Warga Singapura Merasa Vaksin Covid-19 Tak Lagi Mendesak
Kasus harian hampir nol dan tingkat kematian akibat Covid-19 di Singapura termasuk terendah di dunia.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
SINGAPURA, RABU —Pada saat Pemerintah Singapura bersiap melakukan vaksinasi Covid-19, sebagian masyarakat malah mulai merasa vaksinasi tak lagi mendesak. Apalagi karena Singapura relatif berhasil mengendalikan Covid-19. Sebagian warga masyarakat khawatir dengan potensi efek samping yang bisa ditimbulkan akibat vaksinasi.
Kasus harian hampir nol dan tingkat kematian akibat Covid-19 di Singapura termasuk terendah di dunia. ”Singapura relatif bisa mengendalikan Covid-19. Saya tidak yakin vaksin akan bisa membantu,” kata Aishwarya Kris (40) yang tidak mau divaksin.
Jajak pendapat oleh harian The Straits Times, awal Desember lalu, menunjukkan, 48 persen responden mau divaksin jika vaksinnya sudah tersedia, sementara 34 persen akan menunggu saja dulu sampai 6-12 bulan.
Meski demikian, pemerintah tetap akan melakukan vaksinasi untuk menggulirkan perekonomiannya lagi. Apalagi karena Singapura bergantung pada perdagangan dan perjalanan dan sedang bersiap menggelar pertemuan tahunan Forum Ekonomi Dunia tahun depan.
”Singapura menjadi korban dari keberhasilannya sendiri,"” kata pakar penyakit menular di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Leong Hoe Nam.
Untuk menjamin keamanan vaksin, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong (68) mengatakan, ia dan rekan-rekannya akan menjadi penerima vaksin pertama. Vaksin yang disediakan pemerintah itu gratis, bukan paksaan, dan akan diberikan pertama-tama kepada pekerja medis dan orang lanjut usia.
Pengiriman pertama vaksin Pfizer-BioNTech akan tiba pekan ini dan pemerintah memastikan stok vaksin cukup untuk seluruh penduduknya yang berjumlah 5,7 juta pada kuartal III tahun 2021. Vaksin gelombang pertama akan diprioritaskan untuk pekerja medis sampai 1-2 bulan ke depan.
”Mungkin akan butuh waktu beberapa bulan sampai vaksin itu juga bisa diberikan kepada warga masyarakat lainnya, bergantung pada stok dan jadwal pengiriman vaksin,” kata Lawrence Wong, menteri yang memimpin gugus tugas virus Covid-19.
Sebagian warga Singapura siap divaksin tidak hanya untuk melawan Covid-19, tetapi juga berharap akan bisa bepergian lagi. Namun, sebagian lain mau divaksin hanya karena memenuhi kewajiban sebagai warga negara.
”Hanya saya saja yang setiap hari harus keluar rumah untuk bekerja. Jadi, saya harus bertanggung jawab melindungi diri, keluarga, dan masyarakat,” kata Jeff Tan (39).
Efek samping
Warga Singapura secara umum menerima vaksin. Akan tetapi, kata Hsu Li Yang di Sekolah Kesehatan Masyarakat Saw Swee Hock di National University of Singapore, ada kekhawatiran vaksin baru itu akan memiliki efek samping tak diinginkan meski telah melalui penelitian dan menggunakan teknologi canggih serta sudah disetujui.
”Biasanya memang perlu waktu untuk sebuah vaksin diterima publik,” ujarnya.
Regulator obat-obatan Singapura sudah memberikan persetujuan setelah data yang dikirimkan Pfizer-BioNTech dianalisis terlebih dahulu untuk memastikan standar keamanan, kemanjuran, dan kualitasnya.
Hal itu perlu dilakukan karena sebelumnya ada laporan beberapa kasus reaksi alergi di Inggris dan Amerika Serikat setelah disuntik vaksin Pfizer. Namun, dalam uji klinis diketahui reaksi alergi itu bukan efek samping yang serius.
John Han (40), warga Singapura, mengaku mau divaksin, tetapi tidak sekarang. Ia baru akan mau divaksin setelah 80 persen penduduk Singapura sudah divaksin dan terbukti tidak ada efek samping.
”Kalau saya boleh memilih, saya mungkin tidak mau divaksin. Saya tidak keberatan harus pakai masker terus, menjaga diri, dan menghindari tempat-tempat ramai,” ujarnya.
Stok tambahan
Seperti Singapura, Malaysia juga mau menambah pesanan vaksin dari Pfizer-BioNTech di AS. Selain vaksin Pfizer, Malaysia juga berencana membeli 6,4 juta dosis vaksin buatan Rusia, Sputnik V.
Malaysia mengeluarkan anggaran sekitar 500 juta dollar untuk membeli vaksin untuk memvaksin 26,5 juta orang atau 82,8 persen dari jumlah total penduduknya.
Malaysia sudah membeli vaksin dari Pfizer dan vaksin buatan Inggris, AstraZeneca. Selain itu, juga kemungkinan akan membeli vaksin buatan China.
Menteri Sains, Teknologi, dan Inovasi Malaysia, Khairy Jamaluddin, mengatakan, pemerintah menambah stok vaksin untuk mempertimbangkan risiko akan ada beberapa vaksin yang mungkin tidak disetujui regulator atau jika produsen gagal mengirimkan vaksinnya. ”Tambahan stok itu untuk berjaga-jaga saja,” ujarnya.
Sejauh ini, Malaysia sudah membeli 12,8 juta dosis vaksin Pfizer dan pengiriman pertama diperkirakan sampai Februari mendatang. Malaysia juga sudah mengamankan 6,4 juta dosis vaksin AstraZeneca, dua kali lipat dari pesanan awal.
Selain berbicara dengan pengembang vaksin Sputnik V, Institut Gamaleya, Rusia, Malaysia juga sedang berunding dengan perusahaan farmasi China, Sinovac Biotech Ltd, dan CanSino Biologics untuk membeli vaksin mereka. (REUTERS/LUK)