Hubungan China-Amerika Serikat kini telah mencapai titik yang terburuk sejak Maret 2018 di bawah masa pemerintahan Presiden Donald Trump.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donal Trump memblokade produk kapas, semua turunan katun China, dan membatasi waktu perjalanan anggota Partai Komunis. Ini membuat hubungan AS-China semakin mendidih.
WASHINGTON DC, KAMIS — Hubungan antara Amerika Serikat dan China semakin mendidih menjelang peralihan kekuasaan dari Presiden AS Donald Trump kepada presiden terpilih, Joe Biden.
Beberapa hari setelah memasukkan empat perusahaan dalam daftar hitam entitas bisnis China, AS kembali menekan dengan memblokade produk kapas dari ”Negeri Tirai Bambu” itu untuk masuk ke pasar AS, Rabu (2/12/2020) waktu Washington DC.
Pemblokadean itu tidak terlepas dari tudingan Washington bahwa Beijing telah bertindak keras terhadap minoritas Muslim Uighur di Provinsi Xinjiang, China.
Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan (Custom and Border Patrol/CBP) AS mengeluarkan perintah penghentian impor produk kapas dan turunan katun dari perusahaan kuasi militer, Xinjiang Production and Construction Corps (XPCC).
Perusahaan-perusahaan AS yang ingin mengimpor barang-barang produksi XPCC harus membuktikan bahwa para pekerja yang terlibat dalam proses produksi bukanlah korban kerja paksa, khususnya atas warga minoritas Uighur dan etnis minoritas lainnya.
”Penyiksaan dan perlakuan kejam yang sistemik Pemerintah China di wilayah Xinjiang seharusnya mengganggu setiap pelaku bisnis dan konsumen di AS. Kerja paksa adalah pelanggaran HAM yang merugikan pekerja yang sudah rentan dan menyebabkan ketidakadilan dalam rantai pasokan global,” kata penjabat Komisaris CBP, Mark Rogan.
XPCC adalah perusahaan keenam dari Xinjiang yang diblokade CBP dalam enam bulan terakhir. XPCC mengontrol sepertiga produksi kapas di Xinjiang dan 6 persen total produksi kapas dunia, menurut data lembaga Konsorsium Hak Pekerja (Worker Rights Consortium/WRC).
”Tindakan CBP memukul telak setiap merek yang berniat untuk terus mendapatkan kapas Uighur,” kata Direktur Eksekutif WRC Scott Nova.
Pemerintahan Trump, yang masih menyisakan waktu sekitar satu bulan sebelum lengser dan digantikan pasangan Presiden Joe Biden dan Wapres Kamala Harris, tidak berniat berhenti. Penjabat Wakil Sekretaris Keamanan Dalam Negeri Ken Cuccinelli mengatakan, pemerintah tengah mempertimbangkan pelarangan menyeluruh.
Rencana itu ditentang perusahaan dan grup bisnis yang menilainya akan merugikan produsen yang mengikuti aturan minimal ketenagakerjaan, termasuk tidak melakukan kerja paksa terhadap para pegawainya. Xinjiang, rumah minoritas Uighur, merupakan produsen tomat, kapas, tekstil, dan peralatan elektronik.
Dibantah China
Pemerintah China membantah telah menekan minoritas Muslim Uighur. Beijing menilai, tindakan terhadap Uighur perlu untuk mencegah ekstremisme. Dikatakan, kamp adalah tempat pelatihan pengembangan kemampuan dan bahasa bagi warga Uighur.
Beijing mengecam keputusan AS. Juru bicara Kemenlu China, Hua Chunying, menyebut tindakan itu sebagai penekanan dan pembatasan bagi perusahaan China serta menahan laju pertumbuhan dan pembangunan China. Dia membela praktik perburuhan dan perlakuan pemerintahan Presiden Xi Jinping atas Uighur.
”Pemerintah Xinjiang di semua tingkatan menghormati keinginan ketenagakerjaan etnis minoritas dan memberikan pelatihan yang diperlukan kepada pekerja yang secara sukarela melamar sesi (pelatihan) peningkatan keterampilan kejuruan,” kata Hua.
Pemerintahan Trump juga mengeluarkan aturan keimigrasian baru yang membatasi waktu perjalanan anggota Partai Komunis China dan kerabatnya ke AS. Kebijakan baru yang akan segera berlaku membatasi durasi maksimum visa perjalanan anggota PKC menjadi hanya satu bulan dan sekali setahun dari sebelumnya berlaku 10 tahun.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS menyebutkan, untuk saat ini, belum ada visa yang dicabut akibat perubahan aturan ini. Pembatasan visa ini bagian dari upaya AS untuk mengurangi operasi senyap China terhadap komunitas bisnis hingga pejabat AS.
Tahun ini, Departemen Kehakiman mendakwa delapan orang karena berkampanye buruk melawan AS yang ditujukan kepada para pencari suaka atau buron politik China. Deplu AS juga mengumumkan sejumlah pembatasan pemberian visa kepada sejumlah warga dan pejabat China yang dinilai bertanggung jawab atas sejumlah pelanggaran HAM di Xinjiang.
Selain itu, lebih dari 1.000 peneliti China juga telah meninggalkan negara itu karena diduga mencuri teknologi hingga upaya mendekati pejabat pemerintah, termasuk pembantu dekat dan calon anggota kabinet Biden, seperti disampaikan William Evanina, Kepala Cabang Kontraintelijen di kantor Direktur Intelijen Nasional AS. Tim transisi Biden menolak berkomentar.
Hubungan China-AS kini telah mencapai titik yang terburuk sejak Maret 2018 di bawah masa pemerintahan Trump, dengan perselisihan yang mendidih atas berbagai tema masalah, seperti perdagangan, teknologi, krisis Hong Kong, dan pandemi Covid-19. (AP/AFP/REUTERS/MHD)