Korsel Catat 1.000 Kasus Baru Covid-19 Empat Hari Berturut-turut
Korsel terperanjat dan tampak tidak siap dengan lonjakan kasus baru-baru ini. Lonjakan kasus Covid-19 itu diduga berasal dari kelompok yang tersebar luas.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
SEOUL, SABTU — Lonjakan kasus terkonfirmasi Covid-19 di Korea Selatan berlanjut. Dalam empat hari terakhir, penambahan kasus penyakit itu menembus 1.000 per hari secara berturut. Tekanan yang dapat berujung pada kolapsnya sistem kesehatan bagi pasien parah Covid-19 pun menguat.
Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea (KDCA) melaporkan 1.053 infeksi Covid-19 pada Jumat (18/12/2020). Data KDCA juga menunjukkan jumlah pasien yang sakit parah mencapai 275 orang pada Sabtu ini, naik dari 97 pasien pada 1 Desember. Terlepas dari lonjakan tersebut, pemerintah tetap menahan diri untuk tidak menaikkan batasan jarak sosial ke tingkat tertinggi. Jika batasan jarak sosial dinaikkan ke tingkat tertinggi, itu berarti sedikitnya 1,2 juta kegiatan bisnis di negara tersebut akan berhenti.
Korsel sejauh ini telah mencatat 659 kasus kematian akibat Covid-19 dari 48.570 kasus terkonfirmasi yang dilaporkan. Tingkat kematian akibat Covid-19 di negara itu relatif rendah jika dibandingkan dengan sejumlah negara lain. Hal itu dikaitkan dengan penelusuran dan pengujian yang agresif sepanjang tahun. Langkah itu meminimalkan tekanan di rumah sakit, memungkinkan mereka untuk fokus pada pasien yang sakit parah. Upaya mitigasi Korsel itu menjadikan negara ini dinilai menjadi salah satu kisah sukses global ketika banyak negara menyaksikan melonjaknya infeksi dan pada akhirnya mendorong penutupan wilayah secara luas.
Namun, Korsel terperanjat dan tampak tidak siap dengan lonjakan kasus baru-baru ini. Lonjakan kasus Covid-19 itu diduga berasal dari kelompok yang tersebar luas. Kondisi itu berbeda dengan gelombang pertama wabah sebelumnya, di mana penyebaran virus korona tipe baru penyebab Covid-19 terjadi di wilayah yang lebih kecil dan terisolasi. Serangan baru-baru ini pun mengagetkan sistem kesehatan di negara itu. Korsel kewalahan dan khawatir jumlah ranjang rumah sakit mereka, khususnya untuk menangani pasien Covid-19 dengan kategori parah, tidak cukup lagi.
Pejabat dan juga media di Korsel menyebutkan setidaknya ada enam orang yang menderita Covid-19 meninggal bulan ini ketika menunggu tempat tidur rumah sakit. Pada saat yang sama, ratusan warga lainnya tidak dapat dirawat karena lonjakan kasus Covid-19 itu. Kondisi ini menjadi gambaran tertekannya sistem kesehatan Korsel terbaru.
Sang pasien itu meninggal setelah dinyatakan positif Covid-19. Adapun tiga lainnya disebutkan berada di sebuah panti jompo di Provinsi Gyeonggi.
Media lokal, CNA, menyebutkan salah satu kasus meninggal terjadi saat si pasien menunggu tersedianya ranjang di rumah sakit di Seoul. Adapun tiga lainnya disebutkan berada di sebuah panti jompo di Provinsi Gyeonggi.
”Kami menyampaikan belasungkawa yang terdalam dan merasa sangat bertanggung jawab,” kata Park Yoo-mi, seorang petugas karantina untuk pemerintah Seoul, sebagaimana dikutip CNA. ”Tim respons cepat di wilayah metropolitan Seoul telah mengalami kesulitan dalam mengalokasikan tempat tidur karena peningkatan tajam dalam kasus terkonfirmasi dan kelebihan beban dalam sistem administrasi dan medis sejak awal Desember.”
Park berjanji untuk memperkuat sistem kesehatan masyarakat dan mengatakan 580 pasien sedang menunggu tempat tidur di Seoul sepanjang Jumat. Dari jumlah itu, 227 orang telah menunggu setidaknya selama dua hari. Pejabat-pejabat di Korsel telah memperingatkan adanya potensi lonjakan kasus serius yang belum pernah terjadi sebelumnya dan akan membebani sistem kesehatan di negara itu.
Perdana Menteri Chung Sye-kyun mengatakan bahwa mengingat beban bisnis yang besar, diperlukan ”konsensus sosial”. Dia meminta setiap orang patuh dengan aturan pembatasan sosial.
”Ada kegiatan—untuk melanjutkan bisnis—dengan cara tidak sepantasnya, dengan mengubah jenis bisnis mereka demi menghindari kebijakan pembatasan yang diterapkan pemerintah,” kata Chung. ”Tindakan seperti itu tidak dapat diterima.”
Sejumlah media melaporkan, beberapa bar mencoba menyiasati larangan jam operasional mereka dengan mengubah atau ”menyamar” sebagai restoran. Cara itu memungkinkan mereka tetap dapat beroperasi sebagaimana aturan untuk restoran. (REUTERS)