Kedubes Jerman Tepis Motif Politik di Balik Kunjungan Stafnya ke Kantor FPI
Kedutaan Jerman untuk Indonesia menegaskan, tidak ada tujuan politis di balik kunjungan stafnya ke kantor Front Pembela Islam (FPI), 17 Desember lalu. Namun, kunjungan itu dinilai pengamat sebagai tindakan tak sensitif.
Oleh
Luki Aulia dan Mh Samsul Hadi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kedutaan Besar Jerman untuk Indonesia, Senin (21/12/2020), menyatakan menentang segala upaya memanfaatkan kunjungan stafnya ke kantor Front Pembela Islam untuk tujuan-tujuan politik. Mereka menghargai hubungan bilateral yang sangat baik dan kerja sama yang erat dengan Pemerintah Indonesia serta menegaskan bahwa Berlin sama sekali tidak mencampuri urusan internal Indonesia.
Pernyataan tersebut dikeluarkan Kedutaan Besar Jerman untuk Indonesia setelah Kementerian Luar Negeri RI menyampaikan protes kepada mereka terkait kunjungan staf Kedubes Jerman ke kantor FPI, 17 Desember lalu. Melalui siaran pers, Minggu (20/12/2020), Kemlu RI telah memanggil kepala perwakilan Kedubes Jerman untuk meminta klarifikasi atas kunjungan stafnya ke kantor FPI. Disebutkan, Kepala Perwakilan Kedubes Jerman menyampaikan permintaan maaf.
Dalam siaran persnya, Kedubes Jerman membenarkan bahwa stafnya berkunjung ke kantor FPI pada 17 Desember lalu. Kunjungan itu dimaksudkan ”Untuk mendapatkan gambaran tersendiri mengenai situasi keamanan yang bersangkutan karena demonstrasi juga dapat melintasi kawasan Kedutaan,” kata Kedubes Jerman, merujuk unjuk rasa di Jakarta, Jumat (18/12/2020).
Namun, disebutkan pula bahwa ”Pegawai tersebut bertindak atas inisiatif sendiri tanpa koordinasi dengan pihak Kedutaan.” ”Kedutaan Besar Jerman menyesali kesan yang telah ditimbulkan peristiwa ini di mata publik serta mitra-mitra Indonesia kami dan menegaskan bahwa tidak ada tujuan politis apa pun di balik kunjungan ini,” lanjut pernyataan tersebut.
Kunjungan staf Kedubes Jerman ke kantor FPI itu terjadi saat kepolisian menyelidiki kasus tewasnya enam anggota FPI dalam bentrok di Jalan Tol Jakarta-Cikampek, 7 Desember lalu. Selain itu, FPI juga tengah diusut aparat kepolisian dalam kasus pelanggaran protokol kesehatan. Pemimpin FPI Muhammad Rizieq Shihab, yang kini ditahan, dan lima orang lain dari FPI ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Dalam pemanggilan pada hari Minggu kemarin, siaran pers Kemlu RI menyebutkan, ”Kepala Perwakilan Kedubes Jerman memastikan bahwa insiden tersebut tidak mencerminkan kebijakan Pemerintah dan Kedutaan Besar Jerman serta menolak tegas kesan bahwa kedatangan staf Kedutaan tersebut sebagai bentuk dukungan Jerman kepada organisasi tersebut.”
Tolak politisasi
”Kedutaan Jerman menentang segala upaya untuk menginstrumentalisasi kejadian ini demi tujuan politis,” kata Kedubes Jerman, Senin.
Dalam pernyataan persnya, Kedubes Jerman menyatakan menghargai hubungan bilateral yang sangat baik dan kerja sama yang erat dengan Indonesia. ”Pemerintah Jerman juga sama sekali tidak mencampuri urusan internal Indonesia. Jerman tetap berada di sisi mitra-mitra Indonesia dan mendukung Indonesia dalam mempromosikan toleransi antaragama dan upaya deradikalisasi,” demikian pernyataan Kedubes Jerman.
Dalam pemanggilan oleh Kemlu RI, Kepala Perwakilan Kedubes Jerman juga menyangkal isi berbagai pernyataan yang disampaikan salah satu pemimpin FPI. Tidak disebutkan pernyataan yang dimaksud.
Selain memastikan insiden itu tidak mencerminkan kebijakan pemerintah dan Kedubes Jerman, dalam pemanggilan tersebut Kepala Perwakilan Kedubes Jerman menolak tegas kesan kedatangan staf kedubes itu sebagai bentuk dukungan Jerman terhadap FPI. Kedubes Jerman juga tegas menyampaikan dukungan dan komitmen Pemerintah Jerman untuk melanjutkan kerja sama bilateral dengan Indonesia guna melawan intoleransi, radikalisme, dan ujaran kebencian.
Kemlu RI menuntut agar Kedubes Jerman memberikan pernyataan resmi kepada publik, sebagaimana yang dijelaskan kepada Kemlu RI. Kedubes Jerman juga menyampaikan staf diplomatik itu telah diminta kembali segera untuk mempertanggungjawabkan tindakannya dan memberikan klarifikasi kepada pemerintahnya.
Tidak sensitif
Terkait kunjungan staf Kedubes Jerman ke kantor FPI di Petamburan, Jakarta, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Diponegoro, Semarang, yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Pancasila Eddy Pratomo mengatakan bahwa hal itu merupakan tindakan yang tidak bijak, tidak sensitif, dan tidak profesional sebagai staf kedubes.
”Staf tersebut harus memahami situasi politik dalam negeri yang sedang sensitif terkait dengan ormas tersebut,” ujar Eddy dalam pernyataan tertulis. ”Kunjungan staf ke Petamburan tersebut telah menimbulkan pertanyaan mendasar tentang pelaksanaan tugas dan fungsi sebuah kedubes asing di negara akreditasi... sehingga kunjungan tersebut dapat disalahartikan oleh publik seolah-olah Jerman mendukung salah satu ormas di Indonesia.”
Eddy juga mempertanyakan penjelasan bahwa kunjungan tersebut dilakukan staf kedubes yang ”bertindak atas inisiatif sendiri tanpa koordinasi dengan pihak Kedutaan”. ”Alasan ini tentu sulit diterima akal sehat karena diplomat adalah wakil negara sehingga tidak mungkin dipisahkan antara tindakan dalam kapasitas pribadi dan kapasitas kedinasan,” jelasnya.
”Dari aspek hukum internasional, kebiasaan internasional dan praktik antarnegara, kunjungan tersebut dapat berpotensi melanggar Konvensi Vienna 1961 yang mengatur tentang tata krama hubungan antarnegara,” lanjut Eddy. ”Jika dipandang perlu, Pemerintah RI pada waktunya dapat mempertimbangkan tindakan persona non grata terhadap staf tersebut jika terdapat fakta-fakta yang dapat merugikan kepentingan indonesia.”
Istilah persona non grata dalam konteks diplomasi digunakan untuk menyebut diplomat asing yang keberadaannya sudah tidak dapat diterima atau disukai oleh negara penerima (Khasan Ashari, Kamus Hubungan Internasional dan Diplomasi, 2020). Negara dapat mengusir diplomat yang dikenai status persona non grata jika negara pengirim tidak menariknya pulang dalam jangka waktu yang ditetapkan.