Menjaring Para Pengembara Digital Kala Wisata Kurang Daya
Sejumlah negara menyiasati penurunan jumlah pelancong saat pandemi dengan mengundang orang yang bisa bekerja dari jarak jauh. Mereka menawarkan izin tinggal sementara bagi orang yang kerap disebut ”pengembara digital”.
Oleh
kris mada
·5 menit baca
Pandemi Covid-19 mendorong semakin banyak orang bekerja di luar kantor. Sebagian orang bekerja dari rumah, sebagian lagi bekerja dari aneka tempat wisata. Fenomena itu juga menjadi jawaban pertanyaan soal fungsi sambungan internet yang cepat. Beberapa negara memanfaatkan fenomena tersebut sebagai peluang dengan mengundang mereka untuk tinggal sementara di negara mereka.
Barbados, negara pulau di Karibia, subkawasan Amerika Utara, misalnya. Sebelum pandemi, salah satu sumber pendapatan negara di utara kawasan Amerika Latin itu diraup dari pariwisata. Pembatasan gerak dan kekhawatiran terinfeksi Covid-19 selama perjalanan membuat jumlah pelancong ke negara itu merosot.
”Atas nama pulau cantik Barbados, saya mengucapkan selamat datang. Meski Covid-19 menjadi tantangan besar bagi banyak orang, kami percaya ada peluang,” tulis Perdana Menteri Barbados Mia Mottley dalam surat terbuka yang disiarkan beberapa bulan lalu.
Lewat surat itu, Mottley mengundang warga asing tinggal dalam jangka waktu yang panjang di Barbados. Untuk visa yang berlaku selama 12 bulan, Barbados memasang tarif 2.000 dollar AS untuk pemohon perorangan dan 3.000 dollar AS untuk satu keluarga. Syarat lainnya adalah berpenghasilan paling sedikit setara 50.000 dollar AS per tahun untuk pemohon tunggal.
”Kami yakin, ada tawaran khusus di karang kecil yang kami sebut Barbados ini. Masyarakat yang ramah, pelayanan profesional, komitmen pada pendidikan, dan paling penting adalah keamanan dan keselamatan membuat Barbados menjadi tempat ideal untuk ditinggali sendirian atau bersama keluarga,” tulis Motley.
Hal lain yang ditawarkan Barbados adalah kecepatan sambungan internet. Tawaran itu penting karena bekerja dari tempat jauh berarti mengandalkan internet. Negara dengan internet lambat akan sulit dilirik oleh para pengembara digital.
Barbados bukan satu-satunya negara yang mengandalkan pariwisata dan kini mengundang warga negara asing (WNA) untuk tinggal sementara waktu. Di Eropa ada Yunani, Georgia, dan Estonia. Di dekat Barbados, ada Bermuda yang memberikan tawaran serupa.
Yunani menawarkan kesempatan bekerja sembari duduk santai di pantai. Suasana santai di pantai memang menjadi tawaran dari negara Mediterania, seperti Yunani, atau Karibia, seperti Barbados. Tawaran itu terutama ditujukan kepada para pekerja yang tinggal di kota-kota Eropa Barat dan Amerika Utara.
Sejumlah negara Asia juga mempertimbangkan ikut langkah Barbados dan Yunani. Kini, sejumlah negara membidik orang yang bisa bekerja dari jauh. Seperti Barbados, ada syarat penghasilan minimum dan bukti penghasilan rutin untuk bisa tinggal di sejumlah negara Asia.
Pengembara digital
Sasaran Yunani, Barbados, dan sejumlah negara lain adalah orang-orang yang disebut sebagai pengembara digital. Orang-orang itu mempunyai penghasilan rutin, dengan pekerjaan yang bisa digarap dari berbagai lokasi, termasuk dari tempat-tempat wisata.
Steve Roberts, yang naik sepeda keliling AS pada 1984, disebut sebagai pengembara digital pertama. Di tengah keterbatasan teknologi kala itu, ia melancong sembari tetap mendapat bekerja jarak jauh selama pengembaraannya. Pada 1997, Tsugio Makimoto menerbitkan ”Digital Nomad” dan menyebut pengembara digital akan semakin banyak. Itu karena bekerja dari jarak jauh semakin dimudahkan oleh kemajuan teknologi.
Kini, 36 tahun sejak pengembaraan Roberts, bekerja dari jauh menjadi fenomena yang semakin luas. Awalnya karena pandemi membuat banyak perusahaan mengosongkan kantor. Selanjutnya, sejumlah perusahaan mempertimbangkan sebagian karyawan tetap bisa bekerja dari jauh.
Emmanuel Guisset dari Outsite, perusahaan yang menawarkan layanan tempat tinggal dan tempat kerja dari jarak jauh, menyebut bahwa pengembara digital akan melonjak selepas pandemi. Perjalanan yang semakin sulit pada masa pandemi mendorong orang memanfaatkan kesempatan mengembara sebaik mungkin.
Seperti perusahaan penghubung jasa akomodasi lainnya, Outsite kini menggandeng aneka hotel di beberapa negara untuk menawarkan paket tinggal jangka panjang. Paket tersebut membidik para pengembara digital. ”Sekarang mudah sekali (mencari hotel untuk kerja sama), banyak properti menawarkan potongan harga,” ujar Guisset.
Pengelola penginapan memilih strategi itu di tengah minimnya pelancong. Nilai yang diterima dari melayani pengembara memang lebih rendah dari pelancong. Walakin, dalam situasi sekarang, mendapat penghasilan sedikit lebih baik daripada tidak mendapat penghasilan sama sekali.
Bagi sejumlah perusahaan di sekitar Silicon Valley, California, dan pemerintah daerah setempat, keputusan memperpanjang kerja dari rumah membantu menyelesaikan masalah bertahun-tahun: perumahan karyawan.
Karena mayoritas pekerja di perusahaan-perusahaan sekitar Silicon Valley berasal dari daerah atau negara lain, kebutuhan akan perumahan di sana terus meningkat. Tahu peminatnya banyak, para pengelola properti terus menaikkan harga sewa dan harga jual properti hingga tidak terjangkau oleh sebagian orang. Sebagai solusinya, sebagian pekerja tinggal di mobil. Dengan kebijakan boleh bekerja dari jauh, para pekerja tidak perlu lagi mencari tempat tinggal di dekat kantor.
Sebagian pekerja kembali ke negara asal. Sebagian lagi menuju negara lain yang menawarkan suasana santai, biaya hidup lebih terjangkau, fasilitas kesehatan memadai, dan sambungan internet berkecepatan tinggi. Dengan penghasilan rata-rata 3.000 dollar AS setiap bulan, kehidupan layak bisa didapat di banyak negara Karibia, Asia, dan Mediterania.
Bagi yang bekerja di Amerika Utara, Karibia menjadi pilihan terutama karena pertimbangan zona waktu. Akan sangat sulit bekerja dari zona waktu yang jauh berbeda, seperti antara Jakarta dan New York yang selisih 11 jam. Sementara pekerja dengan kantor di Eropa Barat, tinggal di Asia atau Mediterania bisa menjadi pilihan.
Butuh adaptasi
Memang, bekerja dari jauh sebagai pengembara pada era digital tidak selalu berisi cerita bahagia. Ada kesulitan-kesulitan. ”Kerja dari rumah bukan untuk semua orang. Sebagian membutuhkan interaksi dengan orang lain. Ada yang merindukan bincang-bincang ringan dengan rekan kerja,” kata Erik Dyson dari All Hands and Hearts, organisasi nirlaba di bidang pertolongan korban bencana.
Selama bertahun-tahun, mayoritas pekerja All Hand and Hearts bekerja dari jauh. Sebelum pandemi, mereka bekerja di lapangan. Kini, mereka bekerja di depan komputer. ”Banyak yang jenuh,” ujar Dyson.
Ia memperingatkan, tidak semua orang tahu cara bekerja dari jarak jauh. Karena itu, sebagian perusahaan perlu beradaptasi untuk menemukan pola kerja terbaik.
Sementara bagi pekerja, sebagian akan kelelahan karena harus terus-menerus pindah. Rasa kesepian juga menjadi masalah besar karena tidak mempunyai teman kerja yang hadir secara fisik. Berada di perjalanan terus-menerus juga berarti bersiap untuk aneka kejadian tidak terduga selama pengembaraan.
Hal yang tidak kalah penting, seperti disebut Financial Times, pekerjaan yang bisa digarap dari jauh berarti membuka peluang alih daya. Perusahaan bisa mempertimbangkan mencari pekerja bergaji lebih rendah untuk pekerjaan-pekerjaan yang bisa digarap dari jarak jauh.
Sementara Bloomberg mengingatkan, bekerja dari jarak jauh berarti ada kerepotan soal perbankan dan perpajakan. Ada biaya tambahan untuk penggunaan jasa perbankan di luar negeri.
Selain itu, di tengah penurunan pendapatan, pemerintah akan mengoptimumkan semua sumber uang. Pajak penghasilan adalah salah satu andalan pendapatan banyak negara. Pembayaran dan laporan pajak harus dikirim secara rutin untuk menghindari denda. (AP/REUTERS)