Dari Transaksi AS-Maroko Menuju Hubungan Israel-Maroko
Pembukaan hubungan resmi Israel-Maroko merupakan hasil komunikasi AS-Maroko, dua tahun terakhir. Komunikasi itu terjalin melalui delegasi kedua negara lewat kunjungan ataupun kontak Trump dengan Raja Maroko Mohammed VI.
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN, DARI KAIRO, MESIR
·3 menit baca
Maroko, negara Arab berpenduduk 36 juta jiwa yang terletak di Afrika Utara, akhirnya menjadi negara Arab keempat pada tahun ini yang memilih membuka hubungan resmi dengan Israel. Maroko kini masuk dalam forum Kesepakatan Abraham atau dikenal dengan Abraham Accord.
Sebelumnya tiga negara Arab, yaitu Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Sudan, memutuskan untuk membuka hubungan diplomatik resmi dengan Israel.
Sementara Maroko selama ini dikenal sebagai negara Arab yang sangat akomodatif terhadap kaum Yahudi. Diperkirakan 2.000 hingga 2.500 warga Yahudi yang masih bertahan di Maroko dan sebagian besar tinggal di kota Casablanca.
Salah seorang warga Yahudi di Maroko, Andre Azoula, kini menjadi salah seorang penasihat Raja Maroko Mohammed VI.
Presiden AS Donald Trump pada Kamis (10/12/2020) mengumumkan pembukaan hubungan resmi Israel-Maroko itu. Trump dalam akun Twitter-nya menulis, telah terjadi terobosan sejarah baru hari ini, di mana dua sahabat agung kita, yaitu Israel dan Maroko, sepakat membuka hubungan diplomatik penuh.
Trump lalu menambahkan, saya telah menandatangani deklarasi pengakuan kedaulatan Maroko atas Gurun Sahara Barat. Trump berdalih, Maroko telah mengakui AS pada tahun 1777, maka sudah sewajarnya jika AS mengakui kedaulatan Maroko atas Gurun Sahara Barat.
Menlu Maroko NasserBourita kepada stasiun televisi Al Jazeera mengungkapkan, keputusan pembukaan hubungan resmi Israel-Maroko adalah hasil dari komunikasi AS-Maroko selama dua tahun terakhir. Komunikasi itu dilakukan baik melalui mediasi delegasi kedua negara yang saling berkunjung maupun kontak langsung Presiden Trump dan Raja Maroko Mohammed VI.
Sahara barat
Bourita mengakui, pengakuan AS atas kedaulatan Maroko terhadap Gurun Sahara Barat merupakan titik balik asasi dalam perundingan AS-Maroko. Pembicaraan tentang isu Sahara Barat merupakan salah satu isu kunci yang mengantarkan terjadi pembukaan hubungan Israel-Maroko.
Kasus aksi milisi Polisario—atau Gerakan Pembebasan Gurun Sahara Barat—menduduki pintu gerbang Guerguerat (disebut pintu gerbang Karakat dalam bahasa Arab) di Gurun Sahara Barat selama 3 pekan, sejak 21 Oktober hingga pertengahan November lalu, disinyalir menjadi faktor yang mempercepat terjadi pembukaan hubungan resmi Israel-Maroko.
Desa Guerguerat, tempat terdapat pintu gerbang penyeberangan, dinilai sangat strategis karena menjadi pintu gerbang penyeberangan darat antara Eropa dan Afrika Barat. Militer Maroko berhasil membuka kembali pintu gerbang Guerguerat pada pertengahan November lalu setelah terlibat kontak senjata dengan milisi Polisario.
Kemampuan milisi Polisario menutup pintu gerbang Guerguerat, meskipun hanya beberapa pekan, memaksa Maroko melobi negara-negara Barat, khususnya AS, agar mendukung posisi Maroko dalam isu Gurun Sahara Barat itu.
Presiden Trump lalu memanfaatkan momentum kebutuhan Maroko atas solusi isu Gurun Sahara Barat tersebut untuk mencapai transaksi AS-Moroko. Transaksi itu dalam bentuk pengakuan AS atas kedaulatan Maroko terhadap Gurun Sahara Barat dengan imbalan pembukaan hubungan resmi Israel-Maroko.
Seperti diketahui, isu konflik di Gurun Sahara Barat bermula dari sengketa antara Maroko dan Polisario terkait dengan kedaulatan atas wilayah Gurun Sahara Barat. Konflik itu terjadi menyusul berakhirnya kolonialisme Spanyol atas wilayah yang didudukinya itu tahun 1975.
Maroko mengklaim memiliki kedaulatan atas Gurun Sahara Barat. Maroko mengusulkan penerapan otonomi luas dengan kedaulatan atas wilayah itu ada di tangan Maroko. Adapun Polisario menuntut digelar referendum atas penduduk Gurun Sahara Barat untuk menentukan nasib mereka sendiri.