Pemimpin Sudan dan Etiopia bertemu untuk membahas konflik Tigray. Pemimpin Sudan menjadi pemimpin asing pertama yang mengunjungi ibu kota Etiopia sejak konflik meletus di wilayah Tigray.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
KHARTOUM, MINGGU — Perdana Menteri Sudan Abdalla Hamdok pada Minggu (13/12/2020) menyatakan, pihaknya sepakat menggelar pertemuan darurat dengan Pemerintah Etiopia guna menyelesaikan krisis di wilayah Tigray, Etiopia. Pertemuan itu akan digelar melalui blok negara-negara Afrika Timur, Otoritas Antarpemerintah dalam Pembangunan atau IGAD.
Sejauh ini belum ada konfirmasi langsung dari Pemerintah Etiopia. Namun, Hamdok dilaporkan melakukan perjalanan ke Addis Ababa, kemarin. Ia bertemu dengan PM Etiopia Abiy Ahmed untuk membahas konflik Tigray dengan mitranya itu. Hamdok menjadi pemimpin asing pertama yang mengunjungi ibu kota Etiopia sejak pertempuran meletus di Tigray pada 4 November 2020 dan menciptakan krisis kemanusiaan.
”Kunjungan tersebut menghasilkan negosiasi yang bermanfaat dan telah disepakati untuk mengadakan pertemuan darurat IGAD,” kata kantor Hamdok.
IGAD didirikan tahun 1996 dan menyatukan negara-negara Afrika Timur, seperti Etiopia, Sudan, Djibouti, Kenya, Somalia, Sudan Selatan, dan Uganda. Abiy, pemenang Hadiah Nobel Perdamaian tahun lalu, menolak tekanan internasional selama berminggu-minggu untuk menerima mediasi. Tawaran yang ditolak itu termasuk dari Amerika Serikat, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan Uni Afrika.
Lembaga International Crisis Group menyebutkan ribuan orang telah tewas sejak awal konflik di Tigray. Sebanyak 50.000 warga Etiopia mengungsi ke Sudan sejak Abiy memerintahkan pasukan masuk ke Tigray. Abiy bergeming untuk menghadapi partai yang berkuasa yang menentang posisi Abiy.
Seorang pejabat Pemerintah Sudan mengatakan bahwa pertemuan antara Hamdok dan Abiy telah ”membuahkan hasil, terutama pada pertemuan darurat IGAD”. Pertemuan itu dinilai positif untuk menghidupkan kembali sebuah komite untuk bekerja menyatukan persepsi atas perbatasan bersama mereka.
Seorang pejabat Pemerintah Sudan mengatakan bahwa pertemuan antara Hamdok dan Abiy telah ”membuahkan hasil, terutama pada pertemuan darurat IGAD”. Pertemuan itu dinilai positif untuk menghidupkan kembali sebuah komite untuk bekerja menyatukan persepsi atas perbatasan bersama mereka. Abiy mengatakan, Hamdok menyatakan dukungannya selama pembicaraan tatap muka itu.
Mereka sepakat dengan serangan terhadap Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) dan kampanye untuk melucuti senjata dan menahan para pemimpinnya. ”Pihak Sudan menegaskan kembali solidaritas mereka dengan Pemerintah Etiopia dalam operasi penegakan hukum yang telah dilakukan,” kata sebuah pernyataan dari kantor Abiy.
Hamdok menyatakan, pihaknya juga mengingat dukungan yang sebelumnya diberikan Abiy ke Sudan. Di sisi lain, Pemerintah Sudan sebelumnya mendesak Abiy untuk terlibat dalam negosiasi dengan TPLF ketika pertempuran pecah enam pekan lalu. Hamdok juga mendorong mediasi Afrika untuk menyelesaikan konflik itu karena kekhawatiran ekskalasi konflik dapat meluas sehingga berbahaya bagi kawasan atau negara-negara lain di Afrika.
Pada 28 November lalu, Abiy menyatakan konflik di Tigray telah usai dengan mengatakan bahwa tentara telah merebut ibu kota Tigray, Mekele. Abiy mengatakan pada Minggu melalui media sosial Twitter bahwa dia pergi ke Mekele untuk pertama kali sejak pasukan federal mengklaim atas kendali kota. Abiy menepis laporan bentrokan yang sedang berlangsung. Menurut dia, tidak ada serangan besar dan hanya suara tembakan sporadis.
Truk-truk militer dilaporkan bergerak menuju Tigray selama akhir pekan. Lalu lintas ambulans pun tetap menjadi pemandangan umum di wilayah selatan Tigray dan Amhara utara. Puluhan ribu pengungsi telah menyeberangi perbatasan ke arah barat menuju salah satu wilayah paling miskin di Sudan. Sudan merupakan salah satu negara termiskin di dunia.
Lari dari konflik di Tigray, mereka tiba di sebuah negara yang juga berada di tengah transisi politik yang rapuh sejak penggulingan Presiden Omar al-Bashir tahun lalu. Hal itu berkelindan dengan krisis ekonomi yang sangat parah di wilayah-wilayah bagian timur Sudan, tempat pengungsi Tigray tiba. Menurut badan pengungsi PBB, UNHCR, sekitar 170 pengungsi menyeberang ke Sudan dari Tigray pada Sabtu (12/12)
Media pemerintah melaporkan bahwa pemerintahan sementara yang ditunjuk untuk mengawasi Tigray mendesak pegawai sipil dan para pelaku bisnis untuk kembali bekerja pada Senin (14/12) pekan ini. Kepala pemerintahan, Mulu Nega, kepada kantor berita Etiopia yang dikelola pemerintah mengatakan bahwa siapa pun di Tigray yang memiliki senjata, legal atau ilegal, harus menyerahkannya kepada pasukan keamanan pada Selasa ini.
Di Mehoni, sekitar 120 kilometer selatan Mekele, dilaporkan bahwa penduduk marah dengan gagasan diperintah oleh orang luar yang dipilih oleh pemerintah pusat. ”Kami tidak menginginkan pemerintah lain. Kami ingin dipimpin oleh TPLF,” kata Asene Hailu, salah seorang warga. Pengumuman tindakan militer Abiy di Tigray menandai peningkatan dramatis ketegangan antara pemerintah dan TPLF. Kubu TPLF telah mendominasi politik Etiopia selama hampir tiga dekade terakhir. (AFP)