Pada 2019, Mesir membayar 1 miliar dollar AS untuk mengimpor senjata dari Perancis. Perancis dan Mesir terutama bekerja sama dalam isu radikalisme di wilayah Sahel.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
PARIS, SENIN — Perancis tidak akan menghubungkan penjualan senjata ke Mesir dengan isu hak asasi manusia. Namun, Paris tetap memberikan perhatian pada isu HAM di negara itu.
Presiden Perancis Emmanuel Macron mengatakan, isu HAM dibahas secara terbuka dengan Presiden Mesir Abdel Fatah el-Sisi. Pembahasan dilakukan kala Macron menjamu El-Sisi dalam lawatan di Istana Elysee, Paris, Senin (7/12/2020). El-Sisi melawat ke Perancis selama dua hari sejak Minggu.
Meski membahas isu HAM dengan El-Sisi, Macron menegaskan tidak akan menghubungkan masalah itu dengan penjualan senjata buatan Perancis ke Mesir.
”Saya tidak mensyaratkan masalah kerja sama ekonomi dan pertahanan dengan ketidaksepakatan ini (tentang HAM). Lebih mangkus punya kebijakan untuk mendorong dialog dibandingkan boikot yang hanya akan mengurangi kemampuan salah satu mitra kita dalam menghadapi teror,” kata Macron.
Pernyataan itu membuat Paris akhirnya menunjukkan sikap pada tuntutan kelompok pemantau HAM dan parlemen. Menjelang lawatan El-Sisi, sebanyak 17 organisasi pemantau HAM menuding Macron menutup mata pada kekerasan dan pemberangusan kebebasan di Mesir.
”Inilah saatnya Macron menunjukkan dirinya benar-benar membela nilai-nilai yang selama ini dinyatakan diperjuangkannya,” demikian pernyataan bersama sejumlah kelompok pemantau HAM.
Sebelumnya, pada November 2020, parlemen meminta Pemerintah Perancis memperketat ekspor senjata, terutama terkait Mesir. Parlemen menerima laporan bahwa persenjataan buatan Perancis digunakan untuk pemberangusan kelompok penentang pemerintah di Mesir.
Sikap parlemen Perancis menyusul Human Rights Watch (HRW) yang lebih dulu meminta Paris menghentikan penjualan senjata kepada Kairo. HRW juga menuding senjata Perancis digunakan aparat Mesir dalam pemberangusan pada pengunjuk rasa dan kelompok oposisi. Pemerintahan El-Sisi dinilai melanggar HAM dalam operasi di Sinai utara.
Andalan
Dalam periode 2013-2017, Perancis menjadi pemasok senjata utama Mesir. Kontrak itu terkendala dalam beberapa tahun terakhir. Sejumlah diplomat menyebut ada persoalan keuangan. Ada yang menyebut hal itu terkait sikap Perancis tentang isu HAM Mesir.
Pada 2019, sebagaimana tercantum dalam laporan Kementerian Pertahanan kepada parlemen Perancis, Paris mendapatkan 1 miliar dollar AS dari penjualan senjata ke Kairo. Senjata merupakan salah satu komoditas ekspor utama Perancis.
Pada 2019, Perancis dilaporkan mendapatkan 9,3 miliar dollar AS dari penjualan senjata. Nilai penjualan 2019 agak menurun dibandingkan 2018 kala Paris mendapatkan 10,27 miliar dollar AS dari penjualan senjata.
HRW menuding, keputusan Paris tetap menjual senjata ke Kairo bertentangan dengan sikap Perancis soal isu HAM di Mesir. Keputusan Paris menerima lawatan El-Sisi juga dinilai merusak citra Perancis dalam isu demokrasi di Mesir dan kawasan.
”Khususnya kala Macron bersikap terhadap kekerasan dan ekstremisme di Perancis dan membuat pernyataan panjang tentang nilai-nilai. Waktu diuji tentang Mesir dan kawasan, dia memilih bersama penekan dan tidak menghargai hal yang dinyatakan dibelanya,” kata Amr Magdi, peneliti HRW.
Pada November 2020, Paris mengkritik Kairo karena menangkap anggota Egyptian Initiative for Personal Rights (EIPR). Para pegiat HAM itu ditangkap setelah bertemu dengan sejumlah diplomat. Sebelum El-Sisi bertolak ke Paris, sebagian dari pegiat EIPR dibebaskan.
”Presiden jelas akan terus menunjukkan sikap pada masalah ini,” kata seorang pejabat di kantor Kepresidenan Perancis.
Pejabat yang tidak mau diungkap namanya itu menyatakan, Paris menyambut baik pembebasan pengurus EIPR. ”Kemitraan ini demi stabilitas di kawasan,” ujarnya.
Perancis dan Mesir terutama bekerja sama dalam isu radikalisme di wilayah Sahel. Perancis mengirimkan pasukan ke sana untuk membantu memerangi sejumlah kelompok bersenjata. Mesir juga ikut membantu memberantas kelompok bersenjata di sana. (AP/REUTERS)