Sepakati Perdagangan Pasca-Brexit, Inggris-UE Optimistis Hadapi Masa Depan
Kesepakatan Inggris-Uni Eropa akhirnya tercapai setelah negosiasi panjang digelar pasca-keluarnya Inggris dari UE pada awal 2020. Keduanya kini berharap terwujud masa depan yang lebih baik bagi masing-masing pihak.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
BRUSSELS, JUMAT — Inggris dan Uni Eropa akhirnya mencapai kesepakatan perdagangan pasca-Brexit, Kamis (24/12/2020), setelah negosiasi panjang selama sekitar 10 bulan. Dilandasi kesepakatan yang tercantum dalam dokumen setebal 1.500 halaman, kedua pihak menegaskan perpisahan baik-baik secara penuh dan mencoba menatap masa depan dengan optimistis di tengah ketidakpastian, khususnya menghadapi pandemi Covid-19.
”Kami telah mengambil kembali kendali atas hukum kami dan takdir kami. Kami telah mengambil kembali kendali atas setiap catatan dan titik regulasi kami dengan cara yang lengkap dan tidak dalam kekangan,” kata Perdana Menteri Inggris Boris Johnson.
Hal senada juga disampaikan Ketua Komisi Uni Eropa Ursula von der Leyen. Ia menyatakan, ”Di akhir perjalanan negosiasi yang sukses, saya biasanya merasakan kegembiraan. Namun, hari ini, saya hanya merasakan rasa puas dengan tenang dan, terus terang, lega,” katanya.
Von der Leyen mengutip penulis drama Inggris William Shakespeare yang mengatakan, ”Perpisahan adalah kesedihan yang manis.” Ia tetap menegaskan bahwa pasar tunggal bakal tetap adil.
Von der Leyen meminta kepada 440 juta warga Uni Eropa yang tersisa dalam serikat 27 negara itu untuk melupakan drama empat tahun sejak referendum Brexit Inggris dan menatap ke masa depan. ”Saya katakan inilah saatnya untuk meninggalkan Brexit. Masa depan kami dibuat di Eropa,” kata perempuan politisi asal Jerman itu.
Kesepakatan Inggris-Uni Eropa akhirnya tercapai setelah negosiasi panjang dilakukan pasca-keluarnya Inggris dari UE pada awal 2020. Inggris secara resmi meninggalkan UE setelah referendum pada 2016, menjadikan negara itu sebagai negara pertama yang memisahkan diri dari perkumpulan hasil proyek politik dan ekonomi di Eropa yang dibangun kembali setelah Perang Dunia II.
Perdebatan keras antara Inggris dan UE, antara lain, terjadi pada isu soal hak penangkapan ikan dan aturan bisnis. Para pebisnis Inggris dan UE akan lebih lega setelah kini mendapatkan kejelasan-kejelasan aturan yang disepakati menjelang berakhirnya masa transisi di penghujung tahun ini.
Von der Leyen mengatakan bahwa meskipun akan menjadi ”negara ketiga”, Inggris akan menjadi mitra tepercaya bagi UE. Sebaliknya, Johnson bersikeras menilai bahwa Brexit dan kesepakatan-kesepakatan yang mengiringinya itu adalah ”kesepakatan yang bagus untuk seluruh Eropa dan juga untuk teman sekaligus mitra Inggris”. Johnson naik ke kursi PM dengan janji menyelesaikan proses Brexit.
Tanggapan pemimpin Eropa
Tanggapan beragam disampaikan sejumlah pemimpin Eropa. Kanselir Jerman Angela Merkel menyampaikan keyakinannya bahwa kesepakatan itu adalah hasil yang baik bagi kedua pihak. Presiden Perancis Emmanuel Macron—sering digambarkan sebagai momok oleh tabloid-tabloid Inggris—mengatakan bahwa ”persatuan dan ketegasan Eropa terbayar” lewat kesepakatan itu. Adapun Perdana Menteri Irlandia Micheal Martin menyebut kesepakatan itu adalah ”versi Brexit terbaik yang dapat diraih” oleh para pihak.
Johnson boleh menyebut kesepakatan itu sebagai kemenangan pada malam Natal. Ia pun menyebut kesepakatan itu sebagai ”hadiah” bagi Inggris. Namun, tetap saja ada warga yang terlihat kurang puas dan merasa harap-harap cemas dengan masa depan mereka.
”Saya pikir (perundingan Brexit) itu terlalu lama berlarut-larut,” kata David Ashby (62 tahun), warga Inggris di Lincolnshire. Ia seakan menyimpulkan suasana hati banyak orang. ”Menurut saya (Brexit), itu masih bukan ide yang bagus,” kata Andy Finch, warga lainnya di Lincolnshire. ”Tetapi, di situlah kita berada. Maka kita lihat saja ke depan.”
Suasana lebih optimistis terasa terlihat di London. ”Akan menjadi sebuah bencana jika kita tidak mencapai kesepakatan,” kata Shane O\'Neill, warga setempat.
Menyusul pengumuman kesepakatan politik itu, Komisi Eropa akan mengirimkan dokumen kesepakatan ke 27 negara anggota UE. Para duta besar mereka bertemu pada Jumat (25/12/2020). Diperkirakan butuh waktu dua atau tiga hari untuk menganalisis isi perjanjian tersebut. Dari pertemuan ini, UE akan memutuskan apakah blok itu akan menyetujui implementasi sementara atau tidak.
Para anggota parlemen Inggris juga harus menunda atau bahkan meniadakan liburan akhir tahun mereka. Mereka bakal menggelar pemungutan suara terkait kesepakatan yang ditargetkan teraih pada 30 Desember mendatang. Dengan dukungan oposisi terhadap pelaksanaan hal itu, kesepakatan perdagangan pasca-Brexit antara UE dan Inggris tersebut diperkirakan bakal lolos dengan mudah di sidang parlemen.
Dampak bagi pebisnis
Namun, dengan posisi Inggris di luar pasar tunggal UE dan wilayah pabean, para pebisnis antar-Inggris dan UE masih akan menghadapi serangkaian peraturan baru dan kemungkinan penundaan.
Para analis memperkirakan, di tengah proses finalisasi kesepakatan dan perkembangan terkait pandemi Covid-19, ekonomi kedua pihak masih rawan untuk semakin terpukul. Meski demikian, hubungan kedua pihak akan berada pada pijakan yang lebih pasti. Kondisi itu dinilai memberikan kepastian bagi para pebisnis di kedua pihak.
Berkaca pada hasil referendum yang mengejutkan pada 2016, ketika warga Inggris lebih banyak yang ingin London lepas dari Brussels, UE khawatir jika Inggris menderegulasi industrinya. Jika hal itu terjadi, perusahaan asal negara mereka akan menghadapi persaingan yang tidak sehat.
Brussels bersikeras bahwa satu-satunya cara untuk menjaga perbatasan darat antara Irlandia dan Inggris tetap terbuka adalah dengan menjaga Irlandia Utara, sebuah provinsi di wilayah Inggris, dalam serikat kepabeanannya. Para anggota UE menolak keras memberikan akses ke perairan mereka bagi Inggris. Kesepakatan yang akhirnya tercapai di antara kedua pihak saat ini diharapkan memberikan manfaat yang saling menguntungkan. (AFP/REUTERS)