Sikap kritis kelompok prodemokrasi di Hong Kong terus ditekan otoritas setempat. Pemerintah Hong Kong menggunakan berbagai perangkat hukum untuk menangkap tokoh-tokoh prodemokrasi, termasuk taipan media Jimmy Lai.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
HONG KONG, KAMIS — Taipan media prodemokrasi yang vokal di Hong Kong, Jimmy Lai, Kamis (3/12/2020), ditahan atas tuduhan penipuan setelah pengajuan uang jaminan untuk pembebasan dirinya ditolak. Ia kini mendekam di penjara, menunggu sidangnya digelar pada April mendatang.
Jimmy Lai dari Next Digital, yang menerbitkan koran Apple Daily, merupakan satu dari 10 orang yang ditangkap pada 10 Agustus lalu karena dituduh melanggar Undang-Undang Keamanan Nasional dan berkolusi dengan negara asing. Apple Daily adalah tabloid populer yang berhaluan prodemokrasi dan sangat kritis terhadap otoritas di Hong Kong yang pro-Beijing.
Pada Agustus lalu, Lai (73) dibebaskan dengan uang jaminan. Namun, pada Oktober lalu, polisi menggerebek kantornya dan menyita sejumlah dokumen sebagai barang bukti.
Pada Rabu (2/12/2020), Lai dan dua pemimpin eksekutif Next Digital, yakni Royston Chow dan Wong Wai-keung, dituduh melakukan penipuan terkait pelanggaran ketentuan sewa ruang kantor Next Digital. Sejauh ini tidak ada yang didakwa melanggar UU Keamanan Nasional.
Akan tetapi, hakim yang ditunjuk pemimpin eksekutif Hong Kong untuk menyidangkan Lai, Victor So, mencoba menjerat Lai dengan UU Keamanan Nasional.
Pada Kamis ini, Lai kembali hadir di pengadilan. Majelis hakim menolak uang jaminan yang diajukan Lai dalam kasusnya. Adapun dua petinggi Next Digital lainnya bisa dibebaskan dengan uang jaminan. Persidangan Lai akan dilanjutkan pada 16 April 2021.
Siap dipenjara
Sejak lama Lai khawatir, otoritas Hong Kong akan menutup korannya, satu dari segelintir media lokal yang vokal terhadap Beijing. Di mata media Pemerintah China, ia kerap dijuluki pengkhianat dan ”tangan hitam”.
”Saya siap dipenjara,” ujar Lai dalam sebuah wawancara dengan kantor berita AFP, dua pekan sebelum UU Keamanan Nasional diberlakukan. ”Saya pembuat onar. Saya datang ke sini tanpa membawa apa pun. Kebebasan di tempat ini telah memberi saya banyak hal. Mungkin ini saatnya saya membalasnya dengan memperjuangkannya,” tambah Lai.
Rabu kemarin, pengadilan di Hong Kong menjatuhkan vonis hukuman penjara bagi tiga aktivis muda prodemokrasi, termasuk Joshua Wong, terkait unjuk rasa tahun lalu. Polisi juga menambahkan bahwa salah satu di antara mereka dituduh melanggar UU Keamanan Nasional dan masih dalam penyelidikan.
Selain terhadap Lai, hakim juga menolak uang jaminan atas aktivis lain terkait pandangan politiknya, yaitu penyiar radio Tam Tak-chi. Tam telah ditahan sejak pertengahan September dan menjadi orang pertama sejak penyerahan Hong Kong dari Inggris tahun 1997 yang didakwa oleh UU era kolonial karena ”mengucapkan kata-kata yang menghasut”.
Protes warga
Beijing memberlakukan UU Keamanan Nasional sebagai respons terhadap gelombang protes atas Rancangan Undang-Undang Ekstradisi di Hong Kong. Gelombang protes warga Hong Kong sejak Juni 2019 juga digelar untuk menuntut demokrasi lebih luas di bekas koloni Inggris itu.
UU Keamanan Nasional lebih banyak memicu protes publik. Selain itu, muncul tudingan bahwa Beijing melanggar otonomi yang pernah dijanjikannya kepada Hong Kong ketika wilayah ini dikembalikan ke China. Tindakan Beijing dinilai merusak status Hong Kong sebagai pusat bisnis global.
Koran Apple Daily mengkritik UU tersebut melalui laporannya di halaman utama pada 1 Juli lalu dengan menyebut aturan itu sebagai ”paku terakhir dari peti mati” otonomi Hong Kong.
Pemerintah Inggris mengecam penangkapan Lai, Agustus lalu, dan menyebut UU Keamanan Nasional diberlakukan untuk mematikan perbedaan pendapat. Dalam laporan tentang status perjanjian 1984 tentang pengembalian Hong Kong ke China, Pemerintah Inggris menyebut bahwa UU ini ”diimplementasikan dengan cara merongrong kebebasan berpendapat”.
”Sangat penting bahwa kebebasan ini sepenuhnya dihormati,” kata laporan tersebut.
Sebelum ditangkap pada Agustus lalu, Lai juga pernah ditangkap pada Februari dan April dengan tuduhan berpartisipasi dalam protes ilegal. Ia juga menghadapi tuduhan ikut serta dalam peringatan penumpasan protes prodemokrasi di Lapangan Tiananmen, 4 Juni 1989. (AP/AFP)