Pasca-pembunuhan Arsitek Nuklir Iran, Berbagai Pihak Tak Ingin Eskalasi Konflik
Sejumlah negara meminta semua pihak menahan diri pascapembunuhan ilmuwan nuklir terkemuka Iran Mohsen Fakhrizadeh. Pembunuhan Fakhrizadeh dikhawatirkan akan menyulut ketegangan di kawasan Timur Tengah.
Oleh
Mahdi Muhammad & Aditya Ramadhan
·5 menit baca
TEHERAN, MINGGU – Sejumlah negara, Minggu (29/11/2020), menyatakan keprihatinannya atas pembunuhan Mohsen Fakhrizadeh (59), ahli nuklir Iran, Jumat lalu. Mereka berharap para pihak terkait bersikap tenang dengan kepala dingin dalam merespons kejadian tersebut. Pemerintah Iran dan para pihak yang diduga terkait atau mengetahui otak di balik pembunuhan Fakhrizadeh diminta menghindari tindakan yang mengarah pada eskalasi konflik di Timur Tengah.
Fakhrizadeh dibunuh dalam penyergapan di dekat Teheran. Ia terluka parah setelah mobilnya diserang orang tak dikenal yang terlibat baku tembak dengan pengawal Fakhrizadeh. Saat itu ia dalam perjalanan ke Kementerian Penelitian dan Inovasi, tempatnya bekerja di kota Absard, Damavand. Nyawanya tak tertolong meski sudah ditangani tim medis.
Fakhrizadeh berperan besar dalam pengembangan program nuklir Iran. PM Israel Benjamin Netanyahu pernah menyebutnya sebagai bapak program persenjataan nuklir Iran.
Teheran menuduh Israel sebagai dalang pembunuhan itu. Sabtu lalu, Presiden Iran Hassan Rouhani menggelar sidang kabinet membahas kasus itu. Minggu kemarin, giliran parlemen bersidang juga membahas pembunuhan Fakhrizadeh.
Harian The New York Times melaporkan, seorang pejabat Amerika Serikat dan dua pejabat intelijen lainnya mengonfirmasi Israel berada di balik serangan itu. ”Iran pasti akan membalas kematian ilmuwan kami,” kata Rouhani, Sabtu.
Keprihatinan atas pembunuhan Fakhrizadeh disampaikan langsung Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab, Minggu (29/11). "Kami prihatin tentang situasi di Iran dan kawasan yang lebih luas. Kami ingin melihat penurunan ketegangan," kata Raab kepada Sky News.
Raab mengatakan, pemerintah Inggris menyatakan keprihatinannya atas pembunuhan itu dengan dasar bahwa hukum humaniter internasional melarang warga sipil sebagai target pembunuhan. Namun, pemerintah Inggris masih menunggu fakta lengkap kejadian tersebut sebelum menyatakan sikapnya.
"Kami menunggu untuk melihat fakta lengkap untuk membahas tentang apa yang terjadi di Iran. Tetapi saya akan mengatakan bahwa kami tetap berpegang pada aturan hukum humaniter internasional yang sangat jelas melarang menarget warga sipil," kata Raab.
Pemerintah Jerman melalui kementerian luar negerinya menyerukan agar para pihak menahan diri dari tindakan yang bisa memperkeruh suasana. "Kami menyerukan kepada semua pihak untuk menghindari mengambil tindakan apa pun yang dapat mengarah pada eskalasi baru situasi yang sama sekali tidak kami butuhkan saat ini," kata seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Jerman.
Juru bicara tersebut menambahkan, dialog dengan Iran harus tetap dipertahankan untuk menyelesaikan permasalahan yang melingkupi program nuklir Iran.
Tindak terorisme
Desakan untuk saling menahan diri juga disampaikan Pemerintah Turki. Dalam pernyataannya, Kementerian Luar Negeri Turki menyesalkan dan mengecam keras pembunuhan Fakhrizadeh serta menganggap bahwa pembunuhan itu adalah bentuk tindakan terorisme yang akan mengganggu perdamaian di kawasan.
"Turki menentang semua inisiatif yang bertujuan mengganggu perdamaian di kawasan dan melawan semua bentuk terorisme, tidak peduli siapa pelaku atau target mereka,” kata pernyataan Kemenlu Turki. Ankara juga mendesak semua pihak untuk bertindak dengan akal sehat dan menahan diri.
Pemerintah Israel, melalui Menteri Permukiman Tzachi Hanegbi, membantah tuduhan berada di balik kasus pembunuhan Fakhrizadeh. Washington tidak memberikan tanggapan apapun atas kejadian tersebut.
Meski tidak secara resmi mengeluarkan pernyataan, Presiden AS Donald Trump mencuit ulang unggahan pihak lain terkait insiden itu melalui akun Twitter miliknya. Salah satunya, yang menyatakan ilmuwan Iran itu telah ”dicari Mossad bertahun-tahun”.
Tudingan terhadap Israel tidak terlepas dari pembunuhan dengan modus yang hampir sama yang dilakukan oleh intelejen Israel terhadap orang nomor dua Al Qaeda, Abdullah Ahmed Abdullah, beberapa bulan lalu. Surat kabar The New York Times menyebutkan bahwa Israel berada di balik pembunuhan itu dengan sponsor pemerintah Amerika Serikat.
Israel diketahui sangat bernafsu untuk meniadakan peran Fakhrizadeh yang disebut pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khomeini, sebagai ilmuwan nuklir Iran yang paling terkemuka. Menurut Israel dan AS, Fakhrizadeh mengepalai program AMAD Iran yang diduga sebagai operasi militer untuk membangun persenjataan nuklir Iran.
Badan EnergiAtom Internasional (IAEA) mengatakan "program terstruktur" itu telah berakhir pada tahun 2003. Hasil itu disetujui oleh Badan Intelejen AS di dalam laporannya tahun 2007.
Meski telah berakhir, Israel masih berpendapat bahwa Iran tetap memiliki niat mengembangkan senjata nuklir, khususnya rudal balistik, terutama bila kesepakatan nuklir yang ditandatangani berakhir. Pemerintah Iran menyangkal hal itu. Teheran menyatakan bahwa mereka mempertahankan program nuklirnya untuk tujuan damai dan tidak memiliki rencana untuk membuat bom atom.
Amos Yadlin, mantan kepala intelijen militer Israel yang sekarang menjabat sebagai direktur Institut Studi Keamanan Nasional Universitas Tel Aviv, menuduh Fakhrizadeh menjalankan "semua kegiatan rahasia dengan persenjataan program."
Sidang parlemen Iran
Meski para pihak terkait diminta untuk menahan diri untuk mengeluarkan respon yang akan membahayakan situasi keamanan Iran dan kawasan Timur Tengah, desakan untuk melakukan serangan balasan tidak terhindarkan.
Parlemen Iran, Minggu (29/11), melakukan sidang tertutup untuk membahas secara khusus pembunuhan Fakhrizadeh. Usai sidang, Ketua Parlemen Iran Mohammad Baqer Ghalibaf menyatakan, musuh Iran harus dibuat menyesal karena telah membunuh Fakhrizadeh.
"Musuh kriminal tidak menyesal kecuali dengan reaksi yang keras," katanya dalam siaran radio pemerintah Iran. Dalam sidang anggota parlemen meneriakkan: "Matilah Amerika!" dan "Matilah Israel!".
Sokongan agar pemerintah Iran melakukan serangan balasan juga disampaikan oleh sebuah surat kabar garis keras di Iran. Surat kabar itu mendesak agar militer Iran menyerang kota pelabuhan Haifa, Israel sebagai balasan.
Sejumlah analis menyatakan, pembunuhan Fakhrizadeh merupakan tindakan berbahaya yang melemahkan rencana presiden AS terpilih, Joe Biden menawarkan ”jalur diplomasi kredibel” sebagai langkah awal AS untuk bergabung kembali dalam Kesepakatan Nuklir Iran 2015.
Mantan Direktur CIA pada era Presiden Obama, John Brennan, menulis di Twitter bahwa pembunuhan ilmuwan nuklir Iran itu merupakan ”tindak kejahatan dan sangat ceroboh”. Tindakan tersebut ”berisiko memicu reaksi balas dendam yang berbahaya dan babak baru konflik di kawasan”.
Brennan mendesak Iran untuk ”menunggu kembalinya kepemimpinan AS yang bertanggung jawab di panggung global dan menahan dorongan untuk membalas mereka yang bertanggung jawab”.
Bagi Ben Rhodes, mantan penasihat Presiden Obama, ”ini adalah tindakan keterlaluan yang bertujuan merusak diplomasi antara pemerintahan AS yang akan datang dan Iran”. Ia menambahkan, saatnya eskalasi ketegangan diakhiri.
Akan tetapi, sejumlah analis melihat pembunuhan Fakhrizadeh memberikan pengaruh pada pemerintahan AS yang akan datang yang bisa berguna dalam negosiasi dengan Teheran.
”Masih hampir dua bulan sebelum Joe Biden menjabat,” kata Mark Dubowitz, Direktur Foundation for Defense of Democracies (FDD). ”Banyak waktu bagi AS dan Israel untuk menimbulkan kerusakan pada rezim Iran—dan memberikan pengaruh pada pemerintahan Biden. (AP/AFP/REUTERS)