Tingkat penularan yang masih tinggi membuat Inggris merasa perlu memberlakukan pembatasan sosial setelah karantina wilayah berakhir. Namun, ini ditentang sebagian anggota parlemen dan sekelompok warga.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
LONDON, MINGGU — Inggris perlu menerapkan kebijakan pembatasan yang lebih ketat setelah karantina wilayah yang diberlakukan saat ini berakhir 2 Desember nanti untuk mencegah rumah sakit kewalahan menerima pasien baru.
Di koran Times, Sabtu (28/11/2020), Menteri di Kantor Kabinet Michael Gove memperingatkan, tanpa pembatasan lebih jauh, mayoritas rumah sakit di Inggris akan kewalahan. Ia mendesak anggota parlemen untuk mendukung rencana pemerintah memberlakukan pembatasan.
Gove menulis, saat ini ada 16.000 pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit, tidak jauh berbeda dari saat puncak infeksi April 2020 yang mencapai 20.000 kasus. Jika kasus baru terus meningkat, pasien Covid-19 yang sekarang dirawat harus keluar dari rumah sakit dan kasus Covid-19 baru yang darurat dan kritis harus diprioritaskan.
Karantina wilayah selama empat minggu di Inggris akan berakhir Rabu depan dan akan digantikan oleh sistem intervensi regional tiga fase yang membatasi aktivitas usaha, perjalanan, dan aktivitas sosial. Lebih dari 20 juta penduduk di mayoritas wilayah Inggris akan menjalani pembatasan yang paling ketat.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson berusaha meraih dukungan parlemen dengan menyebutkan bahwa pembatasan ini akan berakhir pada Februari 2021 dengan evaluasi setiap dua minggu.
Ditangkap
Namun, rencana pembatasan ini telah memicu protes. Polisi Metropolitan London telah menangkap 155 orang saat berusaha membubarkan unjuk rasa yang menentang karantina wilayah dan vaksinasi. Penangkapan dilakukan terhadap mereka yang menyerang polisi, memiliki narkoba, dan melanggar pembatasan sosial untuk mengendalikan penyebaran Covid-19.
Seorang polisi memperkirakan, terdapat 350 orang yang berunjuk rasa menentang kebijakan pembatasan sosial dan antivaksinasi di distrik perbelanjaan West End London dan St James Park.
”Kami akan berjaga hingga malam hari dan saya mendesak warga yang belum membubarkan diri untuk pulang ke rumah,” kata Stuart Bell, Kepala Pengawas Kepolisian London.
Boris juga menghadapi penentangan dari para anggota parlemen dari Partai Konservatif. Partai itu mengatakan, kebijakan pembatasan memiliki dampak ekonomi jauh lebih besar ketimbang manfaat kesehatan yang didapat.
Sejumlah anggota parlemen berargumen bahwa daerah pemilihan mereka memiliki tingkat penularan yang rendah tapi tetap diberlakukan pembatasan yang ketat. Kebijakan pembatasan baru ini akan semakin berdampak buruk pada ekonomi lokal daerah bersangkutan.
Pengendalian
Di sisi lain, Pemerintah Inggris berharap, kombinasi vaksinasi dan tes Covid-19 massal bisa menghapus ”kebutuhan” untuk menerapkan pembatasan aktivitas bisnis dan aktivitas sehari-hari lainnya. Inggris menjadi salah satu negara Eropa yang terdampak paling parah oleh Covid-19 dengan kasus meninggal lebih dari 57.000 orang.
Menurut Gove, tingkat penularan di seluruh Inggris masih ”sangat tinggi”. ”Fase pembatasan baru ini bersama dengan tes Covid-19 massal mampu mencegah fasilitas kesehatan kewalahan hingga vaksin tiba,” ujarnya.
Inggris kini bersiap untuk memberikan vaksin kepada jutaan warganya. PM Boris menunjuk anggota parlemen dari Partai Konservatif, Nadhim Zahawi, sebagai menteri kesehatan yang baru untuk mengawasi program vaksinasi tersebut. Koran The Guardian melaporkan bahwa rumah sakit telah diberi tahu bahwa mereka akan menerima dosis pertama vaksin Pfizer pada 7 Desember jika telah mendapat izin edar.
Tenaga kesehatan terdepan yang menangani kasus Covid-19 dan penghuni panti jompo juga akan menjadi yang pertama untuk divaksin disusul oleh lansia di atas 80 tahun.
Otoritas kesehatan Inggris saat ini sedang mengkaji aspek keamanan dan efikasi dua calon vaksin Covid-19, yaitu yang dikembangkan oleh Pfizer/BioNTech dan University Oxford/AstraZeneca.
Inggris telah memesan 40 juta dosis calon vaksin Covid-19 Pfizer/ BioNTech yang akan cukup untuk 20 juta orang dan memesan 100 juta dosis dari Oxford/AstraZeneca.
Secara umum, Inggris telah memesan hingga 355 juta dosis vaksin dari tujuh produsen berbeda untuk diberikan kepada 67 juta warganya.
Keputusan vaksin mana yang diberi izin untuk diberikan kepada warga bergantung pada penilaian badan pengawas obat dan produk kesehatan yang bekerja secara independen. (AP/REUTERS)”