Unicef Akan Kirim 2 Miliar Dosis Vaksin ke Negara Miskin
WHO mengingatkan dalam kondisi normal sebelum pandemi saja, akses terhadap vaksin secara global sudah tidak seimbang.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
LONDON, SENIN — Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Anak-anak atau Unicef mengungkapkan, sebanyak 2 miliar dosis vaksin Covid-19 akan dikirim dan diterbangkan ke negara-negara miskin dan berkembang tahun depan.
Sebanyak 350 maskapai penerbangan dan perusahaan pengangkutan global dilibatkan dalam kegiatan yang disebut sebagai operasi besar-besaran vaksinasi Covid-19 itu.
”Kolaborasi yang tak ternilai akan digelar untuk memastikan bahwa kapasitas transportasi cukup tersedia dalam operasi bersejarah dan raksasa ini,” kata Etleva Kadilli, Direktur Divisi Pasokan Unicef, dalam pernyataannya.
Unicef menyebutkan, vaksin dan 1 miliar peralatan jarum suntik akan dikirim dalam satu paket. Negara-negara yang akan dituju, antara lain, Burundi, Afghanistan, dan Yaman.
Vaksinasi global itu adalah bagian dari program Covax, rencana alokasi vaksin Covid-19 global dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Covax dikoordinasikan kelompok aliansi vaksin global (GAVI), WHO, dan Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi.
Covax dibentuk untuk mencegah negara-negara menimbun vaksin Covid-19. Lewat kerja samanya dengan Covax, Unicef akan menjadi pembeli vaksin tunggal terbesar di dunia.
Laporan WHO menunjukkan bahwa dalam kondisi normal sebelum pandemi saja, akses terhadap vaksin secara global sudah tidak seimbang. Sekitar 20 juta bayi tidak menerima vaksin yang dapat menyelamatkan mereka dari penyakit serius, kematian, kecacatan, dan kesehatan yang buruk.
”Kami membutuhkan semua tangan untuk bersiap mengirimkan vaksin Covid-19, jarum suntik, dan lebih banyak peralatan pelindung diri untuk melindungi pekerja garis depan di seluruh dunia,” kata Kadilli.
Para pemimpin negara anggota G-20 pada konferensi tingkat tinggi (KTT), akhir pekan lalu, berjanji memastikan distribusi yang adil dari vaksin, obat-obatan, dan tes Covid-19 sehingga negara-negara miskin tak tersisih atau terlalaikan dalam penanggulangan pandemi saat ini.
Beda miskin-kaya
Kanselir Jerman Angela Markel menyatakan keprihatinannya bahwa belum ada perjanjian vaksin besar yang dibuat untuk negara-negara miskin. Sebaliknya, negara-negara kaya telah membeli atau memesan sejumlah besar dosis dari perusahaan-perusahaan farmasi.
”Kami sekarang akan berbicara dengan GAVI tentang kapan negosiasi ini akan dimulai karena saya agak khawatir belum ada yang dilakukan untuk itu,” kata Merkel di Berlin.
Dalam konferensi pers KTT G-20, Menteri Keuangan Arab Saudi Mohammed al-Jadaan menekankan tercapainya konsensus di antara negara-negara G-20. Dua puluh negara dengan perekonomian teratas global itu tidak akan meninggalkan siapa pun.
”Jika kita meninggalkan satu negara pun, kita semua akan tertinggal,” katanya.
Amerika Serikat adalah salah satu negara yang terus berpacu dalam memesan hingga melaksanakan program vaksinasi Covid-19. Otoritas AS berharap program menyeluruh vaksinasi Covid-19 akan dimulai pada akhir tahun ini.
Target awalnya program itu dilaksanakan bagi 20 juta warga AS. Hingga kini, virus korona baru telah menewaskan lebih dari 255.000 orang di AS.
Moncef Slaoui, pejabat yang mengepalai upaya vaksinasi Pemerintah AS, kepada CNN menyebut kemungkinan 11-12 Desember sebagai waktu pelaksanaan vaksinasi itu. Ditargetkan 30 juta warga AS akan divaksinasi per bulan mulai Januari tahun depan.
Menteri Kesehatan Jerman Jens Spahn juga mengungkapkan rencana vaksinasi di negaranya. Ia optimistis vaksinasi massal di Jerman bisa dimulai bulan depan.
Begitu mendapatkan persetujuan, vaksinasi bisa langsung dilakukan. Ia sudah meminta klinik-klinik penyedia vaksin di seluruh negara bagian Jerman bersiap-siap mulai pertengahan Desember.
”Lebih baik siap-siap dulu. Kami sudah mengamankan 300 juta dosis vaksin melalui Komisi Eropa, kontrak bilateral, dan cara-cara lain. Jumlah ini cukup. Bahkan, kami bisa berbagi dengan negara lain kalau perlu,” ujarnya.
Di tengah upaya masif negara-negara kaya, para ahli memperingatkan bahwa negara-negara miskin dan berkembang menghadapi rintangan yang rumit.
Tekanan ekonomi yang mereka hadapi akan mempersulit penanganan terhadap pandemi, termasuk mendapatkan akses terhadap vaksin. (AP/AFP/REUTERS)