Wajah Wisata Singapura Saat Pandemi
Pandemi memukul pariwisata Singapura. Namun, setelah berhasil mengendalikan penyebaran Covid-19, mereka kini lebih percaya diri untuk mulai membangkitkan pariwisatanya dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
Melintas di salah satu sudut Orchard Road, mata ini tertarik oleh gemerlapnya lampu-lampu yang menghiasi jalanan dan trotoar di sampingnya. Malam yang gelap pun jadi terang benderang dan penuh warna.
Di depan salah satu pusat perbelanjaan hiasan bertema film Frozen menyedot perhatian banyak warga yang melintas, terutama anak-anak. Mereka berfoto di depan hiasan karakter Ana, Elsa, Olaf si manusia salju, juga Sven si rusa kutub.
Singapura yang beriklim tropis tidak pernah merasakan Natal ”putih” seperti negara-negara di belahan bumi Utara. Tapi, dengan kreativitas dan pemasaran yang bagus, Singapura bisa menghadirkan pengalaman Natal ”putih” dengan gemerlap lampu, hiasan berbentuk serpihan salju, lengkap dengan salju buatan di pusat keramaian di sepanjang Orchard Road.
Setiap mal yang ada di Orchard Road membuat hiasan Natalnya sendiri di depan dan dalam mal, sedangkan Singapore Tourism Board menghias jalanan Orchard. Suasana menjelang Natal pun jadi meriah.
Dikombinasi dengan hujan diskon menjelang akhir tahun keriuhan menjelang Natal dan Tahun Baru menarik jutaan wisatawan asing ke Singapura. Itulah situasi menjelang Natal pada Desember 2018 ketika saya hadir dalam sebuah acara bersama sejumlah wali kota di Asia Pasfik.
Dua tahun kemudian, tepatnya Rabu (25/11/2020), saya berkesempatan melihat lagi wajah Orchard Road, sebuah kesempatan langka di tengah pandemi Covid-19. Hiasan Natal masih ada, lampu-lampu hias mempercantik jalanan di Orchard. Namun, tidak sebanyak dan semeriah tahun-tahun sebelumnya.
Trotoar di depan mal yang biasanya penuh oleh hiasan Natal dari mal kini terlihat lebih kosong. Segelintir mal saja yang membuat hiasan Natal di depan lokasinya. Orang-orang di sepanjang Orchard Road juga tidak sebanyak biasanya.
Dengan ”riasannya” yang minimal wajah Orchard Road Rabu itu terlihat murung, seperti ada sesuatu yang buruk menimpanya. Wabah Covid-19 yang melanda dunia sejak awal tahun 2020 membuat negara-negara menutup perbatasannya. Aliran uang yang dibawa oleh wisatawan asing ke sejumlah negara tujuan wisata, seperti Singapura, pun terhenti. Industri pariwisata berduka.
Baca juga: Bepergian ke Singapura Kini Tak Semudah Dulu
Suasana di pusat hiburan terintegrasi Resort World Sentosa juga sama. Suasana saat Selasa (24/11/2020) siang sangat berbeda dari biasanya. Selain karena tidak ada turis asing yang berkunjung sepinya taman bermain ini juga disebabkan oleh pembatasan kapasitas yang diberlakukan oleh Pemerintah Singapura dan aturan jaga jarak sehingga tidak ada kerumunan orang lebih dari lima orang.
Memasuki SEA Aquarium di kompleks itu suasananya ramai, tetapi masih memungkinkan untuk menjaga jarak aman untuk mencegah penyebaran Covid-19. Banyak wisatawan keluarga berkunjung. Mungkin karena saat ini sekolah di Singapura sedang libur. Akan tetapi, tetap tidak ada wisatawan asing.
Melalui video yang diputar dalam acara TravelRevive di Sands Expo & Conference Centre, CEO Resort World Sentosa Tan Hee Teck, mengeskpresikan kegetirannya melihat hotel-hotel dan taman bermain di Sentosa sama sekali sepi pengunjung, nyaris tak ada tamu, ketika pandemi Covid-19 melanda.
”Ini momen yang sangat emosional bagi saya karena saya membangun Sentosa dari awal selama 10 tahun. Setelah selama bertahun-tahun jutaan orang datang berkunjung sekarang saya melihat tak ada satu pun pengunjung, sama sekali tidak ada,” tutur Tan.
Presiden Singapore Hotel Association Kwee Wei-Lin mengatakan, sejak pandemi tingkat hunian hotel terjun bebas hingga nyaris nol persen. Tak ada lagi puluhan miliar dollar Singapura yang selama ini mengalir ke industri pariwisata Singapura.
Tapi, situasi yang sulit ini pada saat yang sama menghadirkan peluang dan inovasi. Misalnya, restoran di hotel kini melayani pesan-antar makanan ke luar hotel, hotel menggunakan robot untuk melakukan disinfeksi ruangan, dan pemanfaatan teknologi digital untuk check-in.
”Banyak hotel yang juga memiliki program staycation atau workation dari pukul 09.00-17.00,” ujar Wei-Lin.
Baca juga: Gelembung Wisata: Antara Potensi dan Ancaman
Untuk memastikan keamanan dan keselamatan tamu hotel dari risiko penularan Covid-19 hotel, restoran, dan tempat usaha lain di Singapura sejak Maret didorong untuk menjalani sertifikasi yang bernama SG Clean. Ada pihak ketiga yang akan mengaudit terpenuhinya syarat-syarat SG Clean. Konsumen bisa melihat sebuah hotel atau restoran telah lolos SG Clean dari tanda hijau yang biasanya dipasang di pintu masuk toko.
Beberapa lokasi tujuan wisata utama, seperti kawasan Chinatown dan Little India, yang biasanya dipadati wisatawan asing jauh lebih sepi daripada biasanya. Bahkan, sejumlah toko dan tempat makan tutup. Tempat makan yang buka hanya ramai oleh warga Singapura.
Walaupun sama-sama sepi, suasana di Kampong Glam terlihat sedikit lebih ramai, terutama mulai sore hingga malam hari. Ada saja pengunjung yang makan di restoran-restoran yang menyajikan masakan Turki, Timur Tengah, dan Melayu.
Suasana gemerlap di Kampong Glam pada malam hari seperti menyiratkan harapan bangkit kembalinya pariwisata di Singapura. Dengan berbagai protokol kesehatan yang dipatuhi dan sertifikasi SG Clean pelaku usaha jadi lebih percaya diri menyambut kembali wisatawan asing. Terlebih, beberapa hari terakhir Singapura tidak melaporkan adanya penularan Covid-19 lokal. Kasus baru Covid-19 impor pun sudah terkendali.
Seperti banyak negara lain di dunia, kini Singapura harus mengandalkan wisata domestiknya untuk kembali menggerakkan industri pariwisatanya. Oleh karena itu, Pemerintah Singapura memberikan voucer sebesar 100 dollar Singapura bagi warganya yang berusia 18 tahun ke atas untuk dipakai berwisata di dalam negeri termasuk menginap di hotel yang berlaku hingga pertengahan tahun 2021.
Baca juga: Singapura Kembangkan Model MICE Aman di Tengah Pandemi
Wei-Lin mengatakan, selama ini tidak sedikit warga Singapura yang melancong ke luar negeri. Posisi negara itu sebagai hub di kawasan semakin mempermudah akses warga Singapura untuk bepergian ke mana pun. Namun, selama pandemi ini hanya wisata domestik yang tersedia.
Saat membuka TavelRevive, Menteri Perdagangan dan Industri Singapura Chang Chun Sing, mengatakan, menutup perbatasan bukan opsi bagi Singapura yang bergantung pada kunjungan wisata asing. Pemerintah Singapura memilih untuk mengelola risiko bukan menghilangkan risiko.
Untuk itulah, berbagai protokol kesehatan mulai dari kewajiban memakai masker, jaga jarak, penggunaan teknologi untuk memudahkan melacak mobilitas warga, pembatasan kapasitas tempat hiburan yang disertai dengan penegakan hukum yang tegas dan kepatuhan warga yang tinggi benar-benar menjadi senjata andalan untuk mengendalikan pandemi sambil menggerakkan ekonomi perlahan-lahan.