Infrastruktur Distribusi Minyak Dunia Semakin Rentan
Keunggulan persenjataan koalisi Arab Saudi tidak kunjung berdaya menghadapi Houthi. Arab Saudi telah menghabiskan miliaran dollar AS untuk mendanai operasi militer dan menyumbang operasional pemerintahan Yaman.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
RIYADH, KAMIS — Infrastruktur pengiriman minyak dunia dari sekitar Teluk Persia dan Laut Merah semakin rentan. Kerentanan terakhir ditunjukkan dengan ledakan pada tanker berbendera Malta yang dioperasikan perusahaan Yunani, TMS Tanker.
Kapal bernama MT Agrari itu tengah buang sauh di Pelabuhan Shuqaiq, Arab Saudi, kala lambungnya terkena bom pada Rabu (25/11/2020). Sampai Kamis (26/11/2020), belum ada pihak yang mengaku bertanggung jawab pada serangan itu. ”Tanker diserang pihak tidak dikenal kala bersiap meninggalkan pelabuhan Shuqaiq,” demikian pernyataan TMS Tanker.
Lambung tanker itu bocor akibat serangan tersebut. Meski bocor, tidak ada minyak tumpah karena tanker sedang kosong. Tidak ada pula korban jiwa ataupun cedera dalam insiden itu. Seluruh 25 awak kapal dinyatakan selamat.
Aparat Saudi dinyatakan sedang memeriksa tanker. Riyadh menyebut insiden itu sebagai tindakan terorisme. Bentuk dan pelaku serangan belum jelas. Meski demikian, pernyataan awal Riyadh mengindikasikan serangan dilancarkan dengan perahu dimuati bom dan diledakkan di dekat lambung kapal.
Adapun perusahaan keamanan maritim dari Inggris, Ambrey, menyebut kapal itu diserang dengan ranjau laut. ”Ledakan terjadi di kolam pelabuhan dan merobek lambung kapal,” demikian pernyataan perusahaan itu.
Media Saudi juga melaporkan, ada penggagalan serangan terhadap salah satu kapal di Laut Merah. Pasukan koalisi dinyatakan mencegat dan menghancurkan perahu yang dimuati peledak. Kapal yang jadi sasaran dinyatakan rusak oleh pecahan bom di perahu berpeledak.
”Serangan oleh milisi Houthi mengancam jalur pelayaran dan perdagangan global,” demikian pernyataan koalisi.
Laut Merah dan Teluk Persia merupakan rute utama pengiriman minyak dunia. Hingga 55 persen cadangan minyak global terbukti kini dimiliki negara-negara Timur Tengah di sekitar Laut Merah dan Teluk Persia. Di ujung kedua perairan itu, ada Houthi dan Iran yang sama-sama bermusuhan dengan koalisi Arab Saudi.
Lembaga pemantau keamanan maritim dari London, Dryad Global, menuding serangan terhadap MT Argari dilakukan pemberontak Houthi dari Yaman. ”Kapal-kapal yang transit di Laut Merah sadar bahwa konflik masih terjadi dan dengan demikian tahu ada risiko pada kapal berbendera Saudi atau kapal yang bersandar di pelabuhan Saudi,” demikian pernyataan lembaga itu.
Rangkaian serangan
Houthi belum berkomentar atas insiden itu. Serangan terjadi setelah Riyadh menuding Houthi menembakkan rudal Quds-2 ke kilang minyak Aramco di Jeddah pada Senin.
Selanjutnya, pada Selasa, pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi membersihkan ranjau laut di sekitar Laut Merah. Riyadh menuding ranjau-ranjau itu dipasang oleh Houthi. Pemasangan ranjau-ranjau itu dinyatakan sebagai ancaman serius pada keamanan maritim kawasan.
Sementara dua pekan lalu, tangki apung milik Jazan Oil terbakar di Laut Merah. Tidak ada korban jiwa dan kebakaran yang akhirnya bisa dikendalikan itu.
Dalam rapat kabinet Saudi pada Selasa, Houthi kembali dituding sengaja menyasar tulang punggung perekonomian global. Tudingan disampaikan setelah kilang minyak dan terminal bongkar muat minyak di Jeddah terbakar.
Dengan dua serangan dalam tiga hari dan penemuan ranjau laut menunjukkan keunggulan persenjataan koalisi Arab Saudi tidak kunjung berdaya menghadapi Houthi. Koalisi Riyadh membantu pemerintahan Yaman yang digulingkan Houthi dan ditentang kelompok separatis selatan (STC). Iran dituding membantu Houthi. Sementara Uni Emirat Arab, salah satu anggota koalisi Riyadh, membantu kelompok selatan.
Arab Saudi telah menghabiskan miliaran dollar AS untuk mendanai operasi militer dan menyumbang operasional pemerintahan Yaman. Riyadh juga menghabiskan banyak uang untuk mengirimkan pangan dan obat-obatan kepada warga Yaman. Jutaan warga Yaman kelaparan dan ketakutan oleh perang saudara yang meletus sejak 2014 dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan segera berakhir.
Meski punya senjata lebih canggih dan anggaran militer lebih besar, koalisi Riyadh tidak kunjung bisa merebut posisi kunci dari Houthi. Sampai sekarang, secara faktual Houthi masih menguasai Sanaa, ibu kota Yaman, dan pelabuhan-pelabuhan penting seperti Hodeidah. (AP/AFP)