Pelajaran dari Jerman dan Korsel, Vaksin Bukan Segalanya
Penemuan vaksin Covid-19 bukan akhir dari pandemi. Vaksin hanyalah salah satu dari pilihan intervensi untuk mengendalikan pandemi Covid-19. Langkah pemimpin di Jerman dan Korsel bisa menjadi pelajaran bagi dunia.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
Kehadiran vaksin Covid-19 ibarat pelita di ujung lorong pandemi yang gelap. Tak heran, banyak negara berebut mengamankan kebutuhan vaksinnya sejak awal sebelum uji klinis selesai. Bahkan, beberapa negara sudah menggelar vaksinasi Covid-19 pada warganya.
Namun, ada juga pemimpin negara yang—alih-alih berharap banyak pada ”pelita di ujung lorong” itu—membawa ”pelita” sendiri untuk meneranginya di sepanjang lorong pandemi yang gelap. Mereka adalah pemimpin yang tetap berkeras bahwa vaksin bukanlah satu-satunya solusi, masih banyak cara untuk mengendalikan pandemi, dan vaksin hanyalah salah satu di antaranya.
Contoh pemimpin negara seperti itu adalah Kanselir Jerman Angela Merkel. Ia ngotot ingin memperketat pembatasan sosial ketika gelombang kedua Covid-19 telah menyebabkan hampir 600 orang meninggal setiap hari. Kepada anggota parlemen, Rabu (9/12/2020), ia menyampaikan, arah pandemi tidak akan berubah hanya dengan vaksin.
Jerman relatif berhasil melalui gelombang pertama infeksi Covid-19. Namun, negara kekuatan ekonomi terbesar di Eropa itu harus berjuang lebih keras karena hitungan eksponensial membuat penambahan kasus di gelombang kedua saat ini meningkat lebih dari tiga kali lipat dibanding puncak kasus pada musim semi lalu.
Karantina wilayah sebagian selama enam minggu terakhir, saat bar dan restoran tutup, tetapi toko dan sekolah buka, dinilai sudah tidak cukup lagi.
Rekomendasi sains
Menurut Merkel, para pemimpin wilayah harus mengikuti rekomendasi sains. Ia sepakat dengan para ilmuwan dari Leopoldina Academy yang menyarankan agar toko yang tidak menjual produk esensial harus tutup antara malam Natal sampai minimal 10 Januari 2021. Kerumunan orang juga harus dibatasi. Para pekerja juga harus bekerja dari rumah jika memungkinkan. Sekolah-sekolah juga tetap ditutup.
Ide dasar dari rekomendasi itu adalah mendorong warga tetap berada di rumah selama perayaan Natal untuk memutus rantai penularan Covid-19. Ketika keluarga berkumpul di malam Natal, setiap orang memiliki tanggung jawab untuk mengurangi kontak sosial secara signifikan.
”Jika kita terlalu banyak kontak dengan orang lain sebelum Natal dan ternyata itu menjadi Natal terakhir bersama keluarga, kita benar-benar gagal,” kata Merkel.
”Akan sangat baik jika kita mengikuti saran para pakar,” kata Merkel. ”Kita tidak akan bisa melakukan vaksinasi pada begitu banyak orang di kuartal pertama 2021 yang merupakan kuartal musim dingin.”
Berulang kali pemerintahan Merkel mengatakan, kasus Covid-19 harus diturunkan hingga 50 per 100.000 orang. Namun, saat ini angkanya masih 149 kasus per 100.000 orang.
Cara Korsel
Pemimpin negara lain yang juga tidak ingin terburu-buru menggelar vaksinasi Covid-19 adalah Korea Selatan. Rabu (9/12/2020), Korsel melaporkan 686 kasus baru Covid-19. Fasilitas kesehatan di negara itu mendapat tekanan besar. Itu kasus harian terbanyak kedua sejak pandemi. Namun, pemimpin Korsel tidak ingin terburu-buru melakukan vaksinasi.
Meski sudah memesan 44 juta vaksin Covid-19, Presiden Korea Selatan Moon Jae-in justru ingin tes dilakukan lebih luas dan penelusuran kontak dilakukan lebih gencar. Kebijakan pembatasan sosial yang lebih ketat pun mulai diberlakukan Selasa (8/12/2020), termasuk jam malam untuk restoran dan tempat usaha lain.
Kebijakan pembatasan sosial atau karantina wilayah juga tetap dilakukan Perancis. Juru bicara Pemerintah Perancis, Gabriel Attal, mengatakan bahwa pembukaan kembali bioskop, tempat pertunjukan, dan museum yang rencana dijadwalkan 15 Desember 2020 terpaksa harus ditunda. Kondisi saat ini tidak memenuhi syarat pelonggaran pembatasan sosial.
Presiden Perancis Emmanuel Macron telah menargetkan kasus baru tidak lebih dari 5.000 kasus sehari dan maksimal 3.000 pasien yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU) sebelum karantina wilayah dilonggarkan. Saat ini, jumlah pasien ICU masih di atas 3.000 orang dengan kasus baru Covid-19 dalam sehari di atas 13.000 kasus.
Dari contoh-contoh di atas dunia bisa belajar bahwa ada opsi intervensi lain yang bisa diterapkan dengan benar untuk mengendalikan pandemi di tengah euforia vaksin. (AFP/REUTERS)