Beijing menciptakan sistem yang ketat di Xinjiang setelah mengalami serangkaian serangan di wilayah itu dan tempat lain di China.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
Beijing akan tetap menerapkan tindakan tegas di wilayah Xinjiang, rumah bagi warga etnis minoritas Uighur. Namun, tindakan terfokus untuk memerangi ekstremisme dan terorisme.
BEIJING, SENIN — Pemerintah China memberi isyarat tetap akan bersikap tegas dalam mengendalikan keamanan di wilayah Xinjiang, rumah bagi etnis minoritas Uighur dan minoritas lainnya. Fokus Beijing semata-mata diarahkan untuk mencegah dan menangani ekstremisme dan terorisme yang merongrong keamanan China.
Wakil Direktur Jenderal Departemen Kehumasan Partai Komunis China di Xinjiang Xu Guixiang di Beijing, Senin (21/12/2020), mengatakan, tujuan utama Pemerintah China adalah menjaga keamanan bagi seluruh warga negara. ”Kami tidak bisa berpuas diri saat ini karena ancaman masih ada di luar sana,” kata Xu, seperti dilaporkan AP, Selasa (22/12/2020).
Kebijakan China di Xinjiang telah menjadi salah satu pokok perpecahan dengan Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump. Negara-negara Barat lain juga mengkritik Beijing atas tindakan keras di Xinjiang. Mereka menduga Beijing melanggar hak asasi manusia, khususnya warga minoritas.
Para pengamat mengatakan, otoritas China telah menahan lebih dari 1 juta orang di Xinjiang, memaksa banyak orang untuk melepaskan setidaknya unsur kepercayaan dan tradisi mereka. Aktivis HAM menuduh Beijing melakukan penahanan massal, kerja paksa, dan pengendalian kelahiran paksa serta menghapus bahasa dan budaya Uighur. Semua tuduhan itu dibantah keras oleh Beijing.
Pemerintah China menyatakan, kebijakan dan langkah China di Xinjiang semata-mata untuk menekan hingga meniadakan radikalisme. Kepada warga lokal, pemerintah membuat pelatihan kerja yang dapat menopang kehidupan perekonomian warga itu sendiri. Beijing mengklaim sukses karena dalam empat tahun ini tidak ada serangan teroris di sana.
Xu mengatakan, PKC sedang mengonsolidasikan langkah yang diambil hingga saat ini dan mencari cara untuk mencapai stabilitas berkelanjutan di daerah perbatasan multietnis seperti Xinjiang. ”Kita perlu berpikir lebih banyak tentang cara menyelesaikan masalah yang telah mengakar, termasuk landasan sosial dan kewilayahan yang melahirkan ekstremisme dan terorisme,” kata Xu.
China menciptakan sistem yang sangat ketat secara intensif di Xinjiang setelah mengalami serangkaian serangan di wilayah itu dan di tempat lain. Ancaman ekstremisme dan terorisme telah surut.
Pentagon telah menghapus Gerakan Islam Turkestan Timur, milisi asal Xinjiang, dari daftar terorisme pada November lalu. Xu mengatakan, bebas terorisme bukan berarti tidak ada ancaman atau bahaya sama sekali.
Diarahkan ke pabrik
Xu membantah bahwa PKC memberlakukan sistem kerja paksa terhadap warga Uighur. Hanya saja, setelah mengikuti pelatihan kerja dan lulus, para peserta pelatihan diarahkan dan diwajibkan bekerja di pabrik pemerintah di Xinjiang dan di tempat lain di China.
Ada 117.000 warga Xinjiang yang bekerja di bagian lain China sejak 2014. Mereka diarahkan melalui program yang memungkinkan pengembangan keterampilan. Kaum Uighur, diakui Xu, memang diarahkan untuk meninggalkan pertanian dan bekerja di industri dengan bayaran lebih tinggi.
Badan Bea dan Cukai AS telah memblokir impor kapas dan turunan katun dari Xinjiang tahun ini karena dugaan kerja paksa. Politisi Inggris juga menuntut perusahaan negaranya memastikan rantai pasokan mereka bebas dari kerja paksa.
Orang tak dapat berasumsi bahwa perusahaan di Xinjiang tidak bisa hidup tanpa pasar atau perusahaan AS.
Xu mengungkapkan, pembatasan oleh AS mendorong beberapa perusahaan di kawasan itu mencari pasar lain. ”Orang tak dapat berasumsi bahwa perusahaan di Xinjiang tidak bisa hidup tanpa pasar atau perusahaan AS,” katanya.
Wawancara AP digelar setelah Beijing mengadakan konferensi pers khusus tentang Xinjiang. Pemerintah China menyangkal semua kritik internasional yang dilancarkan secara rutin dan meningkat terkait tindakan Beijing di Xinjiang. Saat itu hadir empat warga Xinjiang. Dua di antaranya lulusan dari pusat pelatihan kejuruan dan dua lainnya pekerja pabrik di Xinjiang.
Empat warga Xinjiang itu berterima kasih karena diberi kesempatan oleh pemerintah. Tak ada yang mengatakan mereka dipaksa bekerja. Namun, otoritas Xinjiang tidak mengizinkan wartawan asing melaporkan secara bebas di wilayah tersebut. Akses-akses hanya diberikan secara terbatas dalam program kunjungan itu.
Elijan Anayat, juru bicara pemerintah wilayah Xinjiang dan seorang etnis Uighur, mengatakan bahwa laporan terkait kamp dan kerja paksa untuk membatasi pertumbuhan populasi Uighur adalah rekayasa belaka pihak asing.
Angka kelahiran di Xinjiang turun menjadi 10,7 per 1.000 orang pada 2018 setelah bertahan stabil di sekitar 15,5 per 1.000 orang selama delapan tahun sebelumnya.
Xu mengaitkan penurunan angka kelahiran di Xinjiang itu dengan generasi muda yang menginginkan keluarga lebih kecil dan penerapan yang lebih ketat atas batasan jumlah anak di China secara nasional sejak 2017.
Kebijakan keluarga berencana direvisi tahun itu. Setiap keluarga diizinkan maksimal memiliki dua anak, khususnya bagi mereka yang tinggal di wilayah perkotaan di Xinjiang. Adapun keluarga yang tinggal di wilayah perdesaan diizinkan untuk memiliki hingga tiga anak. (AP)