Kepolisian Hong Kong Tangkap 8 Aktivis dengan Jerat UU Keamanan Nasional
Penangkapan aktivis prodemokrasi di Hong Kong dengan jerat Undang-Undang Keamanan Nasional terus berlangsung. Terakhir, aparat kepolisian menangkap delapan orang terkait unjuk rasa di sebuah universitas bulan lalu.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
HONG KONG, SENIN — Tekanan aparat Pemerintah Hong Kong terhadap gerakan prodemokrasi di wilayah itu terus berlanjut. Kepolisian Hong Kong menangkap delapan orang, berusia antara 16 dan 34 tahun, yang pernah berunjuk rasa di dalam kampus Chinese University of Hong Kong, bulan lalu. Mereka dianggap telah melanggar undang-undang keamanan nasional baru yang diberlakukan China di Hong Kong.
Li Kwai-wah dari unit baru kepolisian nasional di Hong Kong, Senin (7/12/2020), menjelaskan bahwa tiga dari delapan orang itu ditahan karena telah melanggar aturan ”berkumpul dan mengajak Hong Kong memisahkan diri dari China”. ”Mereka terlihat mengibarkan bendera dan menyerukan slogan mendorong kemerdekaan Hong Kong,” ujarnya.
Lima orang lainnya, yang berstatus mahasiswa, ditahan karena berkumpul tanpa izin. Dalam beberapa pekan terakhir, Hong Kong memecat para anggota parlemen dari oposisi, memenjarakan para aktivis prodemokrasi, termasuk Joshua Wong, dan menolak permintaan pembebasan dengan jaminan Jimmy Lai (73), pengusaha dan pemilik tabloid anti-pemerintah, Apple Daily.
Sekitar 90 mahasiswa mengenakan jubah hitam, masker berwajah ala Guy Fawkes, dan membawa balon hitam berunjuk rasa dengan damai di kampus itu bulan lalu sambil membawa tulisan-tulisan bernada anti-pemerintah dan demokrasi. ”Kami menahan mereka karena meneriakkan slogan-slogan itu dan mengibarkan bendera pro-kemerdekaan yang mengancam keamanan nasional,” kata Steve Li, Inspektur Senior Departemen Keamanan Nasional Hong Kong.
Gelombang protes Hong Kong meluas terkait UU Keamanan Nasional Hong Kong yang baru yang diberlakukan China. Pemberlakuan UU itu dinilai tidak sejalan dengan kesepakatan saat Inggris mengembalikan Hong Kong ke China pada 1997. Saat itu, Hong Kong dijanjikan memiliki kebebasan mengatur dirinya sendiri di bawah prinsip ”satu negara, dua sistem” selama 50 tahun.
Para aktivis demokrasi dan para pengkritik pemerintah khawatir kebebasan yang sudah diberikan akan semakin berkurang gara-gara pemberlakuan UU tersebut.
Tekanan terhadap oposisi di Hong Kong dikecam komunitas internasional dan kelompok pegiat hak asasi manusia. UU itu dikhawatirkan akan dimanfaatkan untuk membungkam kebebasan berpendapat, bersuara, dan berkumpul.
Otoritas Beijing dan Hong Kong membantah tuduhan itu. Beijing mengklaim, UU keamanan itu dibutuhkan untuk menjamin stabilitas keamanan setelah Hong Kong digoyang gelombang protes berlarut-larut tahun lalu. UU keamanan nasional itu menarget empat kejahatan, yakni subversi, pemisahan diri, terorisme, dan berkolusi dengan kekuatan asing.
Sanksi AS
Pemerintah Amerika Serikat akan menjatuhkan sanksi terhadap sedikitnya 14 pejabat Partai Komunis China karena diduga ikut terlibat membatalkan pemilihan sejumlah anggota parlemen dari oposisi di Hong Kong. Ke-14 orang yang termasuk pejabat di parlemen atau Kongres Rakyat Nasional dan partai itu akan diberi sanksi dalam bentuk pembekuan aset dan sanksi finansial.
Informasi dari sumber yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan, selain pejabat China, ada juga pejabat dari Hong Kong yang terkena sanksi itu. ”China selalu keras menentang dan mengecam AS yang ikut campur urusan dalam negeri China melalui isu Hong Kong,” kata Hua Chunying, juru bicara Kementerian Luar Negeri China.
Pada Oktober lalu, Deplu AS memperingatkan institusi-institusi keuangan internasional yang berbisnis dengan orang-orang yang terlibat dengan tindak kekerasan di Hong Kong. Jika mereka masih saja berbisnis dengan mereka, AS tidak akan segan menjatuhkan sanksi.
AS sudah menjatuhkan sanksi kepada Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam, beberapa pejabat kepala kepolisian Hong Kong, dan pejabat lain pada Agustus lalu karena dianggap membungkam kebebasan gerakan pro-demokrasi dengan kekerasan.
Pemerintah Hong Kong yang didukung China, bulan lalu, juga memecat empat anggota oposisi dari parlemen setelah parlemen China memberi kewenangan baru untuk menyingkirkan siapa saja yang berbeda pendapat. Akibatnya, anggota-anggota parlemen dari oposisi berbondong-bondong mundur dari parlemen.
Isu Hong Kong akan menjadi tantangan terberat bagi presiden terpilih AS, Joe Biden, saat memperbaiki hubungan dengan China. Biden berjanji akan bersikap lebih tegas dan keras terhadap China, terutama kaitannya dengan isu hak asasi manusia di China dan negara-negara lain. (REUTERS/AFP/AP)