Ratusan Pekerja Thailand Meninggal di Korea Selatan
Sebanyak 122 pekerja migran Thailand yang tidak memiliki dokumen meninggal di Korea Selatan selama tahun 2020, sampai pertengahan Desember.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
Ratusan pekerja migran tidak berdokumen asal Thailand meninggal di Korsel, sebagian tanpa diketahui penyebabnya. Kasus serupa pun pernah menimpa pekerja dari Indonesia.
SEOUL, SELASA — Sebanyak 122 pekerja migran Thailand yang tidak memiliki dokumen meninggal di Korea Selatan selama tahun 2020, sampai pertengahan Desember. Ini angka kematian tertinggi dalam beberapa tahun terakhir.
Ketiadaan laporan penyebab kematian para pekerja migran itu, dari sisi Korsel ataupun Thailand, memicu pertanyaan tentang kemampuan dua negara tersebut melindungi buruh migran.
Organisasi Buruh Internasional (ILO), badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurusi soal ketenagakerjaan dan pekerja di seluruh dunia, meminta Bangkok dan Seoul membuka penyelidikan terhadap kematian ratusan pekerja migran.
”(Data) itu mengkhawatirkan serta membutuhkan perhatian dan penyelidikan. Pekerja migran tidak berdokumen adalah yang paling minim mendapat perlindungan, serta (paling minim) kesehatan dan keselamatan mereka menjadi perhatian.” kata Nilim Baruah, spesialis migrasi tenaga kerja ILO.
Data dari Kedutaan Besar Thailand melalui mekanisme kebebasan informasi menyebutkan, jumlah pekerja migran Thailand yang meninggal di Korsel tahun 2015-2018 lebih banyak dibandingkan di negara asing lain. Sejak 2015, ada 522 warga Thailand meninggal di Korsel, sebanyak 84 persen di antaranya tak memiliki dokumen.
Empat dari 10 kematian yang dicatat dalam dokumen Kedubes Thailand di Seoul menyebutkan, penyebab kematian tidak diketahui. Penyebab lain adalah masalah kesehatan, kecelakaan, dan bunuh diri. Saat ini belum ada data untuk tahun 2019 dan 2020.
Pekerja migran, bekas pekerja migran, pegiat kemanusiaan, dan pejabat Thailand mengatakan, puluhan ribu migran tidak berdokumen di Korsel bekerja berlebihan, tak mendapat akses layanan kesehatan, dan tidak melaporkan eksploitasi karena takut dideportasi.
Hanya sedikit pula perhatian pada kondisi tenaga kerja dan upaya perbaikan situasi kerja, terutama di masa pandemi Covid-19 ini. Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) menyatakan ”prihatin” dengan data itu dan sedang memantau situasi.
Tidak manusiawi
Kementerian Luar Negeri Thailand mengatakan, sekitar 460.000 warganya mengadu nasib sebagai pekerja migran di luar negeri, baik legal maupun ilegal. Sekitar 185.000 orang di antaranya bekerja di Korsel. Dari jumlah itu, menurut Kedubes Thailand di Seoul, hanya 10 persen pekerja yang masuk dan bekerja di Korsel secara legal.
Sisanya adalah migran tanpa dokumen resmi, yang sering disebut sebagai ”hantu kecil” atau phi noi dalam bahasa Thailand. Mereka dapat bekerja di Korsel setelah membayar kepada perantara yang mengatur pekerjaan di luar negeri. Para migran menjadi tak berdokumen setelah melebihi batas kunjungan 90 hari di Korsel.
Mereka bekerja di pabrik, pertanian, dan perkebunan. Mereka mengaku mendapatkan setidaknya 1,2 juta won atau sekitar 1.100 dollar AS (setara Rp 15,651 juta) per bulan, tiga kali lipat upah minimum di Thailand.
Seorang mantan pekerja migran mengatakan, di tahun 2014 dia membayar 120.000 baht (sekitar Rp 56,5 juta) kepada seorang perantara untuk bekerja di Korsel dan mendapat pekerjaan di peternakan babi di tenggara Daegu. Dia bekerja setiap hari, tanpa jatah libur, dan tiga bulan tanpa gaji sehingga kemudian melarikan diri.
Asan Migrant Workers Center, lembaga advokasi pekerja di Seoul, menyatakan, ada kekhawatiran pekerja tidak berdokumen dari negara lain, seperti Nepal, Indonesia, dan Vietnam, juga meninggal karena penyebab yang tidak diketahui.
Catatan Kompas, dalam tahun 2020 sedikitnya tiga pekerja migran warga Indonesia meninggal di Korsel. Mereka adalah Wahyu Gianto, Fendi Wardoyo, dan terakhir Tomi Imam Darmawan yang ditemukan meninggal di kamar mandi asramanya tanpa diketahui sebabnya, awal Oktober 2020. (THOMSON REUTERS