Kabinet Biden Beri Sinyal Berakhirnya Pendekatan ”America First” ala Trump
Pemilihan anggota kabinet oleh Presiden terpilih Joe Biden menandai kembalinya pendekatan tradisional dalam pemerintahan AS, mengandalkan para veteran pengambil kebijakan dengan kepakaran yang mereka miliki.
Oleh
MH SAMSUL HADI & KRIS MADA
·4 menit baca
WASHINGTON, SELASA — Presiden terpilih AS Joe Biden, Senin (23/11/2020), memilih sejumlah pejabat teras pada era pemerintahan Presiden Barack Obama untuk menduduki beberapa jabatan kunci di bidang kebijakan luar negeri dan keamanan nasional. Pemilihan mereka memberi sinyal ditanggalkannya kebijakan-kebijakan ”mengutamakan Amerika (America First)” selama era pemerintahan Donald Trump.
Di ujung tombak kebijakan luar negeri, Biden memilih mantan ”orang nomor dua” di Departemen Luar Negeri, Antony Blinken, sebagai calon menteri luar negeri. Ia juga menominasikan pengacara Alejandro Mayorkas sebagai menteri keamanan dalam negeri, Linda Thomas-Greenfield sebagai wakil tetap AS untuk PBB, dan mantan Wakil Direktur CIA Avril Haines sebagai calon direktur intelijen nasional.
Tak ketinggalan, mantan menlu era Obama, John Kerry, kembali muncul dalam badan pemerintahan AS untuk memimpin tim menanggulangi perubahan iklim. Untuk posisi menteri keuangan, Biden memilih mantan Gubernur Bank Sentral AS Janet Yellen. Penunjukan mereka masih menunggu persetujuan Senat.
Pemilihan sebagian anggota kabinet oleh Biden menandai kembalinya pendekatan tradisional dalam pemerintahan AS dengan mengandalkan para veteran pengambil kebijakan yang memiliki kepakaran dan hubungan kuat antara Washington dan para pemilik modal dunia. Dengan dipilihnya beberapa sosok perempuan dan warga dari kelompok berwarna, Biden tengah memenuhi janji kampanyenya untuk membentuk kabinet simbol diversitas AS.
Thomas-Greenfield adalah perempuan berkulit hitam, sedangkan Mayorkas adalah warga Amerika-Kuba. Dalam beberapa pekan ke depan, Biden juga bisa menominasikan Michèle Flournoy sebagai perempuan pertama yang menjabat menteri pertahanan.
Mereka, demikian pernyataan tim transisi, ”adalah para tokoh berpengalaman yang siap turun ke lapangan sejak hari pertama”. ”Para pejabat itu akan mulai bekerja secepatnya untuk membangun kembali lembaga-lembaga kita, memperbarui, dan menata kembali kepemimpinan AS untuk menjaga warga AS aman di dalam dan luar negeri, mengatasi tantangan-tantangan era kita—mulai dari penyakit menular hingga terorisme, proliferasi nuklir, ancaman siber, dan perubahan iklim”.
Diplomat berpengalaman
Di bawah Biden, kebijakan luar negeri AS akan dijalankan oleh orang-orang yang memiliki pengalaman diplomasi. Melihat latar belakang dan pengalaman mereka, politik luar negeri AS semakin kuat mengarah kembali ke jalur multilateralisme yang selama ini ditinggalkan oleh pemerintahan Presiden Donald Trump.
Blinken (58), misalnya, pernah menjadi staf ahli bidang kebijakan luar negeri pada Senat AS. Ia juga pernah menjadi Wakil Menteri Luar Negeri AS. Selama pemerintahan Barack Obama, ia ikut merumuskan kebijakan AS terkait Afghanistan, kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS), hingga Rusia.
Lulusan Harvard University dan Columbia Law School, Blinken bermitra dengan sejumlah pejabat senior keamanan nasional yang kerap menyerukan perlunya perhatian besar pada diplomasi AS dan penekanan kembali pada peran global. ”Demokrasi saat ini tengah mundur di seluruh dunia dan sayangnya juga mundur di rumah sendiri (AS),” ujar Blinken kepada Associated Press, September lalu.
Penasihat keamanan termuda
Di kursi penasihat keamanan nasional di Gedung Putih, Biden memilih Jake Sullivan. Dalam usia 43 tahun, Sullivan menjadi salah satu penasihat keamanan nasional termuda dalam sejarah AS.
Sullivan juga pernah menjadi Kepala Perencanaan Departemen Luar Negeri AS pada masa Menlu Hillary Clinton. Pada masa pemerintahan Obama, ia membantu merumuskan kebijakan AS atas kesepakatan nuklir Iran 2015. Sebagai penasihat keamanan nasional di Gedung Putih, Sullivan akan ikut merumuskan kebijakan luar negeri AS.
Adapun Thomas-Greenfield, calon wakil tetap AS untuk PBB, lama berkarier di Deplu AS. Ia merupakan salah satu pegawai Deplu AS yang keluar di masa pemerintahan Donald Trump. Thomas-Greenfield juga pernah menjadi Duta Besar AS untuk Liberia.
Sosok-sosok yang akan mengisi sejumlah jabatan itu menunjukkan, Biden menempatkan orang-orang berpengalaman pada diplomasi. Biden sendiri mempunyai pengalaman panjang pada kebijakan luar negeri. Sebelum menjabat Wakil Presiden AS pada masa Obama, ia lama memimpin Komite Luar Negeri pada Senat AS. Salah satu ahli yang banyak membantunya selama di Senat adalah Blinken.
Sementara Donald Trump tidak mempunyai pengalaman diplomasi. Para menlu AS pada masa Trump juga tidak mempunyai rekam jejak diplomasi. Rex Tillerson lama berkarier di perusahaan minyak sebelum akhirnya ditunjuk menjadi menlu.
Pengganti Tillerson, Mike Pompeo, lama berbisnis di sektor dirgantara sebelum menjadi anggota DPR AS, lalu menjabat Direktur CIA, dan belakangan ditunjuk menjadi Menlu AS.
Latar belakang pengusaha juga terdapat pada Kelly Craft, Wakil Tetap AS untuk PBB sejak 2019. Craft dikenal sebagai salah satu penyumbang besar bagi kampanye Trump.
Ke jalur multilateral
Para calon pejabat terkait luar negeri pada masa pemerintahan Biden menunjukkan bahwa AS berpeluang kembali mendorong multilateralisme.
Pada masa Trump, AS dinilai menjauhi pelantar multilateral dan lebih kerap membuat keputusan unilateral. Kebijakan luar negeri Trump juga kerap tidak terduga. Ia memicu perselisihan dengan sekutu-sekutu AS sembari berusaha melawan para pesaing utama AS.
Trump juga memicu perang dagang terhadap sekutu ataupun lawan AS. Trump pun membawa AS keluar dari aneka organisasi internasional dan kesepakatan multilateral.
Sejumlah pegawai Deplu AS menyatakan senang kala mendengar nama calon pejabat terkait kebijakan luar negeri AS. Para calon disebut bisa mengembalikan kebijakan luar negeri AS pada jalurnya. (AP/AFP/REUTERS)