Antropolog Dipenjara karena Meneliti Isu Perkawinan Anak dan Sunat Perempuan
Sejumlah aktivis hak asasi manusia di Iran masih belum leluasa mengekspresikan gagasan mereka. Mereka dijatuhi hukuman karena dituduh menghasut atau mendukung isu-isu sensitif di Iran.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
TEHERAN, SENIN — Pengadilan di Iran menjatuhkan hukuman penjara 9 tahun kepada seorang antropolog berdarah campuran Inggris-Iran, Kameel Ahmady, karena melakukan penelitian yang dinilai subversif. Pengadilan juga menjatuhkan denda senilai 600.000 euro atau sekitar Rp 10,2 miliar kepada Ahmady.
Berita putusan pengadilan terhadap Ahmady dilaporkan kantor berita semi-resmi Tasnim, Minggu (13/12/2020), dan sejumlah lembaga hak asasi manusia serta pengacara Ahmady. Amir Raesian, pengacara Ahmady, mengatakan, kliennya akan mengajukan banding terhadap putusan yang dijatuhkan kepadanya dalam jangka waktu 20 hari ke depan.
Ahmady, seorang antropolog etnis Kurdi, meneliti sejumlah masalah kontroversial di Iran, seperti pernikahan anak hingga sunat anak perempuan (female genital mutilation/FGM). Ahmady yang telah menerbitkan hasil penelitiannya dalam bentuk buku ditahan oleh otoritas keamanan Iran pada Agustus 2019. Namun, tiga bulan kemudian, ia dibebaskan dengan jaminan.
Tak lama setelah ditahan, istri Ahmady, Shafagh Rahmani, dan para aktivis mengumumkan penahanannya. Pada saat itu, Pusat Hak Asasi Manusia yang berbasis di New York, Amerika Serikat, menyatakan bahwa Ahmady sebelumnya telah menjadi sasaran kelompok garis keras di media Iran karena karyanya tentang topik sensitif secara politik, termasuk pernikahan anak, masalah LGBTQ, dan mutilasi alat kelamin perempuan.
Pemerintah Iran baru mengakui bahwa mereka menahan Ahmady pada Oktober 2019. Otoritas keamanan menahan Ahmady karena diduga terkait lembaga yang terafiliasi dengan badan intelijen asing.
Melalui akun Twitter, Ahmady mengatakan, selama tiga bulan ditahan oleh otoritas keamanan, dirinya tidak mendapatkan akses pendampingan hukum. ”Bertentangan dengan semua, harapan untuk pengadilan yang adil, saya dijatuhi hukuman setelah akses terhadap pengacara ditolak selama 100 hari penahanan dan interogasi di luar hukum, setelah dua sesi persidangan tidak profesional yang penuh dengan pelanggaran yudisial,” cuit Ahmady.
Tuduhan
Menurut laporan kantor berita Tasnim, Ahmady dijatuhi hukuman oleh pengadilan Iran karena dituduh bekerja sama dengan sejumlah kedutaan besar negara-negara Eropa dalam mendukung dan mempromosikan homoseksualitas, mengunjungi Israel dengan mengaku sebagai jurnalis untuk kantor berita BBC, serta menjalin kerja sama dan komunikasi dengan media asing yang merupakan musuh Pemerintah Iran. Selain itu, Ahmady dituding melakukan penyusupan untuk mencoba mengubah hukum dan mengirimkan laporan palsu tentang situasi pelaksanan hak asasi manusia di Iran kepada pelapor khusus HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Seseorang yang memiliki catatan pernah bepergian ke Israel dan masalah homoseksualitas adalah hal ilegal di Iran. Pelanggar dapat menghadapi hukuman 5 tahun penjara karena mengunjungi Israel. Kaum homoseksual bisa terancam hukuman mati jika melakukan hubungan seksual meski belum ada laporan hukuman mati bagi pelaku homoseksualitas dalam beberapa tahun terakhir.
Ahmady adalah salah satu dari beberapa orang dengan kewarganegaraan ganda yang ditahan otoritas keamanan Iran selama beberapa tahun terakhir. Dikutip dari kantor berita BBC, pada awal 2019, Pemerintah Inggris telah mengeluarkan peringatan bagi warganya yang memiliki kewarganegaraan ganda untuk tidak bepergian ke Iran karena peningkatan risiko penahanan dan perlakuan yang salah oleh otoritas keamanan Iran. Termasuk di dalamnya adalah orang yang memiliki hubungan pekerjaan dengan institusi Pemerintah Inggris.
Peringatan itu dikeluarkan Pemerintah Inggris setelah Pemerintah Iran menahan pembuat film lembaga British Council, Aras Amiri, dan menjatuhinya hukuman 10 tahun penjara. Amiri ditangkap pada awal tahun 2018 ketika mengunjungi neneknya yang tengah sakit keras. Namun, putusan hukuman penjara baru diberikan pada pertengahan 2019.
Selain Amiri, Iran juga menahan warga Inggris-Iran lainnya, Nazanin Zaghari-Ratcliffe, atas tuduhan spionase. Zaghari-Ratcliffe, karyawan pada badan amal kantor berita Reuters, Thomson Reuters Foundation, diberikan pembebasan sementara pada musim semi ini dan diizinkan untuk tetap tinggal tanpa batas waktu di rumah orangtuanya di Teheran karena pandemi virus korona. Dia dituduh merencanakan penggulingan Pemerintah Iran. (AP/REUTERS)