Pembunuhan terhadap ilmuwan nuklir Iran, Mohsen Fakhrizadeh, diduga menggunakan teknologi canggih yang melibatkan satelit dan kecerdasan buatan.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
TEHERAN, MINGGU —Ilmuwan nuklir Iran, Mohsen Fakhrizadeh, dibunuh dengan senjata mesin yang dikendalikan satelit dan kecerdasan buatan. Dari hasil penyelidikan Garda Revolusioner diketahui, senjata mesin itu diarahkan ke wajah Fakhrizadeh yang sedang berada di dalam mobil saat melintasi jalan raya di luar ibu kota Teheran, Iran, 27 November lalu. Senjata mesin itu ditembakkan 13 kali.
Wakil Komandan Garda Revolusioner Ali Fadavi, dikutip kantor berita Mehr, menjelaskan, senjata mesin itu dipasang di mobil bak terbuka Nissan dan hanya fokus menembak wajah Fakhrizadeh. Istri Fakhrizadeh yang duduk di sebelahnya dan hanya berjarak 25 sentimeter saja tidak terkena tembakan sama sekali.
”Senjata itu dikendalikan secara daring melalui satelit dan menggunakan kamera canggih serta kecerdasan buatan untuk mengunci sasaran,” kata Fadavi.
Fadavi menambahkan, salah satu pengawal Fakhrizadeh terkena empat tembakan saat berusaha melindungi Fakhrizadeh. Tidak ada satu pun penembak yang terlihat berada di lokasi kejadian saat itu.
Iran menuduh Israel dan kelompok oposisi Mujahidin Rakyat Iran (MEK) sebagai pelakunya. Stasiun televisi Iran, Press TV, sebelumnya menyebutkan, senjata buatan Israel ditemukan di lokasi kejadian.
Beragam dugaan dan asumsi beredar seputar pembunuhan Fakhrizadeh. Kementerian Pertahanan Iran sempat menduga Fakhrizadeh terjebak dalam baku tembak teroris dengan para pengawalnya. Kini, kabarnya ia ditembak dengan senjata berteknologi canggih. Namun, ini pun masih dugaan.
Menteri Pertahanan Iran Amir Hatami mengatakan, Fakhrizadeh adalah salah satu anak buahnya dan memimpin Organisasi Penelitian dan Inovasi Pertahanan di Kementerian Pertahanan Iran. Selama ini, Fakhrizadeh fokus pada bidang pertahanan nuklir.
Senjata nuklir
Setelah kematian Fakhrizadeh, parlemen mengajukan rancangan undang-undang yang meminta Pemerintah Iran mengembangkan pengayaan uranium hingga ke tahapan yang dibutuhkan untuk membuat senjata nuklir. Parlemen yang didominasi kelompok garis keras mendorong pemerintah mengabaikan kesepakatan nuklir yang sudah dicapai dengan negara-negara maju.
Namun, pemerintah menegaskan, pembunuhan Fakhrizadeh tidak bisa mengubah kebijakan nuklir Iran. Selama beberapa tahun terakhir, parlemen kerap menuntut pemerintah bersikap lebih tegas pada isu nuklir, tetapi tidak berhasil.
Pada kasus ini, pemerintah sulit menentukan posisi karena kemungkinan akan mengacaukan prospek perbaikan hubungan dengan Amerika Serikat, terutama ketika Presiden terpilih AS Joe Biden akan menggantikan Donald Trump. ”Kesepakatan nuklir dan program nuklir itu wewenang Dewan Tertinggi Keamanan Nasional dan parlemen tidak bisa bertindak sendiri,” kata juru bicara pemerintah, Ali Rabiei.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak berkomentar apa pun soal pembunuhan itu. Menteri kabinet Israel, Tzachi Hanegbi, menyatakan, pihaknya tidak tahu siapa pelakunya. Iran sudah menyetujui kesepakatan nuklir dengan komunitas internasional tahun 2015 dan sanksi terhadap Iran dicabut sebagai imbal baliknya. Akan tetapi, kemudian Trump mundur dari kesepakatan itu. Biden berjanji akan kembali pada kesepakatan itu jika Iran tetap memegang komitmen. (REUTERS/AFP)