China Kembali Ribut dengan Australia Soal Pajak Impor
Beijing kembali menggunakan isu perdagangan untuk menekan Australia. Diduga langkah itu diambil karena China gusar dengan langkah Australia, salah satunya terkait isu Covid-19.
BEIJING, JUMAT —Sejak Australia mendorong penyelidikan terhadap asal-muasal Covid-19 di China, hubungan kedua negara itu semakin tegang. Bahkan, China akan memberlakukan pajak impor lebih tinggi untuk produksi minuman anggur dari Australia. Pajak impor yang naik menjadi 212,1 persen itu akan mulai berlaku, Minggu.
Baca juga: Hubungan China dan Australia
Kementerian Perdagangan China, Jumat (27/11/2020), mengatakan, alasan kenaikannya semata karena merespons para produsen anggur China yang mengeluhkan produksi anggur mereka kurang laku gara-gara harga anggur impor Australia yang lebih murah.
Menteri Pertanian Australia David Littleproud membantah tuduhan pihaknya menyubsidi ekspor anggurnya. Menteri Perdagangan Australia Simon Birmingham juga mengecam ”hukuman” itu sangat tidak adil, tidak beralasan, dan tidak dibenarkan.
Birmingham menyesalkan rencana China yang akan membuat anggur Australia tidak kompetitif di China yang selama ini membeli sekitar 40 persen anggur Australia. Sebelum minuman anggur, China, yang merupakan pasar ekspor terbesar Australia, sudah menghentikan atau membatasi sejumlah produk dari Australia, seperti daging, jelai, produk laut, gula, dan kayu. Pajak jelai Australia dinaikkan menjadi 80 persen.
Selama ini Partai Komunis yang berkuasa di China berusaha menepis kritik dari komunitas internasional tentang penanganan pandemi. China juga menyatakan virus itu berasal dari luar China meski sampai sekarang tidak banyak bukti yang mendukung klaim mereka. China juga frustrasi dengan keputusan Australia melarang perusahaan raksasa teknologi China, Huawei, untuk ikut dalam rencana pembentukan jaringan telekomunikasi generasi baru 5G.
Baca juga: Demi Keamanan, Australia Tak Biarkan Perusahaan China Ikut Proyek 5G
Pada pekan lalu, Kementerian Luar Negeri China meminta Australia untuk memperbaiki hubungan. Australia menduga sanksi-sanksi terhadap impor Australia itu menunjukkan ada ”faktor lain” yang menjadi penyebabnya. Birmingham juga menduga hal yang sama, saat ini China sedang berstrategi menekan Australia dari berbagai sisi.
Rencana menaikkan pajak impor ini sudah disinggung China sejak Agustus lalu karena China curiga Australia memberlakukan sistem dumping selama tahun 2019. Penyelidikan dilakukan atas permintaan Asosiasi Industri Minuman Anggur China. Data pemerintah Australia menunjukkan ekspor anggur ke China mencapai rekor 900 juta dollar AS tahun lalu.
Juru bicara Kemenlu China, Zhao Lijian, tetap berpegangan pada alasan semata untuk melindungi produsen dan konsumen minuman anggur di China. Zhao malah berbalik menyalahkan Australia yang menjadi pihak yang membuat hubungan keduanya kacau. ”Australia yang harus introspeksi diri dan refleksi diri apakah mereka sudah menghargai kepentingan China,” ujarnya.
Keluhan
Beberapa waktu lalu, pejabat China pernah memberikan dokumen kepada media-media Australia yang berisi 14 keluhan dengan disertai pesan ”Kalau Australia menjadikan China sebagai musuh, China akan menjadi musuh”. Membalas pernyataan itu, Perdana Menteri Australia Scott Morrison menegaskan, pihaknya tidak akan berkompromi soal isu apa pun, termasuk peraturan investasi asing dan jaringan telekomunikasi 5G.
Geregetan dengan Australia, dua kapal dagang India yang membawa batubara dari Australia ditahan di pelabuhan sejak beberapa bulan lalu. Zhao beralasan, pihaknya menemukan banyak kasus batubara impor yang tidak memenuhi standar perlindungan lingkungan China. Lobster impor Australia pun dibiarkan membusuk di pelabuhan. Tak cukup itu, China juga melarang warganya bepergian ke Australia untuk alasan studi ataupun pariwisata.
Baca juga: Pelabuhan China Batasi Batubara dari Australia
Seperti masih kurang runyam, keduanya juga kini bertikai urusan mata-mata. China menuduh Australia menggerebek rumah wartawan-wartawan China saat Australia menyelidiki dugaan China menyebarluaskan pengaruhnya. Sementara, China juga menuduh wartawan Australia kelahiran China, Yang Hengjun, terlibat spionase. China juga menahan pembawa berita untuk media Pemerintah China, Cheng Lei.
Jika terbelit perselisihan diplomatik, China kerap memanfaatkan kekuatan ekonominya untuk menekan ”lawan”. Bukan hanya Australia yang mengalami itu, tetapi juga Kanada. Tahun lalu, China menghentikan impor minyak kanola (minyak nabati yang terbuat dari biji tanaman kanola), daging, dan daging babi dari Kanada. Alasannya, alasan kesehatan dan hama. Ini terjadi setelah Kanada menangkap kepala keuangan Huawei.
13 sektor
Pakar perdagangan di lembaga kajian Pusat Perth USAsia, Jeffrey Wilson, mengatakan, sampai sejauh ini sudah 13 sektor yang ”diserang” China, yakni jelai, daging, batu bara, katun, lobster, tembaga, gula, kayu, pariwisata, universitas, minuman anggur, gandum, dan wol. Wilson memperkirakan total nilai komoditas Australia yang terancam sekitar 40 miliar dollar AS. Australia pantas khawatir karena jumlah itu 12 persen dari semua ekspor Australia dan Australia sekarang sedang menghadapi krisis pertama sejak 30 tahun terakhir.
Namun, Wilson menilai tindakan China itu sebenarnya tidak memberikan dampak yang terlalu parah bagi perekonomian Australia secara keseluruhan. ”Jumlah industri yang diberi sanksi memang banyak, tetapi dampak ekonomi langsungnya ke Australia secara keseluruhan tak besar,” ujarnya.
Wilson memperkirakan dampak ekonomi yang sebenarnya kemungkinan berkisar 2 miliar dollar AS sampai 4 miliar dollar AS. Bisa lebih sedikit lagi jika perusahaan-perusahaan yang terkena dampak mencari pasar ekspor lain.
Pakar investasi dan perdagangan di Pusat Studi Amerika Serikat Universitas Sydney, Stephen Kirchner, menjelaskan terkait dengan batubara yang ditahan di pelabuhan itu juga sebenarnya hanya masalah kuota impor batubara yang ditentukan China.
Baca juga: Australia Hadapi Situasi Kompleks
Scott Waldron dari University of Queensland yang mempelajari soal pajak pertanian China juga menjelaskan sanksi-sanksi China itu sebenarnya lebih banyak karena urusan tujuan keamanan produk China yang hendak menjaga perekonomiannya sendiri dan melindungi lapangan pekerjaan di dalam negeri.
”Mereka sebenarnya hanya hendak mengirimkan pesan ke negara-negara lain. Tutup mulutmu atau kami akan balas Anda seperti apa yang kami lakukan pada Australia,” kata Wilson. (REUTERS/AFP/AP)