Pandemi Covid-19 Hambat Program Eliminasi Malaria Global
Pandemi Covid-19 telah menghambat program pencegahan dan pengendalian penyakit lain termasuk malaria. Krisis akibat Covid-19 akan membuat jurang terhadap akses pengobatan malaria semakin lebar.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
GENEVA, SENIN – Organisasi Kesehatan Dunia menyatakan, capaian eliminasi malaria dalam beberapa tahun terakhir jalan di tempat. Diperkirakan masih ada lebih dari 400.000 orang meninggal akibat penyakit yang disebarkan oleh nyamuk ini pada tahun lalu. Pandemi Covid-19 dikhawatirkan membuat program eliminasi malaria semakin tidak bergerak maju.
Dalam World Malaria Report 2020, Senin (30/11/2020), WHO mengatakan, kemajuan program eliminasi malaria kini melandai terutama di negara-negara Afrika.
Dalam laporannya, WHO menyampaikan bahwa kampanye pencegahan malaria berjalan tanpa kendala berarti di tengah upaya mengendalikan pandemi Covid-19. Akan tetapi, muncul kekhawatiran seiring dengan melandainya capaian eliminasi malaria, krisis Covid-19 akan membuat kemajuan dalam program eliminasi malaria semakin sulit diraih.
“Covid-19 semakin mengancam upaya kami mengatasi malaria, khususnya dalam merawat orang yang terinfeksi,” kata Matshidiso Moeti, Direktur WHO Regional Afrika. “Terlepas dari dampak Covid-19 yang besar terhadap perekonomian Afrika, mitra internasional dan negara-negara perlu berbuat lebih untuk memastikan ketersediaan sumber daya untuk memperluas program malaria.”
Bahkan, WHO menyebutkan, kendala akses yang moderat terhadap pengobatan antimalaria saja bisa berujung pada kematian. Kendala akses terhadap pengobatan malaria sebesar 10 persen di Sub-Sahara Afrika bisa menyebabkan 19.000 pasien meninggal.
“Perkiraan kami bergantung pada seberapa besar gangguan layanan akibat Covid-19, akan ada tambahan kasus meninggal antara 20.000 sampai 100.000 di sub-Sahara Afrika yang mayoritas adalah anak-anak,” kata Pedro Alonso, Direktur Program Malaria WHO. “Kemungkinan tambahan kasus meninggal akibat malaria lebih besar dari kematian langsung akibat Covid-19.”
Tahun 2019, total kasus malaria global diperkirakan mencapai 229 juta, jumlah yang relatif sama dalam empat tahun terakhir. Sementara kasus meninggal akibat malaria yang pernah turun dengan cepat, kini mandek selama dua tahun. Setelah anjlok dari 736.000 kasus pada 2000, pada tahun 2018 kasus meninggal akibat malaria diperkirakan 411.000 kasus, dan 409.000 di tahun 2019. Pandemi Covid-19 diperkirakan membuat kasus meninggal lebih tinggi lagi.
Lebih dari 90 persen beban malaria global berada di Afrika. Kasus meninggal karena malaria di benua ini tahun 2019 diperkirakan sebanyak 384.000 kasus. Tahun 2019, empat negara menyumbang hampir separuh kasus malaria global, yaitu Nigeria (27 persen), Republik Demokratik Kongo (12 persen), Uganda (5 persen), dan Mozambik (empat persen).
“Intervensi terarah yang lebih baik, perangkat baru, dan peningkatan pendanaan diperlukan untuk mengubah tren global penyakit ini dan mencapai target yang disepakati,” kata WHO.
Menurut WHO, kekurangan dana dalam program malaria menimbulkan “ancaman signifikan.” Dari total target pendanaan 5,6 miliar dollar AS tahun 2019 hanya tercapai 3 miliar dollar AS.
“Kurangnya pendanaan telah menimbulkan kesenjangan akses yang parah pada perangkat pengendalian malaria yang terbukti efektif,” ujar WHO.
Alih-alih memilih pendekatan yang seragam, negara-negara justru mulai mengadopsi respons berdasarkan data lokal untuk mengendalikan malaria. “Saatnya para pemimpin di Afrika – juga dunia – untuk bangkit menghadapi malaria,” kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.
“Melalui aksi bersama dan komitmen untuk tidak meninggalkan seorang pun, kita bisa mencapai visi bersama dunia yang bebas malaria,” tambah Tedros yang juga mantan menteri kesehatan Etiopia itu.
di tengah potret program malaria yang muram itu, laporan WHO menginformasikan bahwa ada 21 negara yang telah mengeliminasi malaria dalam dua dekade terakhir. Di luar Afrika, program eliminasi malaria di India terus menunjukkan hasil yang mengesankan dalam dua tahun terakhir. Kasus malaria di negara Asia Selatan ini turun 18 persen dan kasus meninggal akibat malaria turun 20 persen.
Selain itu, terlepas dari ancaman resistensi obat antimalaria yang terus berlangsung, enam negara di kawasan Delta Mekong di Asia Tenggara menunjukkan capaian yang baik menuju eliminasi malaria 2030. Dalam periode tahun 2000-2019, kasus malaria di kawasan ini turun 90 persen.(AFP/REUTERS)