Singapura Segera Memvaksinasi Warganya secara Gratis
Singapura menyetujui penggunaan darurat vaksin Covid-19 dari Pfizer-BioNTech dan akan memvaksinasi warganya secara gratis.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
SINGAPURA, SENIN — Singapura menjadi negara pertama di Asia yang menyetujui penggunaan darurat vaksin Covid-19 dari Pfizer-BioNTech. Negara berpenduduk 5,7 juta jiwa itu akan mendapat cukup vaksin untuk seluruh penduduknya pada kuartal III-2021. Vaksinasi akan mulai digelar akhir tahun ini. Vaksin akan diberikan secara gratis, sukarela, serta diprioritaskan bagi tenaga kesehatan dan warga lanjut usia.
Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong menyampaikan hal itu, Senin (14/12/2020), di Singapura. Perdana menteri berusia 68 tahun itu mengatakan, dirinya akan menjadi salah satu yang paling awal menerima vaksin. Meski sukarela, Lee sangat menganjurkan warganya untuk divaksinasi.
”Karena, ketika kita divaksin, tidak hanya diri kita akan terlindungi, tetapi kita juga melindungi orang lain, terutama mereka yang kita sayangi,” ujarnya.
Lee dalam pernyataannya yang disiarkan secara nasional mengatakan, ”Rekan kerja saya dan saya sendiri akan mendapat vaksin awal untuk menunjukkan, terutama para lansia seperti saya bahwa kita percaya vaksin aman.”
Singapura juga menandatangani kesepakatan pembelian dan telah memberi uang pangkal calon vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh Moderna dan Sinovac. Pemerintah Singapura mengalokasikan 1 miliar dollar Singapura untuk pembelian ini.
Direktur Pelayanan Medis Kementerian Kesehatan Singapura Kenneth Mak menyampaikan, Singapura telah mengamankan kebutuhan vaksin Covid-19 untuk semua penduduk.
Singapura telah mengeluarkan miliaran dollar untuk melindungi perekonomiannya dari dampak hebat pandemi. Singapura juga kini mencoba membuka kembali akses masuknya sebagai persiapan penyelenggaraan pertemuan tahunan Forum Ekonomi Dunia tahun depan.
Negara-kota itu telah melaporkan beberapa kasus penularan lokal Covid-19 dalam dua bulan terakhir dan 29 orang meninggal selama pandemi. Mayoritas dari 58.000 kasus Covid-19 di Singapura terjadi di asrama pekerja migran.
Sementara di Asia Timur, Jepang, dan Korea Selatan masih berjuang keras menghadapi lonjakan kasus Covid-19 dan rasa frustrasi warganya dalam situasi pandemi yang kian memburuk saat ini.
Jepang melaporkan lebih dari 3.000 kasus baru Covid-19 pada Sabtu (12/12/2020) yang merupakan rekor terbaru kasus harian pada musim dingin sekarang. Situasi penyebaran Covid-19 di Tokyo, Pulau Hokkaido, dan Kota Osaka semakin buruk.
Jepang berhasil mengendalikan gelombang pertama infeksi dengan meminta warganya untuk tidak bepergian dan tempat usaha untuk tutup atau membatasi jam operasionalnya.
Meski terjadi lonjakan kasus, pekan lalu, Perdana Menteri Yoshihide Suga mengatakan, karena pertimbangan ekonomi, kampanye subsidi pariwisata domestik masih berjalan. Pemerintah Jepang memberikan subsidi wisata bagi warganya untuk menggerakkan pariwisata domestik.
Hal itu memicu kritik bahwa mendorong orang bepergian justru akan membantu Covid-19 menyebar semakin luas. Media lokal Jepang melaporkan, Suga dapat membatasi program subsidi pariwisata itu setelah jajak pendapat minggu lalu menunjukkan dukungan terhadap dirinya dalam menangani pandemi ternyata mulai tergerus.
Di Korea Selatan, Presiden Moon Jae-in juga menghadapi ketidakpercayaan publik seiring munculnya kluster penularan baru di area metropolitan Seoul. Publik menilai, hal ini bisa terjadi karena kendurnya kebijakan pembatasan sosial yang diambil pemerintah.
Moon menyebut situasi penyebaran Covid-19 saat ini telah memberi tekanan yang besar. ”Ini saat penting, di mana kita mengerahkan semua kemampuan pengendalian virus dan kekuatan pemerintahan untuk menghentikan Covid-19,” katanya.
Pada Minggu (13/12/2020), Korea Selatan melaporkan rekor baru penambahan kasus Covid-19 harian, yaitu 1.030 kasus. Bagi negara yang berbulan-bulan berhasil mengendalikan kasus hariannya di bawah 100 jumlah, itu jelas mengkhawatirkan.
Beberapa negara Asia tengah menanti distribusi vaksin Covid-19 dalam beberapa pekan ke depan sambil mempersiapkan jadwal vaksinasi di dalam negeri dan mengkaji potensi efek sampingnya di negara lain.
Akan tetapi, Jepang dan Korea Selatan justru mengandalkan pendekatan yang selama berbulan-bulan dinilai berhasil dalam mengendalikan pandemi, yaitu mulai dari tes yang massif, pembatasan perjalan, jaga jarak, hingga memakai masker.
Pemerintah Korea Selatan telah memperingatkan bahwa dengan lonjakan kasus sekarang, level tertinggi pembatasan sosial untuk menekan penyebaran Covid-19, yaitu fase ke-3, kemungkinan diberlakukan. Jika kebijakan ini diambil, ini akan menjadi penutupan wilayah pertama bagi negara dengan kekuatan ekonomi keempat terbesar di Asia itu.
Di ibu kota Seoul, sekolah akan ditutup mulai Selasa (15/12/2020), sebuah langkah menuju pemberlakuan fase ke-3. Bulan lalu, Pemerintah Korea Selatan juga telah melarang pesta pergantian tahun.
Sementara Jepang yang berharap bisa menyelenggarakan Olimpiade yang tertunda tahun lalu, angka tes Covid-19 masih tetap rendah, sekitar 50.000 tes dalam sehari dalam beberapa hari terkahir. Di Tokyo, yang memiliki kapasitas tes lebih dari 60.000, kini hanya terdapat 9.000 tes sehari.
”Kecukupan tes suatu negara atau wilayah seharusnya dinilai dari angka positif kasusnya, bukan jumlah tesnya,” kat Fumie Sakamoto, Manajer Pengendalian Infeksi di rumah Sakit Internasonal St Luke di Tokyo.
”Angka positif di Tokyo sekarang di atas 6 persen sehingga kita harus menggelar sedikit lebih banyak tes untuk mengerek angka positif turun.”
Sementara Korea Selatan telah menggencarkan tes hingga lebih dari 22.000 tes sehari. Jumlah ini naik dari sekitar 16.000 sehari pada September lalu.(REUTERS/AFP)