Pandemi Covid-19 telah mendisrupsi program pengendalian penyakit lain. Jika hal ini tidak diatasi, gelombang lonjakan kasus penyakit lain bakal terjadi dalam satu dekade mendatang.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
Pandemi Covid-19 telah menginfeksi lebih dari 80 juta penduduk dunia dan menewaskan 1,7 juta jiwa lebih. Pandemi juga telah memengaruhi semua aspek kehidupan sekaligus mengganggu setiap aspek kesehatan global. Fokus dunia untuk mengendalikan Covid-19 telah membalikkan kemajuan pengendalian penyakit menular dan tidak menular selama puluhan tahun.
Misalnya, cakupan vaksinasi telah anjlok ke level yang sama seperti tahun 1990-an yang berpotensi memunculkan wabah penyakit menular, seperti campak dan polio. Sebelum pandemi, kematian akibat campak yang terus bertambah menjadi keprihatinan banyak ahli kesehatan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) serta Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Amerika Serikat (CDC) mencatat, kasus campak global tahun 2019 sebanyak 869.770 menjadi yang terbanyak dalam 23 tahun terakhir. Kematian akibat campak pun naik hampir 50 persen sejak 2016.
Kini, sebanyak 26 negara telah menghentikan sementara kampanye vaksinasi campak untuk fokus menekan penyebaran Covid-19. Akibatnya, sebanyak 94 juta orang berisiko tinggi tidak mendapat vaksin campak.
Selain itu, sebanyak 28 negara juga telah menunda vaksinasi polio sehingga memunculkan wabah baru. Penularan virus polio liar juga meningkat di dua negara endemik tersisa di dunia, yaitu Afghanistan dan Pakistan.
William A Haseltine, Presiden ACCESS Health International, dalam Think Global Health, 10 Desember 2020, menulis, para pakar kesehatan khawatir akan potensi peningkatan kasus malaria, HIV, dan tuberkulosis, tiga besar penyakit menular, seiring upaya pencegahan serta penelusuran kasus terkendala pembatasan sosial selama pandemi Covid-19. Sejumlah pemodelan memprediksi bahwa kematian akibat malaria di Sub-Sahara Afrika bisa naik dua kali lipat jika upaya pencegahan dan perawatan terganggu.
Result Report 2020 dari Global Fund yang dirilis, September 2020, menunjukkan bahwa kemitraan Global Fund telah menyelamatkan 38 juta jiwa sejak 2002, termasuk 6 juta jiwa pada 2019 atau naik 20 persen dari tahun sebelumnya. Kematian akibat AIDS, tuberkulosis, dan malaria setiap tahun di negara tempat Global Fund bekerja berkurang hampir 50 persen.
Akan tetapi, catatan pencapaian luar biasa itu terdisrupsi oleh pandemi Covid-19. Tes HIV di beberapa negara turun 50 persen, sedangkan notifikasi kasus tuberkulosis baru anjlok hingga 75 persen. Kampanye pembagian jaring nyamuk di banyak negara juga ditunda. Dalam jangka panjang, ini bisa menjadi ledakan kasus yang tidak mudah diatasi.
Pemerintah setiap negara perlu mencari titik keseimbangan antara menjalankan program pencegahan penyakit dan pelayanan kesehatannya dengan pengendalian Covid-19. Jangan sampai fokus pengendalian pandemi justru memunculkan lebih banyak korban dari penyakit lain. Jika ini tidak dilakukan, satu dekade yang akan datang menyongsong target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2030 akan menjadi jalan terjal yang harus dilalui.
Lonjakan kasus penyakit menular di tahun-tahun mendatang akan bermunculan jika tidak diantisipasi secara sistematis, sesuatu yang pastinya bakal mengganggu jalannya roda ekonomi sebuah negara. Mengantisipasi gelombang penyakit lain pascadisrupsi pandemi tidak mudah memang. Namun, mau tidak mau ini harus dikerjakan.
Meski pahit dan penuh duka, tahun 2020 mesti tetap diingat oleh setiap pengambil kebijakan di setiap negara. Pengingat agar kesehatan selalu menjadi pertimbangan dalam setiap aspek kebijakan pembangunan (health in all policy) dan fokus pada penguatan sistem kesehatan.