Pemerintah Inggris dan Uni Eropa terus berupaya mencari titik temu atas tiga hal yang masih mengganjal dalam proses perundingan perdagangan kedua pihak. Jika gagal, dampak terbesar akan dirasakan konsumen dan Irlandia.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
LONDON, SENIN — Pekan ini akan menjadi pekan yang menentukan bagi Pemerintah Inggris dan Uni Eropa untuk melakukan upaya terakhir mencapai kesepakatan perdagangan setelah keluarnya negara itu dari UE. Tanpa kesepakatan, banyak pihak memperkirakan, hubungan ekonomi kedua pihak akan memburuk dan salah satu yang terkena dampak adalah Irlandia.
Perdana Menteri Irlandia Micheal Martin pesimistis terjadi kesepakatan antara kedua pihak. ”Perasaan saya, setelah berbicara dengan beberapa pelaku utama, ini adalah masalah yang sangat menantang untuk diselesaikan, terutama di sekitar lapangan permainan yang setara. Banyak hal berada di ujung pisau di sini dan ini serius,” katanya ketika berbicara dengan televisi nasional RTE, Minggu (6/12/2020).
Menteri Luar Negeri Irlandia Simon Coveney mengatakan, negaranya akan menderita kerugian paling besar jika perundingan ini gagal mencapai kesepakatan. ”Kami berada di tempat yang sulit,” kata Coveney.
Hanya tersisa waktu kurang dari empat pekan sebelum Inggris benar-benar lepas dari Uni Eropa pada 1 Januari 2021. Kondisi ini membuat para perunding memiliki waktu kurang dari 48 jam lagi untuk mencari terobosan baru dan membuat kesepakatan. Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson akan kembali melakukan pembicaraan pada Senin (7/12/2020) malam jika para pihak menilai perundingan masih perlu dilanjutkan.
Tiga hal masih menjadi batu sandungan perundingan, yaitu standar barang ekspor dan impor, hak penangkapan ikan, dan soal penyelesaian perselisihan atau sengketa hukum antara para pihak.
Seorang diplomat dari salah satu negara Uni Eropa, yang tidak mau disebutkan namanya karena pembicaraan tengah berlangsung, mengatakan, dibandingkan dua permasalahan lain menyangkut standar barang ekspor-impor dan sengketa hukum, masalah hak tangkap perikanan tampaknya mengarah pada kompromi.
”Negosiasi perikanan perlahan menuju zona pendaratan. Ini bukan lagi batu sandungan utama,” kata sang diplomat.
Surat kabar Inggris, The Guardian, melaporkan bahwa telah terjadi terobosan besar dalam perundingan soal perikanan. Menurut sumber The Guardian di markas besar Uni Eropa di Brussels, kedua pihak tinggal menyelesaikan persyaratan akhir pada tingkat akses agar kapal-kapal penangkap ikan berbendera UE bisa melakukan aktivitasnya di laut dalam zona ekonomi eksklusif (ZEE) Inggris. Salah satu klausul yang disepakati adalah periode transisi perubahan izin tangkap itu antara lima dan tujuh tahun.
Para pejabat Pemerintah Inggris menolak berkomentar soal ini. Sumber di kalangan pejabat Pemerintah Inggris menyatakan, tidak ada terobosan baru tentang hak penangkapan ikan bagi armada penangkap ikan UE di ZEE Inggris. Sementara para pejabat UE tidak segera mengomentari laporan tersebut.
Sejak Inggris secara resmi meninggalkan UE pada 31 Januari, negosiator telah melewatkan beberapa tenggat untuk mencapai kesepakatan dengan blok perdagangan itu sebelum masa transisi usai, 31 Desember 2020.
Kecepatan menjadi sangat penting dan bernilai bagi UE karena negara-negara anggota harus dengan suara bulat mendukung kesepakatan apa pun. Sebanyak 27 negara anggota blok perdagangan itu ingin sepenuhnya memahami peluang untuk mendapatkan kesepakatan sebelum para pemimpin UE tiba di Brussels untuk pertemuan puncak, Kamis (10/12/2020).
Mairead McGuinness, komisioner asal Irlandia pada badan eksekutif UE, mengatakan, 48 jam ke depan akan sangat menentukan bagi kedua pihak. Sementara dalam pandangan Menteri Lingkungan Inggris George Eustice, persoalan hak tangkap di perairan Inggris adalah tuntutan yang menggelikan.
Secara umum, banyak pihak menilai, kedua pihak akan menderita secara ekonomi atas kegagalan dalam perundingan ini. Namun, sebagian besar berpikir, ekonomi Inggris-lah yang akan lebih terpukul, setidaknya dalam jangka pendek. Ini karena UE adalah kekuatan ekonomi yang memiliki populasi mendekati 500 juta orang. (AP/REUTERS)