Hanya berselang enam bulan setelah Benny Gantz dan Benyamin Netanyahu sepakat membentuk pemerintahan bersama, hubungan keduanya memburuk. Pemerintahan Israel terancam bubar dan membuka peluang untuk pemilu lagi.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
TEL AVIV, RABU — Hanya berselang enam bulan setelah sepakat untuk membentuk pemerintahan bersama, pemerintahan Benjamin Netanyahu-Benny Gantz di ambang perpecahan setelah Gantz menyatakan mendukung proposal pembubaran pemerintah. Gantz menuding Netanyahu berulang kali melanggar janjinya dan memanfaatkan posisinya sebagai perdana menteri untuk kepentingan pribadi.
Apabila usulan pembubaran parlemen ini disepakati, rakyat Israel akan melaksanakan pemilihan umum keempat dalam dua tahun terakhir.
”Satu-satunya yang dapat mencegah pemilihan ini adalah orang yang memutuskan melakukannya, yaitu Netanyahu. Beban pembuktian ada pada Anda,” kata Gantz dalam pidato yang disiarkan televisi secara nasional, Selasa (1/12/2020) waktu setempat.
Pernyataan Gantz di depan publik mengenai situasi internal pemerintahan bersama adalah bentuk peringatan menteri pertahanan itu sekaligus menunjukkan bahwa dirinya telah habis kesabaran terhadap Netanyahu. Pemungutan suara resmi untuk membubarkan pemerintahan bersama baru bisa dilakukan pada pekan depan untuk membuka peluang negosiasi ulang antara Netanyahu, pemimpin Partai Likud, dan Gantz, pemimpin Partai Biru Putih.
Gantz menuding Netanyahu memanfaatkan posisinya sebagai kepala pemerintahan untuk menggagalkan proses hukum yang tengah dijalaninya, terutama dalam hal penunjukan pejabat yang terkait hukum dan badan peradilan. Menurut laman Times of Israel, Netanyahu menolak pengangkatan kepala kepolisian, jaksa agung dan pejabat eselon I di kementerian kehakiman.
Dengan memanfaatkan pandemi Covid-19, Gantz menuding Netanyahu telah berupaya menggagalkan proses hukum atas tuduhan tindak pidana korupsi yang disangkakan kepadanya.
Tidak hanya soal intervensi pada proses hukum, Gantz juga menuding Netanyahu menghambat jalannya pemerintahan dengan cara menggagalkan penunjukan-penunjukan pejabat yang dinilainya bisa membantu Israel keluar dari situasi krisis. Hal lain adalah penundaan pembuatan dan pengesahan peraturan perundangan serta klaim atas pencapaian kerja orang lain.
Perselisihan yang paling utama, yang membuat kesabaran Gantz habis, adalah kegagalan pemerintah untuk menyepakati anggaran. Gantz dan Netanyahu semula sepakat bahwa anggaran akan disahkan pada bulan Agustus atau empat bulan setelah keduanya sepakat membentuk pemerintahan bersama. Namun, ketika tenggat waktu terlewati, anggaran belum disahkan.
Keduanya membuat kesepakatan baru agar anggaran bisa disahkan maksimal pada 23 Desember. Namun, sampai saat ini, dalam pandangan Gantz, tidak ada kemajuan yang berarti dalam pembahasan rancangan anggaran.
Keduanya, menurut Times of Israel, bersitegang dalam sebuah rapat kabinet yang khusus membahas penanganan Covid-19, akhir November lalu.
Pemimpin oposisi Yair Lapid, Yesh Atid, sponsor usulan pembubaran pemerintah, menyambut baik pernyataan Gantz. Menurut dia, selama enam bulan pemerintahan bersama terbentuk, Netanyahu jelas tidak bisa memimpin Israel keluar dari krisis akibat pandemi.
Usulan pembubaran pemerintah tidak akan mudah. Meski usulan itu didukung oposisi, setidaknya keinginan membubarkan pemerintahan membutuhkan dua kali pembacaan di Knesset atau parlemen Israel.
Jualan persatuan
Sesaat sebelum Gantz berbicara, Netanyahu merilis video di Twitter yang berisi desakan pada Gantz untuk mengurungkan niatnya mendukung proposal pembubaran pemerintah.
”Sekarang bukan waktunya untuk pemilihan. Sekaranglah waktunya untuk persatuan,” kata Netanyahu.
Persatuan adalah kata yang digunakan Netanyahu ketika dia membujuk Gantz membentuk pemerintahan bersama pada April lalu. Gantz saat itu memberikan persetujuan untuk berkoalisi meski ditentang para pemimpin partai koalisi yang mendukungnya. Kala mengumumkan rencana kerja samanya dengan Netanyahu, Gantz menyebut keputusannya itu adalah sebuah kemenangan bagi demokrasi.
Harga yang harus dibayar Gantz untuk membentuk pemerintahan bersama dengan Netanyahu adalah bubarnya koalisi Biru Putih yang dibangunnya bersama Nitzan Horowitz, pemimpin Partai Liberal Meretz, dan Yesh Atid, pemimpin Yair Lapid. Bangunan koalisi ketiganya yang dimulai sejak beberapa tahun terakhir untuk meruntuhkan dominasi Netanyahu dan Likud, runtuh.
Kondisi sekarang ini juga tidak menguntungkan Gantz. Gantz dan Netanyahu yang bersepakat berbagi masa jabatan, masing-masing 18 bulan, terancam tidak akan pernah merasakan kursi perdana menteri jika pemerintahan bubar. Jika pemerintahan bersama runtuh, Netanyahu akan tetap menjabat sebagai perdana menteri selama masa kampanye hingga pemerintahan baru terpilih.
Jajak pendapat memperkirakan bahwa Partai Likud Netanyahu masih akan muncul sebagai partai terbesar di parlemen pada pemilihan berikutnya, tetapi dengan kursi yang jauh lebih sedikit daripada yang dimilikinya saat ini. Dukungan bagi koalisi Biru dan Putih yang telah hancur, jauh lebih merosot lagi.
Keberhasilan Netanyahu mendorong pembukaan hubungan diplomatik dengan Uni Emirat Arab dan Bahrain serta keberhasilan mengurung Iran, musuh bebuyutan negara itu, memperkuat posisinya sebagai calon pemimpin Israel pada pemilu selanjutnya. (AP/AFP)