Kekerasan Bersenjata dan Pengeboman Kembali Berulang di Afghanistan
Kekerasan bersenjata dan pengeboman masih mewarnai kehidupan rakyat Afghanisatan meski pemerintah dan kelompok Taliban sudah mulai melakukan perundingan. Korban jiwa dari warga sipil terus berjatuhan.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
KABUL, SELASA — Proses perdamaian yang tengah diupayakan oleh Pemerintah Afghanistan dan kelompok Taliban ternoda setelah kekerasan bersenjata dan pengeboman terus terjadi di sejumlah kota di negara itu. Peristiwa pengeboman terbaru terjadi di Kabul, ibu kota Afghanistan, Selasa (15/12/2020), menewaskan sedikitnya tiga orang, termasuk seorang wakil gubernur, serta melukai sejumlah warga sipil dan anggota kepolisian.
Korban tewas dalam ledakan dan kekerasan yang terjadi di lokasi terpisah adalah Mahbobullah Mohibi, Wakil Gubernur Provinsi Kabul, dan sekretarisnya. Ledakan juga melukai dua pengawal Mohibi.
Tariq Arian, juru bicara Kementerian Dalam Negeri Afghanistan, mengatakan, ledakan terjadi ketika sebuah bom mobil yang ditempelkan di kendaraan yang membawa Mohibi meledak di wilayah Macrorayan, Kabul. Mobil SUV (sport utility vehicle) yang dilapisi baja tebal pada beberapa bagian itu tidak bisa menahan ledakan.
Dalam serangan lain di tempat terpisah, kontak senjata antara kelompok bersenjata dan polisi menewaskan satu anggota kepolisian serta melukai satu orang lainnya. Juru bicara polisi Kabul, Ferdaws Faramarz, menyatakan, investigasi tengah berlangsung.
Sejauh ini tidak ada yang langsung menyatakan bertanggung jawab atas dua peristiwa tersebut. Namun, Kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) Afghanistan mengaku bertanggung jawab atas sejumlah aksi kekerasan bersenjata dan pengeboman yang terjadi di Kabul selama beberapa bulan terakhir, termasuk serangan terhadap institusi pendidikan yang menewaskan 50 orang, kebanyakan dari mereka adalah pelajar.
Abdullah Abdullah, Ketua Dewan Tinggi untuk Rekonsiliasi Nasional, mengutuk serangan itu. Abdullah, yang juga memimpin tim perunding pemerintah dengan Taliban, menyatakan, peningkatan serangan jelas merupakan musuh proses perdamaian.
Sima Samar, utusan khusus presiden dan menteri negara hak asasi manusia, menyatakan dalam cuitannya di media sosial bahwa orang-orang lelah dengan serangan teroris setiap hari. Samar mendesak Taliban untuk menyetujui gencatan senjata guna menghentikan pembunuhan dan lebih banyak pertumpahan darah.
Taliban telah melancarkan pertempuran sengit melawan pejuang NIIS, terutama di benteng NIIS di Afghanistan timur, sambil melanjutkan pemberontakan mereka terhadap pasukan Pemerintah Afghanistan. Kantor politik kelompok Taliban sama sekali tidak mengeluarkan pernyataan soal kejadian ini.
Ini adalah kejadian kelima dalam tiga hari terakhir. Sabtu (12/12/2020) dan Minggu (13/12/2020), ledakan bom dan serangan bersenjata juga terjadi di Kabul, menewaskan seorang jaksa. Tidak ada yang menyatakan bertanggung jawab atas pembunuhan itu. Sedangkan kelompok NIIS mengaku menembakkan setidaknya 10 roket Katyusha ke Bandara Internasional Hamid Karzai di Kabul. Tidak ada korban jiwa dalam serangan tersebut.
Penyelidikan
Kementerian Pertahanan Afghanistan, secara terpisah, menyatakan bahwa pasukan pemerintah berhasil memukul mundur Taliban di Distrik Arghandab, Provinsi Kandahar Selatan. Setidaknya tujuh anggota Taliban tewas dalam pertempuran tersebut. Namun, di saat yang sama, Kemenhan Afghanistan juga mengumumkan bahwa pihak berwenang tengah melakukan investigasi serangan di Arghandab yang juga telah menimbulkan banyak korban warga sipil, termasuk anak-anak.
Fawad Aman, wakil juru bicara Kemenhan Afghanistan, menyatakan, militer segera melakukan penilaian atas tuduhan korban sipil di Distrik Arghandab pada Sabtu malam. Namun, dia menolak memberikan keterangan detail.
Bahir Ahmadi, juru bicara Gubernur Kandahar, menyatakan, ada dugaan tewasnya warga sipil itu terjadi ketika sebuah kendaraan milik Taliban yang penuh dengan bahan peledak meledak sebelum waktunya. Penyidik, kata Ahmadi, tengah mencari tahu persis kejadian yang menewaskan warga sipil. ”Tidak jelas apakah korban sipil itu akibat ledakan musuh atau selama pertempuran,” kata Ahmadi.
Taliban mengklaim bahwa serangan udara Sabtu malam itu menewaskan sedikitnya 13 warga sipil di Arghandab. Mohammad Naeem, juru bicara Taliban, sempat mengunggah beberapa foto yang diklaim sebagai korban serangan udara pemerintah. Namun, sejauh ini belum ada verifikasi apakah foto itu benar berasal dari lokasi kejadian atau bukan.
Daerah ledakan itu terpencil dan sulit dijangkau sehingga laporan Taliban serta pemerintah tentang kematian warga sipil tidak dapat segera dikonfirmasi. Mantan Presiden Afghanistan Hamid Karzai men-tweet belasungkawa untuk korban tewas, menyerukan diakhirinya pertempuran segera.
Institut Hubungan Internasional dan Publik Watson, sebuah lembaga penelitian di Universitas Brown, Rhode Island, pekan lalu, merilis laporan penelitian yang menyebutkan bahwa serangan udara pasukan Pemerintah Afghanistan sejak Juli hingga September telah mengakibatkan jumlah warga sipil yang menjadi korban meningkat. Laporan itu menyebutkan, 70 warga sipil Afghanistan tewas hanya pada kuartal ketiga tahun ini, dibandingkan dengan 86 orang tewas dalam enam bulan pertama 2020.
Dalam laporannya, institut tersebut juga mengatakan bahwa dari 2017 hingga 2019, kematian warga sipil akibat serangan udara AS dan pasukan sekutu di Afghanistan meningkat secara dramatis. Pada 2019, serangan udara menewaskan 700 warga sipil—lebih banyak warga sipil dibandingkan dengan tahun-tahun lain sejak awal perang pada 2001 dan 2002. (AP)