Parlemen Malaysia Setujui Anggaran Pemerintahan PM Muhyiddin
Gejolak politik Malaysia sedikit mereda setelah parlemen menyetujui anggaran belanja yang diajukan pemerintahan PM Muhyiddin Yassin untuk setahun ke depan. Namun, sejumlah analis menilai, kondisi itu hanya sementara.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
KUALA LUMPUR, KAMIS — Kisruh politik di Malaysia sedikit mereda setelah parlemen Malaysia, Kamis (26/11/2020), menyepakati anggaran yang diusulkan pemerintah untuk tahun anggaran 2021. Persetujuan parlemen atas anggaran sebesar 322,5 miliar ringgit atau sekitar 79 miliar dolar AS ini sedikit melegakan Perdana Menteri (PM) Muhyiddin Yassin yang mendapatkan tekanan bertubi-tubi atas pemerintahannya selama beberapa bulan terakhir.
Menteri Keuangan Zafrul Aziz membuat beberapa revisi kecil rencana anggaran sebesar 322,5 miliar ringgit, anggaran terbesar yang pernah ada. Dia mengatakan, rancangan anggaran itu adalah anggaran untuk kelangsungan hidup dan ketahanan rakyat Malaysia menghadapi situasi krisis akibat pandemi Covid-19. Akhirnya, anggaran itu disetujui meski ada suara-suara yang tidak setuju.
”Pemungutan suara anggaran selalu merupakan mosi percaya atau tidak percaya pada pemerintah secara de facto,” kata Ahmad Fauzi Abdul Hamid, Profesor Ilmu Politik di Universitas Sains Malaysia, seusai parlemen menyatakan persetujuannya.
Dia mengatakan, untuk sementara, PM Muhyiddin bisa aman dan bernapas sedikit lega karena persetujuan parlemen ini. ”Pemerintahan Muhyiddin untuk sementara aman, tetapi akan terus berjuang dari satu undang-undang ke undang-undang lainnya karena ia bertahan dengan dukungan mayoritas yang tipis dan atas niat baik dari partai-partai besar dalam koalisi,” kata Ahmad Fauzi.
Pada hari Selasa, sebanyak 20 anggota eksekutif dari blok terbesar koalisinya yang berkuasa, yang dipimpin oleh bekas partai berkuasa Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO), menjanjikan dukungan untuk Muhyiddin dan anggarannya.
Seandainya Muhyiddin gagal mendapatkan dukungan parlemen terkait rancangan anggaran yang diajukannya, kondisi itu akan membuka peluang munculnya seruan agar dia mundur dari jabatannya. Pengunduran diri Muhyiddin akan mendorong terselenggaranya pemilihan umum untuk menentukan siapa pemimpin Malaysia berikutnya di tengah pandemi. Kini, kasus Covid-19 di Malaysia melonjak lima kali lipat dalam dua bulan terakhir menjadi hampir 60.000 kasus.
Dalam dua bulan terakhir pula, situasi politik Malaysia memanas ketika pemimpin oposisi Anwar Ibrahim mengklaim bahwa dirinya mendapatkan dukungan mayoritas anggota parlemen untuk membentuk pemerintahan yang baru, menggantikan Muhyiddin. Anwar setidaknya membutuhkan lebih dari 112 anggota parlemen untuk bisa merebut kursi kekuasaan dari Muhyiddin.
Dukungan tersebut dilaporkan berasal dari UMNO, partai terbesar dalam koalisi pemerintah.
Anwar sempat berupaya menemui Raja Malaysia Yang Dipertuan Agung XVI Sultan Abdullah untuk memberitahukan dukungan yang dimilikinya sekaligus meneguhkan dirinya sebagai Perdana Menteri Malaysia yang baru. Akan tetapi, pertemuan diundur karena raja tengah dirawat di rumah sakit.
Pada saat yang sama, klaim Anwar bahwa dia telah mendapat dukungan mayoritas anggota parlemen juga tidak sepenuhnya tepat karena jumlah dukungan kurang bagi Anwar kurang dari jumlah yang disyaratkan. Sebagian anggota parlemen juga berupaya mendorong mosi tidak percaya pada Muhyiddin. Namun, hal itu digagalkan oleh ketua parlemen, Azhar Azizan Harun, yang ditunjuk oleh perdana menteri.
Untuk meredam tekanan politik dari parlemen terhadap pemerintahannya, Muhyiddin mengusulkan penetapan negara dalam situasi darurat kepada raja dengan alasan meroketnya laju infeksi di negara tersebut. Penetapan negara dalam situasi darurat itu membuat pemerintah bisa membekukan parlemen dan memberi Muhyiddin kuasa yang tidak terbatas dalam mengatur negara.
Rencana itu memicu kemarahan dan penolakan dari banyak pihak, termasuk raja. Pada saat yang sama, Yang Dipertuan Agung XVI mengingatkan agar para politisi tidak membuat situasi politik menjadi lebih gaduh di tengah upaya pemerintah mengatasi laju infeksi yang semakin bertambah.
”Dia beruntung lagi karena pemerintahannya tetap lemah,” kata Oh Ei Sun, analis senior pada Singapore Institute of International Affairs.
Adib Zalkapli, direktur pada lembaga konsultan risiko politik BowerGroup Asia di Malaysia berpendapat senada dengan Sun. Pemerintahan PM Muhyiddin tetap rentan. ”Tidak ada yang pasti pada tahap ini, terutama karena ada anggota parlemen yang tidak mendukung sepenuhnya anggaran pemerintah,” kata Adib. (AP/REUTERS)