Parlemen Thailand Gelar Pemungutan Suara Menentukan
Anggota parlemen Thailand telah membahas berbagai proposal terkait perubahan konstitusi. Mereka memberikan suara pada tujuh opsi terkait cara mengubah konstitusi.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
Anggota parlemen Thailand membahas proposal perubahan konstitusi. Mereka memberikan suara pada tujuh opsi terkait cara perubahan konstitusi.
BANGKOK, RABU — Para anggota parlemen Thailand, Rabu (18/11/2020), menggelar pemungutan suara terkait usulan perubahan konstitusi. Meski kecil peluangnya, jika usulan itu disetujui, peran monarki di Kerajaan Thailand akan berubah.
Para pengunjuk rasa antipemerintah kembali turun ke jalan guna memastikan tuntutan mereka, yakni amendemen konstitusi, pencopotan Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha dari jabatannya, dan reformasi kekuasaan monarki dipenuhi.
Anggota parlemen Thailand telah membahas berbagai proposal terkait perubahan konstitusi. Mereka memberikan suara pada tujuh opsi terkait cara mengubah konstitusi.
Salah satu proposal yang diajukan pun dilaporkan berupaya untuk menggantikan Senat yang para anggotanya ditunjuk militer dengan perwakilan yang dipilih langsung. Dukungan Senat-lah yang memungkinkan Prayuth tetap berkuasa setelah pemilihan umum pada tahun lalu.
Namun, sebagian besar anggota parlemen cenderung menolak usulan itu. Mayoritas anggota Parlemen dikuasai kubu pendukung Prayuth.
Pemerintah bersedia mengamendemen konstitusi, tetapi menegaskan tidak bersedia menyentuh reformasi pada monarki. Parlemen memberikan suara dalam pemungutan dan setelahnya amendemen atas konstitusi akan diperdebatkan lebih lanjut.
Proses pemungutan suara memakan waktu beberapa jam. Satu proposal yang diusulkan lembaga iLaw (Dialog Reformasi Hukum Internet) ditolak. Dilaporkan bahwa proposal itu hanya didukung tiga anggota Senat.
Proposal itu harus membutuhkan 81 suara dukungan lagi. Sanggota Senat yang belum menyatakan pendapatnya tinggal sebanyak 79 orang. Praktis proposal itu ditolak.
Dua proposal dilaporkan diadopsi. Keduanya memungkinkan diskusi tentang perubahan konstitusi dilakukan tanpa memengaruhi monarki Raja Maha Vajiralongkorn. ”Kami tidak akan menyinggung hal itu,” kata Wirat Ratanaset, anggota parlemen dari koalisi yang berkuasa.
Media Bangkok Post melaporkan, para pengunjuk rasa antipemerintah mulai berkumpul di persimpangan Ratchaprasong di pusat kota Bangkok, Rabu sore, di saat proses pemungutan suara masih berlangsung.
Setiap tindakan yang menyebabkan kerusakan pada properti dan barikade pemerintah dianggap melanggar hukum
Kepolisian memperingatkan, setiap upaya untuk menyerbu markas mereka yang berdekatan dengan lokasi unjuk rasa akan direspon dengan tegas. Markas besar Kepolisian Kerajaan Thailand berdekatan dengan persimpangan itu.
Mayor Jenderal Yingyos Thepchamnong, juru bicara Kantor Polisi Kerajaan Thailand, mengatakan, polisi antihuru-hara bersiaga untuk mengatasi situasi di lapangan. Kepolisian juga menutup sejumlah jalan utama dan mengubah alur kendaraan bagi warga secara umum.
”Setiap tindakan yang menyebabkan kerusakan pada properti dan barikade pemerintah dianggap melanggar hukum. Jika pelanggar merusak properti pemerintah, kami harus mengambil tindakan sesuai dengan kewenangan dan kewajiban kami. Saya tegaskan hal ini,” kata Yingyos.
Seperti diwartakan sebelumnya, unjuk rasa kembali pecah di Bangkok, Selasa (17/11/2020), saat anggota parlemen tengah memulai diskusi awal perubahan konstitusi.
Polisi anti-huru-hara Thailand menyemprot pengunjuk rasa antipemerintah dengan meriam air dan gas air mata untuk membubarkan massa. Peristiwa pada hari itu adalah yang paling keras yang terlihat sejak gerakan prodemokrasi dimulai pada Juli.
Selain berhadapan dengan polisi, para pengunjuk rasa antipemerintah juga bentrok dengan kaum royalis kerajaan di dekat kompleks parlemen. Sebanyak 50 orang dilaporkan mengalami luka-luka akibat tindakan aparat keamanan itu.
Penggunaan kekerasan pada orang dan pemuda tidak dapat diterima.
”Kami akan melawan dengan damai,” kata Panusaya ”Rung” Sithijirawattanakul pada protes di pusat kota Bangkok. ”Penggunaan kekerasan pada orang dan pemuda tidak dapat diterima.”
Hukum reguler
Beberapa pengunjuk rasa antipemerintah di antaranya diduga terkena tembakan. Polisi membantah mengeluarkan tembakan di tengah-tengah aksi dan menyatakan akan menyeliki tentang insiden tembakan itu.
Wakil Kepala Polisi Bangkok Mayjen Piya Tawichai mengatakan bahwa selama demonstrasi pada Selasa sejumlah kendaraan pemerintah rusak.
Prayuth menyatakan, Pemerintah Thailand tidak akan menggunakan undang-undang (UU) khusus untuk mencegah bentrokan antara kelompok demonstran dan polisi atau antarkelompok demonstran, penentang maupun pendukung pemerintah.
Alih-alih UU Khusus, Prayuth lebih memilih peningkatan penegakan hukum reguler. Pernyataan itu dikeluarkan Prayuth saat dimintai tanggapannya tentang bentrokan antarpengunjukrasa pada Selasa.
”Derajat dan ketegasan penegakan hukum harus ditingkatkan karena kita tidak ingin kejadian itu terulang. Saya sudah katakan tidak boleh ada kekerasan di antara mereka,” kata Prayuth.
Dalam keadaan seperti itu, menurut Prayuth, hukum harus diterapkan. Penegakan hukum mungkin tidak segera diterapkan terhadap kerumunan orang, tetapi bisa diterapkan setelahnya terhadap semua yang dinilai telah melanggar hukum. (AFP/REUTERS)