setelah membicarakan situasi HAM perempuan di Saudi. Ia diculik pasukan keamanan UEA di Abu Dhabi dan dibawa ke Arab Saudi. Pada waktu itu, ia tinggal di UEA karena sedang mengambil program master.
”Kasus terhadap Hathloul hanya berdasarkan kegiatan HAM-nya. Ini jelas upaya membungkam suara-suara independen,” kata Adam Coogle dari Human Rights Watch. (REUTERS/AFP/AP)