Inggris Siapkan Kapal Perang Pengaman Wilayah Tangkap Ikan
Angkatan Laut Inggris menyiagakan empat kapal perang untuk mengamankan wilayah perairan Inggris apabila tidak ada kesepakatan antara Uni Eropa dan Inggris, Minggu malam.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
LONDON, MINGGU — Kementerian Pertahanan Inggris menyiagakan empat kapal patroli Angkatan Laut Kerajaan Inggris (Royal Navy) untuk mengamankan perairan penangkapan ikan Inggris jika perundingan antara Uni Eropa dan Inggris gagal mencapai kesepakatan.
Langkah tersebut dikhawatirkan akan memperuncing suasana perundingan yang segera berakhir pada Minggu (13/12/2020) malam dan berujung pada kemungkinan bentrokan antara AL Inggris, nelayan Inggris, dan nelayan Uni Eropa (UE).
”Kementerian Pertahanan telah membuat perencanaan dan persiapan ekstensif untuk memastikan bahwa pertahanan siap untuk berbagai skenario pada akhir periode transisi,” kata seorang juru bicara Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Inggris. Masa transisi Brexit akan berakhir pada 31 Desember 2020.
Empat kapal perang, dari rencana semula delapan kapal perang yang akan disiagakan, memiliki kewenangan untuk menghentikan, memeriksa, dan menyita semua kapal penangkap ikan nelayan UE yang beroperasi dalam zona ekonomi eksklusif (ZEE) Inggris.
Rencana penyiapan kapal perang ini dilaporkan dua media ternama Inggris, The Guardian dan kantor berita BBC, Sabtu (12/12/2020) malam. Laksamana Lord West, mantan Kepala Staf Royal Navy yang kini menjadi anggota parlemen Inggris, menyatakan dukungannya terhadap tugas yang dibebankan Pemerintah Inggris kepada Royal Navy apabila tidak ada kesepakatan di antara tim perunding.
”Sangat tepat bagi angkatan laut untuk melakukan seperti yang diperintahkan oleh pemerintah,” katanya dikutip dari laman BBC.
Dalam pandangannya, tidak tertutup kemungkinan Royal Navy menggunakan kekuatan tambahan untuk mengatasi permasalahan dengan nelayan asing.
Selain Laksamana West, rencana pemerintahan Perdana Menteri Boris Johnson untuk menurunkan kapal perang juga didukung anggota parlemen konservatif, Daniel Kawczynksi.
Menurut dia, The Royal Navy harus dikerahkan untuk melindungi perairan Inggris dan mencegah penangkapan ikan secara ilegal oleh kapal-kapal penangkap ikan Perancis.
Sumber The Guardian di Royal Navy mengatakan, meski kapal-kapal perang mereka dilengkapi dengan persenjataan kelas berat, mereka diharapkan tidak menggunakan persenjataan itu untuk menghadapi kapal-kapal nelayan penangkap ikan berbendera UE.
Mereka akan bersikap persuasif, berlayar di samping kapal nelayan UE yang diyakini melanggar aturan, menghentikan, dan memeriksanya jika dianggap perlu. Dalam kasus sangat ekstrem, menurut sumber tersebut, kapal-kapal penangkap ikan yang memasuki wilayah perairan Inggris tanpa izin dapat disita dan dibawa ke pelabuhan terdekat.
”Tidak akan ada yang melepaskan tembakan peringatan terhadap nelayan Perancis. Senjata api hanya digunakan jika ada bahaya bagi kehidupan,” kata sumber tersebut.
Tidak semua pihak mendukung rencana PM Johnson itu. Anggota parlemen dari Partai Konservatif PM Johnson, Tobias Ellwood, menilai langkah itu sebagai langkah yang tidak bertanggung jawab.
”Kita menghadapi prospek angkatan laut kita kewalahan menghadapi sekutu dekat atas hak penangkapan ikan. Musuh kita akan menikmati pemandangan ini,” kata Ellwood, mantan kapten Angkatan Darat Inggris yang sekarang memimpin komite pemilihan pertahanan di parlemen.
Ellwood mengingatkan bahwa Inggris perlu membangun aliansi dan bukan sebaliknya, memisahkan dan menjauhkan diri. ”Ini bukan masa Elizabethan lagi. Kita tengah berada pada era globalisasi,” katanya.
Tom Tugendhat, Ketua Komite Urusan Luar Negeri Parlemen Inggris, rekan Ellwood di Partai Konservatif, dalam cuitannya menyatakan, seluruh proses telah menimbulkan risiko nyata untuk meracuni hubungan antara Perancis dan Inggris.
Belum ada titik temu
Hingga Sabtu malam, perundingan antara Inggris dan UE belum menunjukkan tanda-tanda titik temu. Kedua pihak bergeming pada posisi masing-masing.
”Pembicaraan terus berlanjut dalam semalam, tetapi karena keadaan tetap sama, tawaran di atas meja dari UE tetap tidak dapat diterima,” kata sumber Pemerintah Inggris.
Sumber tersebut juga menyatakan, PM Johnson tidak akan meninggalkan kepentingan bisnis bagi nelayan-nelayan dan industri perikanan Inggris. Posisi PM Johnson dan Inggris, kata sumber tersebut, sangat jelas, yaitu setiap kesepakatan harus adil dan menghormati posisi fundamental bahwa Inggris harus menjadi negara yang berdaulat dalam waktu tiga minggu.
Sumber pejabat senior di Uni Eropa, mengutip kata-kata Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, menyebutkan, ”Mempertahankan pasar tunggal adalah garis merah bagi Uni Eropa. Apa yang kami usulkan kepada Inggris menghormati kedaulatan Inggris. Itu bisa menjadi dasar untuk sebuah persetujuan.”
PM Johnson, dalam pernyataannya pada Jumat (11/12/2020), juga telah mengindikasikan bahwa ”sangat, sangat mungkin” pembicaraan akan gagal dan Inggris akan kembali ke ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dengan mitra dagang tunggal terbesarnya.
Para pemimpin Eropa juga telah diberi tahu bahwa kecil kemungkinan dicapai kesepakatan dengan kedua belah pihak berselisih mengenai aturan untuk mengatur persaingan yang adil dan hak penangkapan ikan di perairan teritorial Inggris. (AFP/REUTERS)