Pagi itu, Yutaka Ohira sudah berdiri di lobi sebuah hotel di Tokyo, Jepang. Saya dan tiga fotografer dari Indonesia yang berpartisipasi dalam acara ”The Month of Photography Tokyo 2011” yang menginap di hotel tersebut memberi salam kepadanya. Yutaka adalah salah satu perwakilan dari Photographic Society of Japan (PSJ) yang mendapatkan tugas untuk mendampingi para fotografer dari Indonesia yang diundang dalam acara tersebut.
Pandangan kami tertuju pada payung hitam yang dibawa oleh Yutaka. Pagi itu matahari bersinar terik. Udara di Tokyo mulai hangat karena sudah masuk musim panas. Saya sempat berbicara dalam hati, ”Buat apa bawa payung, kan, panas.” Saat berjalan menuju stasiun terdekat, Shibuya, saya semakin terheran-heran kenapa banyak pejalan kaki yang mau repot-repot membawa payung meski cuaca cerah.
Sepanjang pagi hingga menjelang siang, kami mengikuti acara di dalam gedung di kawasan Ginza, Tokyo. Saat meninggalkan gedung tempat acara, langit telah berubah kelabu. Hujan rintik jatuh di kawasan tersebut seusai hujan cukup deras yang tidak kami dengar bunyinya di dalam gedung. Saat keluar gedung, Yutaka membuka payungnya. Dia mengajak kami untuk segera pergi ke tempat lain guna mengikuti acara yang dijadwalkan pada siang hingga sore hari. Yutaka dan warga Tokyo lainnya dengan santai melintasi gerimis, sementara kami mencoba menutupi bagian atas badan kami dengan apa saja yang kami bawa. Setelan pakaian rapi yang kami kenakan pun akhirnya basah terkena air hujan.
