Seorang Komandan Garda Revolusi Iran Tewas dalam Serangan ”Drone”
Iran kembali berduka. Serangan pesawat tanpa awak menewaskan seorang komandan pasukan elite mereka.
Oleh
Musthafa Abd. Rahman, dari Kairo, Mesir
·3 menit baca
KAIRO, KOMPAS — Iran dalam kurun waktu kurang dari satu pekan mengalami pukulan telak secara beruntun. Hanya tiga hari setelah tewasnya ilmuwan nuklir Iran terkemuka, Mohsen Fakhrizadeh, Jumat pekan lalu, kini salah seorang komandan Garda Revolusi Iran, Muslim Shahdan, dan tiga pengawalnya tewas dalam sebuah serangan pada Senin (30/11/2020). Mereka tewas akibat gempuran pesawat tanpa awak atau drone di wilayah Deir el-Zor, tak jauh dari perbatasan Irak-Suriah.
Diduga kuat pesawat tanpa awak yang menggempur Muslim Shahdan dan rombongannya adalah milik Israel. Mereka segera mendapat serangan dari pesawat nirawak itu sesaat setelah menyeberang dari Irak menuju Suriah, Senin pagi.
Sampai saat ini belum ada pihak yang secara resmi menyatakan bertanggung jawab atas serangan pesawat nirawak terhadap Muslim Shahdan dan rombongannya itu. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, adalah pesawat tempur Israel yang aktif menggempur sasaran Iran dan loyalisnya di berbagai tempat di Suriah dan Irak.
Seperti diketahui, wilayah Provinsi Deir el-Zor dikontrol pasukan loyalis rezim Presiden Bashar al-Assad setelah mundurnya milisi kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) dari provinsi tersebut pada November 2017. Pasukan rezim Bashar al-Assad dibantu milisi loyalis Iran dan pasukan Rusia bertugas mempertahankan Provinsi Deir el-Zor yang berbatasan langsung dengan Irak.
Sebagian besar dari milisi loyalis Iran dan satuan Garda Revolusi Iran dikabarkan ditempatkan di Provinsi Deir el-Zor setelah mendapat gempuran dari pesawat tempur Israel secara rutin di wilayah lain di Suriah. Beberapa komandan dari Garda Revolusi Iran memimpin milisi loyalis Iran yang berasal dari sejumlah negara, yaitu Iran, Irak, Afghanistan, Lebanon, dan Pakistan, di Provinsi Deir el-Zor.
Sikap Iran
Di Teheran, parlemen Iran, Selasa, mengesahkan draf undang-undang (UU) yang mengizinkan pengayaan uranium hingga 20 persen. Draf UU tersebut baru bisa menjadi UU secara final setelah mendapat persetujuan Dewan Konstitusi Iran yang merupakan lembaga konstitusi tertinggi di Iran.
Sejumlah pengamat di Iran mengatakan, hampir dipastikan dewan konstitusi akan menyetujui draf UU tersebut.
Dalam kesepakatan nuklir Iran tahun 2015 (JCPOA), Iran hanya diizinkan melakukan pengayaan uranium tidak lebih dari 3,67 persen. Keputusan parlemen Iran yang menyetujui proses pengayaan uranium hingga 20 persen itu sebagai reaksi atas tewasnya ilmuwan nuklir Iran, Mohsen Fakhrizadeh, Jumat lalu.
Pasca-pemungutan suara di parlemen Iran yang menyetujui pengayaan uranium hingga 20 persen itu, anggota parlemen Iran meneriakkan yel-yel anti-Israel dan Amerika Serikat.
Sementara itu, Komandan Brigade Quds, satuan elite Garda Revolusi Iran, Jenderal Esmail Ghaani, seperti diberitakan harian Lebanon berbahasa Perancis, L’Orient-Le Jour, kemarin, melakukan kunjungan rahasia ke Lebanon.
Esmal Ghaani secara khusus menemui Sekretaris Jenderal Hezbollah Hassan Nasrullah di Beirut untuk meminta Hezbollah tidak melakukan serangan balasan atas Israel pascatewasnya Mohsen Fakhrizadeh.
Ghaani meminta segala keputusan yang akan diambil Hezbollah terkait Israel dikomunikasikan terlebih dahulu dengan Teheran. Ghaani menyampaikan, serangan balasan atas Israel harus dilakukan, tetapi dalam waktu yang tepat.
Ghaani menyampaikan pula kepada Hassan Nasrullah dan pimpinan Hezbollah lainnya, jangan terprovokasi dengan melancarkan serangan balasan tanpa terkontrol terhadap Israel. Tindakan itu berbahaya karena hanya memicu meletusnya perang terbuka secara luas antara Iran dan Israel.
Ghaani, yang menjabat komandan divisi elite Al Quds, kini memilih bepergian ke luar negeri secara rahasia, khawatir menjadi sasaran serangan Israel atau AS, seperti yang dialami pendahulunya, Jenderal Qassim Soleimani. Soleimani tewas akibat serangan pesawat nirawak AS dekat bandara internasional Baghdad, Januari lalu.