Cegah Proteksionisme, Dorong Kerja Sama Multilateral
Para pemimpin Asia Pasifik mendorong pasar yang terbuka dan kerja sama multilateral dan berusaha mencegah proteksionisme perdagangan.
Oleh
Mahdi Muhammad/Benny Dwi Koestanto
·3 menit baca
KUALA LUMPUR, JUMAT -- Para pemimpin Asia-Pasifik menyerukan perdagangan yang lebih terbuka dan pentingnya kerja sama multilateral. Selain memperkuat sikap dan keyakinan untuk mendukung pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19, mereka juga mengkritik proteksionisme perdagangan.
Tema itu muncul dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) negara-negara anggota forum Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) yang digelar secara daring di Kuala Lumpur, Malaysia, Jumat (20/11/2020). Terkait tema itu, pertemuan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping dalam KTT APEC ini menarik perhatian.
Xi, dalam pidato pada Kamis, berjanji membuka pasar lebih luas. Menurut dia, keterbukaan memungkinkan suatu negara bergerak maju dan pengasingan akan menarik mundur. Pandangan Xi itu didukung pemimpin APEC lainnya.
Pidato Trump, Jumat, disampaikan tertutup bagi media. Oh Ei Sun, analis dari Singapore Institute of International Affairs, mengatakan, Trump ingin mengulangi penekanan ciri khas pemerintahannya pada proteksionisme dan dalam prosesnya berusaha mencegah China menjadi pemimpin perdagangan bebas global.
Perdana Menteri (PM) Jepang Yoshihide Suga dan PM Selandia Baru Jacinda Ardern mengingatkan para pemimpin dunia terhadap godaan untuk mundur ke proteksionisme perdagangan dibandingkan dengan multilateralisme.
Proteksionime dilihat sebagai kemunduran besar di tengah upaya pemulihan perekonomian dunia pascapandemi Covid-19. Menjaga keterbukaan pasar diyakini sebagai cara memulihkan ekonomi global yang kini tertatih-tatih untuk bangkit.
Pada sesi pertemuan dengan para CEO dari Asia-Pasifik, Suga mengatakan, Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka akan menjadi landasan kemakmuran di kawasan ini.
”Di tengah risiko godaan yang mengutamakan pandangan ke dalam (proteksionisme) di dalam menghadapi kemerosotan ekonomi global, membuat aturan untuk ekonomi global yang bebas dan adil sangatlah penting,” kata Suga.
Pertemuan APEC kali ini terjadi seminggu setelah Jepang, China, dan 13 negara Asia- Pasifik lainnya, termasuk anggota ASEAN, menandatangani perjanjian perdagangan bebas terbesar dunia yang menyangkut sepertiga penduduk dunia, yakni Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP).
Setelah kuatnya pengaruh China di RCEP, kini Suga tengah mendorong perluasan cakupan kerja sama ekonomi dan perdagangan lainnya, yaitu Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (CPTPP). Dibuka kemungkinan bagi China dan Inggris bergabung dalam kesepakatan Trans-Pasifik itu.
”Jepang akan mencita-citakan Kawasan Perdagangan Bebas Asia-Pasifik melalui kesepakatan awal RCEP serta implementasi dan perluasan CPTPP yang stabil dengan keketuaan Jepang tahun depan,” kata Suga.
Forum CPTPP menghubungkan 11 negara di kawasan Asia-Pasifik, termasuk Kanada, Australia, dan Jepang, yang sebelumnya bernama Kemitraan Trans-Pasifik (TPP). AS tergabung dengan TPP pada masa Presiden Barack Obama.
Namun, pada masa pemerintahan Trump, AS menarik diri dan inisiatif kemitraan itu dipegang Jepang sekaligus berganti nama menjadi CPTPP.
Presiden terpilih AS, Joe Biden, dinilai akan memahami kebutuhan untuk terlibat kembali dengan Asia, termasuk dalam forum perdagangan seperti CPTPP.
Jangan ulangi kesalahan
Jacinda Ardern juga menyuarakan harapan yang sama. Selandia Baru yang akan memimpin Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) 2021 berharap keterbukaan menjadi landasan utama kerja sama ekonomi ini, terutama untuk mempercepat pemulihan ekonomi global.
”Di tengah upaya menghadapi tantangan ekonomi terbesar generasi ini, kita tidak boleh mengulangi kesalahan sejarah dengan mundur ke proteksionisme. APEC harus terus berkomitmen untuk menjaga pasar tetap terbuka dan perdagangan mengalir,” katanya.
Ardern mendesak negara-negara APEC selalu bekerja sama untuk ”menghidupkan kembali pertumbuhan dan merencanakan pemulihan ekonomi jangka panjang” yang berkelanjutan, inklusif, dan dimungkinkan secara digital.
Seruan Suga dan Ardern sejalan dengan laporan terbaru Dana Moneter Internasional (IMF) yang menyebutkan bahwa ekonomi global tengah berusaha bangkit dari keterpurukan akibat Covid-19. Namun, IMF dalam laporan yang ditujukan bagi negara G-20 menekankan, sifat pemulihan ekonomi global tidak akan merata.
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva menyatakan, upaya pemulihan ekonomi akan sulit dan rentan terhadap kemunduran. Georgieva mendesak negara-negara ekonomi maju bertindak cepat dan bersatu untuk memberikan dukungan dan memastikan ketersediaan vaksin Covid-19 secara global.(AP/REUTERS/MHD/BEN)