Pemerintah Australia mengadukan Pemerintah China ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) karena menerapkan bea antidumping hingga 80,5 persen pada produk jelai Australia. Potensi kehilangan miliaran dollar bagi Australia.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
CANBERRA, RABU — Pemerintah Australia secara resmi, Rabu (16/12/2020), menggugat China ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Gugatan itu diarahkan untuk meminta China meninjau kembali keputusannya mengenakan tarif pada produk jelai asal ”Negeri Kanguru” itu. Australia tidak memiliki pilihan lain selain menggugat China karena kebijakan itu berdampak pada terhentinya perdagangan yang bernilai miliaran dollar tersebut.
”Kami terus menyampaikan keprihatinan atas langkah China dalam banyak kesempatan. Sekarang, kami yakin bahwa mengundang pengadil independen adalah tindakan yang paling tepat untuk menyelesaikan sengketa ini,” kata Menteri Perdagangan Australia Simon Birmingham.
Birmingham mengaku bahwa banding mungkin membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk diselesaikan. Namun, Canberra harus melakukan itu karena tidak memiliki pilihan lain setelah Beijing memberlakukan bea antidumping pada Mei dengan total hingga 80,5 persen pada jelai Australia. ”Australia memiliki kasus yang sangat kuat,” kata Birmingham.
Seorang pejabat WTO membenarkan bahwa badan yang bermarkas di Geneva itu telah menerima permintaan konsultasi Australia, yaitu memulai periode formal 60 hari bagi Australia dan China untuk berbicara sebelum panel hakim dapat dibentuk. Pengaduan ini adalah yang pertama bagi Australia terhadap China.
Organisasi industri, GrainGrowers Australia, menyambut baik langkah Pemerintah Australia itu. Lembaga ini menyebutkan, kebijakan kenaikan antidumping merugikan ekonomi Australia hingga 1,9 miliar dollar AS selama lima tahun ke depan karena pasar yang hilang.
Beijing telah memberlakukan serangkaian sanksi ekonomi terhadap 13 produk pertanian dan nonpertanian Australia, mulai dari daging sapi, jelai, dan terakhir kapas. Banyak orang di Canberra percaya bahwa sanksi itu adalah hukuman bagi Australia karena mencoba melawan pengaruh Beijing, menolak investasi China di daerah sensitif, dan secara terbuka, bersama Amerika Serikat, menyerukan penyelidikan tentang asal-usul virus SARS-CoV-2, penyebab Covid-19. Hubungan kedua negara berada di titik terendah sejak peristiwa Lapangan Tiananmen tahun 1989.
Pengaduan ke WTO diyakini akan berdampak pada makin meningkatnya ketegangan hubungan Australia dengan China. Kementerian Luar Negeri China menolak mengomentari pengaduan Australia ke WTO.
”Saya hanya ingin menekankan bahwa Pemerintah Australia harus menanggapi keprihatinan China dengan serius dan mengambil tindakan nyata untuk memperbaiki tindakan diskriminatifnya terhadap perusahaan China,” kata Wang Wenbin, juru bicara Kemenlu China.
Perundingan cepat
Sadar bahwa membawa kasus ini ke WTO akan memakan waktu lama, sejumlah analis mengatakan Pemerintah Australia perlu mencari solusi agar produk jelai yang diperkirakan akan mencapai 12 juta ton pada musim panen tahun ini bisa terserap.
Bahkan, jika memungkinkan, Pemerintah Australia bisa melakukan ”gencatan senjata” dengan China. Tindakan itu dinilai sangat penting dan strategis karena China adalah pasar jelai yang paling menguntungkan bagi para produsen Australia.
”Sangat penting bahwa kami mendukung liberalisasi perdagangan global dan aturan yang mengaturnya,” kata Fiona Simson, Kepala Eksekutif National Farmers Federation.
Sumber di pemerintahan Australia memperingatkan bahwa WTO tidak akan mengambil keputusan yang cepat. Selain itu, Australia memiliki ekspektasi rendah terhadap penghentian tarif segera.
”Kami mengajukan banding beberapa bulan lalu dan mereka menolaknya. Jadi, tampaknya tidak mungkin China akan mengakui bahwa mereka salah,” kata seorang yang mengetahui detail kasus yang menolak disebutkan namanya karena dia tidak berwenang untuk berbicara dengan media.
Jika konsultasi antara Australia dan China gagal membuahkan hasil, panel WTO yang terdiri atas tiga pakar akan dibentuk untuk menyelidiki masalah tersebut. Australia memperkirakan kasus ini akan memakan waktu beberapa tahun, dan bahkan jika keputusan panel mendukung Canberra, China memiliki hak untuk mengajukan banding. (REUTERS/AFP)